Kasus Penyerangan TNI di Sibiru-biru, KontraS Ajukan Amicus Curiae

Medan, IDN Times – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut bersama sejumlah lembaga hukum mengajukan Amicus Curiae atau sahabat peradilan kepada Pengadilan Militer I-02 Medan.
Langkah ini diambil sebagai bentuk dukungan terhadap masyarakat, Kecamatan Sibiru-biru, Deli Serdang, yang menjadi korban penyerangan brutal prajurit TNI Yon Armed 2/KS hingga menewaskan satu warga dan melukai belasan lainnya.
1. Amicus Curiae diajukan oleh lembaga hukum dan akademisi

KontraS Sumut tidak sendirian dalam mengajukan Amicus Curiae. Bersama mereka, hadir LBH Medan serta Dekan Fakultas Hukum Universitas Nomensen, Janfatar Simamora.
Dukungan ini terkait dengan empat perkara yang sedang berjalan di Pengadilan Militer I-02 Medan, yakni Nomor 44-K, 43-K, 42-K, dan 41-K/PM.I-02/AD/IV/2025.
Melalui Amicus Curiae ini, KontraS berharap hakim dapat menjunjung tinggi prinsip hukum yang jelas dan menegakkan keadilan bagi korban.
“Langkah ini menjadi komitmen untuk promosi HAM sekaligus menjaga hak-hak warga negara,” ujar Ady Yoga Kemit, staf advokasi KontraS dalam keterangan resmi, Sabtu (16/9/2025).
2. Vonis hakim dinilai terlalu ringan pada terpidana yang sudah dihukum

Salah satu sorotan utama dari Amicus Curiae adalah soal ringannya vonis terhadap para terdakwa. Majelis Hakim Pengadilan Militer I-02 Medan sebelumnya menjatuhkan hukuman rendah, misalnya Praka Saut Maruli Siahaan hanya 7 bulan 24 hari penjara, dan Praka Dwi Maulana Kusuma 9 bulan penjara.
Putusan terbaru terhadap terdakwa Rizki Akbar Maulana dan Wandi juga hanya satu tahun lima bulan dikurangi masa tahanan.
“Hal ini dinilai sebagai bentuk impunitas yang justru melindungi institusi militer dan merusak kepercayaan publik,” ujar Ady.
3. KontraS kritik sikap Oditur dan proses persidangan

Dalam persidangan, KontraS Sumut menilai Oditur tidak objektif dalam memberikan pertanyaan kepada saksi. Alih-alih menggali fakta penyerangan, Oditur lebih banyak mengarahkan pertanyaan pada upaya perdamaian, pemberian tali asih, serta sosok Dewa Sembiring yang disebut sebagai pemicu keributan.
“Seharusnya Oditur fokus pada perbuatan terdakwa, korban yang dirugikan, serta dampak materil dan moril yang ditanggung warga,” jelas pernyataan KontraS.
Mereka menegaskan, tali asih tidak bisa dijadikan alasan meringankan hukuman karena KUHP sudah jelas mengatur alasan pengurang hukuman.