Hari Kunjung Perpustakaan: Dari Sejarah hingga Budaya Literasi

Setiap 14 September diperingati sebagai Hari Kunjung Perpustakaan. Momen ini bukan sekadar seremoni, tapi juga pengingat bahwa membaca dan mencari ilmu punya ruang tersendiri di masyarakat: perpustakaan.
Meski zaman udah serba digital, Hari Kunjung Perpustakaan tetap relevan buat generasi muda. Nah, yuk kenalan lebih dalam dengan sejarah sampai penerapannya saat ini!
1. Digagas pada 1995 era kepemimpinan Soeharto

Hari Kunjung Perpustakaan pertama kali ditetapkan lewat kebijakan pemerintah pada tahun 1995 oleh Presiden Soeharto. Tujuannya sederhana tapi penting: membudayakan gemar membaca di masyarakat.
Saat itu, minat baca masih dianggap rendah, dan perpustakaan jadi wadah yang diharapkan mampu menumbuhkan budaya literasi. Dari situlah, tiap 14 September kemudian diperingati secara nasional.
2. Perpustakaan bukan sekadar tempat pinjam buku

Buat sebagian orang, perpustakaan identik dengan buku-buku tebal yang bikin ngantuk. Padahal sekarang konsep perpustakaan jauh lebih luas.
Banyak perpustakaan yang bertransformasi jadi community space untuk diskusi, nonton bareng, bahkan ruang kreatif untuk anak muda.
Jadi, Hari Kunjung Perpustakaan juga bisa jadi momen buat ngeh bahwa perpustakaan bukan sekadar tempat baca, tapi pusat aktivitas literasi dan edukasi.
3. Perpustakaan tetap eksis di era digital

Di zaman sekarang, orang lebih sering buka e-book atau cari jurnal online ketimbang datang langsung ke perpustakaan. Tapi bukan berarti perpustakaan ketinggalan zaman. Justru banyak perpustakaan sudah beradaptasi dengan menyediakan koleksi digital, akses Wi-Fi gratis, sampai ruang kerja bersama.
Hari Kunjung Perpustakaan jadi kesempatan buat ngenalin lagi fungsi perpustakaan di era digital—sebagai ruang belajar yang gratis, terbuka, dan inklusif.