Jasad korban saat akan dibawa menggunakan ambulans rumah sakit nasional Makkah (IDN Times/Istimewa)
Kronologi kasus ini bermula pada pertengahan September 2024, ketika Seprina mengalami perdarahan saat hamil. Ia kemudian memeriksakan diri ke dr. Tri Sugeng Hariadi yang menyatakan bahwa kondisinya tidak berbahaya.Namun perdarahan terus berlanjut hingga muncul gumpalan darah. Pada 24 Oktober 2024 dini hari, Seprina masuk IGD RSU Sylvani. Sayangnya, kamar untuk pasien BPJS tidak tersedia.
Petugas menawarkan kamar isolasi, tetapi fasilitasnya dianggap tidak layak. Keluarga menolak dan diarahkan ke RS Artha Medika tanpa surat rujukan resmi. Namun, pihak RS tersebut menolak menangani karena membutuhkan persetujuan dari dr. Tri Sugeng.
Setelah kembali ke RSU Sylvani, Seprina dirawat dengan biaya pribadi karena kamar BPJS tetap tak tersedia. Ia diperbolehkan pulang setelah tiga hari, namun kontraksi kembali terjadi pada 3 November 2024. Esoknya, pada 4 November, bayi lahir secara spontan tanpa bantuan medis. Bayi tersebut langsung dimasukkan ke inkubator dalam kondisi kritis.
Menurut penggugat, dr. Vivianna tak pernah memeriksa langsung kondisi bayi. Ia hanya berkoordinasi lewat pesan singkat. Bayi juga tidak mendapatkan asupan susu ataupun infus. "Mereka hanya bilang bahwa menyelamatkan bayi ini hanya bisa lewat mukjizat," ungkap Risma saat itu.
Puncaknya terjadi pada 5 November 2024 pukul 05.30 WIB, ketika keluarga diberi tahu bahwa bayi telah meninggal. Setelah proses pemulangan, keluarga terkejut saat mendapati bayi masih bernapas dan jantungnya berdetak.
Mereka segera membawa bayi kembali ke RSU Sylvani, namun dokter umum di IGD menyatakan bahwa bayi memang telah meninggal. Ketika itu, kuasa hukum keluarga, Risma Situmorang, mengkritik keras pelayanan rumah sakit. "Kami menduga ada diskriminasi layanan antara pasien BPJS dan pasien berbayar. Ini jelas pelanggaran serius," kata Risma, kala itu.
Walau masalah ini menyisakan luka mendalam bagi keluarga Sitepu, keputusan untuk berdamai menunjukkan kedewasaan dari kedua pihak. Proses hukum yang cukup melelahkan kini digantikan oleh upaya saling memaafkan dan membuka ruang penyembuhan.