86 Napi di Sumut Dapat Amnesti, Mayoritas Kasus Narkoba

- Mayoritas penerima amnesti terjerat kasus narkotika, 81 dari 86 warga binaan
- Proses seleksi langsung dari pemerintah pusat dengan hukuman bervariasi, termasuk ODGJ
- Upaya kemanusiaan dan pengurangan overkapasitas melalui Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2025
Medan, IDN Times - Sebanyak 86 warga binaan diberikan amnesti melalui Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2025. Lewat amnesti itu para narapidana akan dibebaskan dari penjara.
Amnesti merupakan hak prerogatif Presiden yang diberikan dalam bentuk penghapusan seluruh konsekuensi hukum pidana terhadap individu maupun kelompok atas tindak pidana tertentu.
Pemberian amnesti dilakukan dengan mempertimbangkan pendapat DPR, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945. Oleh karena itu, prosesnya harus melalui mekanisme check and balance antara lembaga eksekutif dan legislatif.
Umumnya, amnesti diberikan kepada pelaku tindak pidana politik, baik sebelum maupun setelah proses penyidikan dilakukan, bahkan sebelum atau sesudah adanya putusan pengadilan, sebagaimana dijelaskan dalam praktik serta penjabaran keputusan presiden.
1. Mayoritas penerima amnesti terjerat kasus narkotika

Dari total 86 warga binaan yang menerima amnesti, 81 di antaranya merupakan narapidana kasus narkotika. Sisanya terbagi dalam sejumlah perkara seperti pembunuhan, penganiayaan, tindak pidana korupsi (Tipikor), hingga perpajakan. Jumlah napi yang menerima amnesti terdiri atas 83 laki-laki dan 3 perempuan.
“Narkotika 81 orang, penganiayaan 1 orang, pembunuhan 1 orang, yang ODGJ (orang dalam gangguan jiwa), perjudian satu orang, Tipikor satu orang, perpajakan satu orang dan penganiayaan satu orang,” ujar Kabid Pembinaan Kanwil Ditjenpas Sumut Hamdi Hasibuan kepada awak media, Senin (4/8/2025).
2. Proses seleksi langsung dari pemerintah pusat

Hamdi menegaskan, proses pemberian amnesti ini bukan merupakan usulan dari Kanwil Ditjenpas Sumut, melainkan hasil seleksi langsung oleh pemerintah pusat. Hukuman para napi pun bervariasi, dengan masa hukuman terlama mencapai 10 tahun.
"Sudah dipilih dari pusat secara langsung, dan langsung keluar dari pusat. Rata-rata hukuman, 4 tahun, 3 tahun, 1 tahun. Paling tinggi ada 10 tahun pembunuhan yang ODGJ," kata Hamdi.
Menurutnya, pemberian amnesti merupakan langkah strategis dalam mendorong efisiensi dan perbaikan sistem pemasyarakatan nasional.
3. Upaya kemanusiaan dan pengurangan overkapasitas

Pemberian amnesti ini didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2025. Langkah ini dinilai sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap hak-hak warga negara serta untuk mempercepat proses reintegrasi sosial.
"Amnesti ini, sebagai bentuk kepedulian pemerintah kepada warga negaranya yang menjalani pidananya. Dengan kriteria kemanusiaan dan ke depannya, ada lagi warga binaan yang akan diberikan amnesti oleh Presiden," ucap Hamdi.
Surat Keputusan amnesti dibagikan kepada para warga binaan pada Sabtu, 2 Agustus 2025. Di hari yang sama, mereka langsung dibebaskan. Menurut Hamdi, hal ini tentu berdampak positif terhadap pengurangan kepadatan lembaga pemasyarakatan di wilayah Sumatera Utara.