50 RKPS–RKT Disahkan untuk Maksimalkan Skema Perhutanan Sosial
- Potensi besar, pemanfaatan masih minimDari total luas hutan di Sumut, tercatat 291 kelompok perhutanan sosial baru mencakup 103.000 hektare, atau sekitar 21,2 persen dari target 546.009 hektare yang ditetapkan dalam PIAPS.
- Dokumen RKPS–RKT jadi peta jalan hijauPengesahan 50 RKPS dan RKT bukan sekadar formalitas administrasi. Dokumen ini adalah peta jalan nyata bagi kelompok tani hutan untuk mengelola kawasan secara lestari, produktif, dan berkeadilan.
- Tantangannya tidak boleh mengorbankan kelestarian hutanPerhutanan sosial akan menjadi kunci dalam membuka ruang inovasi usaha rakyat
Medan, IDN Times- Pemanfaatan kawasan hutan melalui skema perhutanan sosial di Sumatera Utara (Sumut) dinilai masih jauh dari potensi maksimal. Padahal, jika dikelola dengan baik, program ini diyakini mampu menjadi motor penggerak ekonomi hijau yang berkeadilan bagi masyarakat sekitar hutan.
Hal itu ditegaskan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sumut, Heri Wahyudi Marpaung,saat membuka kegiatan Pengesahan RKPS (Rencana Kelola Perhutanan Sosial) – RKT (Rencana Kerja Tahunan) yang digelar Yayasan Pesona Tropis Alam Indonesia (PETAI), di Grand Mercure Medan Cipta Angkasa, Selasa (9/9/2025).
Acara yang berlangsung hingga 11 September 2025 ini diikuti 50 kelompok tani hutan dari 20 kabupaten/kota di Sumut. Heri menyebut, jumlah itu masih kecil dibandingkan total 33 kabupaten/kota di Sumut.
“Masih banyak daerah yang belum memahami pentingnya pengelolaan hutan lestari. Karena itu, 50 kelompok ini menjadi cikal bakal sekaligus agen perubahan. Mereka akan menjadi contoh bagi daerah lain untuk ikut mengembangkan perhutanan sosial,” ujar Heri.
1. Potensi besar, pemanfaatan masih minim
Dari total luas hutan di Sumut, tercatat 291 kelompok perhutanan sosial baru mencakup 103.000 hektare, atau sekitar 21,2 persen dari target 546.009 hektare yang ditetapkan dalam PIAPS (Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial).
Heri menjelaskan, berbagai skema pemanfaatan tersedia, mulai dari hutan kemasyarakatan, hutan desa, hutan tanaman rakyat, kemitraan kehutanan, hingga hutan adat. Pemanfaatan tidak hanya berupa penanaman, melainkan juga pengembangan komoditas bernilai tinggi seperti kopi dan kemenyan.
“Kemenyan selama ini identik dengan hal mistis. Padahal, getahnya adalah bahan penting dalam industri parfum dunia. Ini bukti nyata bagaimana hasil hutan bisa memberi nilai ekonomi luar biasa,” ungkapnya.
2. Dokumen RKPS–RKT jadi peta jalan hijau
Direktur Eksekutif PETAI, Masrizal Saraan, menegaskan pengesahan 50 RKPS dan RKT bukan sekadar formalitas administrasi.
“Dokumen ini adalah peta jalan nyata bagi kelompok tani hutan untuk mengelola kawasan secara lestari, produktif, dan berkeadilan. Momentum ini membuktikan bahwa kolaborasi multipihak – pemerintah, masyarakat, mitra pembangunan, hingga sektor usaha – mampu melahirkan solusi konkret yang menyentuh kebutuhan di lapangan,” kata Masrizal.
3. Tantangannya tidak boleh mengorbankan kelestarian hutan
Ia optimistis, perhutanan sosial akan menjadi kunci dalam membuka ruang inovasi usaha rakyat, memperkuat kelembagaan kelompok tani, serta mendukung pencapaian target nasional pengurangan emisi karbon.
“Tantangan berikutnya adalah memastikan rencana di atas kertas benar-benar dijalankan, sehingga manfaatnya dirasakan masyarakat tanpa mengorbankan kelestarian hutan,” pungkasnya
