Menggali Makna Kue Bakul, Tradisi Imlek yang Sarat Filosofi

Medan, IDN Times – Imlek menjadi momen penting bagi umat yang merayakannya. Imlek menjadi tradisi yang menggambarkan doa dan harapan untuk tahun yang baru.
2025 bertepatan dengan tahun ular kayu pada budaya Tionghoa. Salah satu tradisi yang tidak boleh luput dari perayaan imlek adlaah kue bakul atau kue keranjang. Dalam bahasa Mandarin dikenal dengan Nian Gao.
Di balik rasa manis legitnya, kue ini ternyata menyimpan kisah legenda yang menarik dan makna mendalam dalam budaya Tionghoa.
1. Legitnya kue bakul terbuat dari campuran ketan dan gula merah

Kue bakul adalah kue khas Imlek yang terbuat dari campuran beras ketan dan gula merah, sehingga menghasilkan tekstur lengket dengan rasa manis yang khas. Dalam berbagai sumber dijelaskan, kue ini melambangkan harapan akan kehidupan yang manis dan keberuntungan di tahun yang baru.
Nama “nian gao” sendiri memiliki arti yang sangat simbolis. Kata “nian” berarti tahun, sedangkan “gao” bisa diartikan sebagai kue atau tinggi. Dalam pelafalan Tionghoa, “gao” juga terdengar seperti “tinggi,” sehingga kue ini sering dimaknai sebagai doa agar hidup di tahun baru menjadi lebih baik dan lebih tinggi—baik dalam hal rezeki, kehormatan, maupun hubungan keluarga.
2. Mitologi kue bakul, jadi pengusir Nian yang mengganggu desa

Salah satu legenda yang terkenal terkait kue bakul adalah cerita tentang Nian. Makhluk mitologi yang dipercaya muncul di awal tahun untuk menakuti penduduk desa.
Nian dikenal suka menyerang rumah-rumah penduduk, terutama anak-anak. Untuk mengusir Nian, para penduduk meletakkan makanan manis di depan pintu rumah mereka sebagai "persembahan."
Manisnya kue ini diyakini dapat melunakkan hati Nian sehingga ia tidak lagi menyerang manusia. Selain itu, warna merah yang sering digunakan dalam perayaan Imlek juga dipercaya ampuh untuk menakuti makhluk ini.
3. Dipercaya jadi persembahan Dewa dapur

Dalam tradisi Tionghoa, Dewa Dapur, atau Zao Jun, adalah sosok penting yang dipercaya mencatat perilaku manusia di rumah. Sebelum Imlek, masyarakat Tionghoa biasanya memberikan kue bakul kepada Dewa Dapur sebagai bentuk persembahan.
Kue ini memiliki tekstur lengket yang dipercaya bisa "merekatkan" mulut Dewa Dapur agar ia tidak melaporkan hal-hal buruk tentang keluarga tersebut kepada Raja Surga.
Dengan kata lain, kue bakul ini merupakan simbol harapan agar keluarga mendapatkan laporan yang baik dan keberuntungan di tahun yang baru.
Tekstur lengket pada kue bakul bukan sekadar ciri khas, tetapi juga melambangkan kebersamaan dan kehangatan keluarga. Dalam perayaan Imlek, kebersamaan keluarga menjadi inti dari semua tradisi. Dengan menikmati kue bakul bersama, diharapkan hubungan antaranggota keluarga menjadi semakin erat.