Desa Wisata Hariara, Kampung Terpencil Jadi Incaran Wisatawan Mancanegara

Samosir, IDN Times – Matahari masih malu-malu menampakkan diri tetapi ibu-ibu di Huta Simarmata sigap menyiapkan sarapan untuk para tamu Homestay Rumah Bolon Huta Simarmata Desa Wisata Hariara Pohan. Pagi kali ini memang lebih dingin dari biasanya.
Mereka membentang tikar di depan Rumah Bolon, dengan cepat piring berisi jagung dan ubi rebus yang masih hangat sudah tersusun rapi di atas tikar. Ini adalah menu sarapan untuk tamu di homestay Rumah Bolon Huta Simarmata hari ini. Boru Simarmata dan beberapa perempuan lainnya adalah warga lokal yang diberdayakan untuk mengelola Rumah Bolon.
Rumah Bolon Huta Simarmata di Desa Hariara, Kecamatan Harian, Kabupatan Samosir, Sumatera Utara sudah berusia lebih dari 100 tahun. Untuk menjaga kelestariannya, Rumah Bolon kini dijadikan homestay Desa Sejahtera Astra Hariara.
“Setiap tamu yang menginap di sini, mau itu wisatawan lokal atau mancanegara selalu kita sajikan makanan tradisional biar mereka merasakan suasana tinggal di kampung-kampung,” ujar Boru Simarmata pada IDN Times, Rabu (12/11/2025).
Tokoh Penggerak Desa Sejahtera Astra Hariara adalah Tiopantauli Sihotang. Perempuan yang sehari-hari bekerja sebagai ASN ini aktif menggerakkan pariwisata dan ekonomi lokal masyarakat Hariara. Rumahnya di Huta Simarmata juga dijadikan homestay di Desa Simarmata.
Ia bercerita, bermodal potensi alam Bukit Holbung dan Kolam Mata Air alami di Bawah Pohon Beringin raksasa, kini Desa Hariara menjadi destinasi wisata yang tak pernah sepi dari kunjungan wisatawan mancanegara. Dulu tertinggal, sekarang warga desa sudah memiliki tempat pengelolaan sampah 3R, Sopo Pangan tempat pembinaan UMKM, dan menyulap Rumah Godang berusia lebih 100 tahun menjadi Homestay.
Tak hanya mengandalkan mencari ikan dari Danau Toba dan Bertani, Warga Desa Hariara sudah mulai cakap dalam mengelola pariwisata Desa Hariara.
Ibarat sengsara membawa berkah. Peristiwa meletusnya Gunung Sinabung tahun 2010 mengakibatkan kesengsaraan bagi sebagian masyarakat petani Karo di Kaki Gunung tetapi mendatangkan berkah bagi kabupaten tetangganya: Samosir.
Berastagi, Kabupaten Karo adalah salah satu destinasi wisata di Sumut yang paling banyak didatangi wisatawan mancanegara. Mereka suka dengan udara sejuk di kota berastagi, mendaki gunung sinabung, gunung sibayak, dan berbelanja buah segar.
Namun erupsi berkepanjangan dari pucuk sinabung membuat wisatawan lokal dan mancanegara mencari destinasi wisata alternatif. Mulailah terjadi pendakiat Bukit Pusuk Buhit dan Bukit Holbung di Pulau Samosir. Sejak 2014 nama Holbung yang memiliki view Danau Toba nan menawan jadi populer. Bukit yang berada di Desa Hariara sering disebut-sebut bak Perbukitan Norwegia.
Meningkatnya jumlah wisatawan mendorong warga Desa Hariara untuk sadar wisata. Mereka jadi guide dadakan, petugas tiket dadakan, tukang parkir dadakan, dan pedagang warung dadakan. Semua serba mendadak. Senin sampai jumat bertani, Sabtu Minggu menjadi pengelola wisata.

Seperti pohon yang semakin lama batangnya semakin kokoh dan dahannya yang semakin banyak. Ide warga Desa Hariara juga tumbuh. Mereka menyulap Rumah Adat jadi homestay, kolam mata air yang biasa saja menjadi pemandiamn alam yang menarik dan sarat sejarah. Destinasi juga bertambah, kini ada Bukit Cinta jadi destinasi alternatif di sebelah Bukit Holbung.
Kemudian pada tahun 2017 fasilitas dan infratruktur pendukung dibangun secara gotong royong oleh warga. Loket, camping ground, warung, musala, tempat parkiran, tangga untuk pendakian, dan lain sebagainya. Tak ketinggalan juga warga secara membuat promosi melalui media sosial yang dikelola secara mandiri.
“Kita juga tawarkan sensasi terbaru menginap di Rumah Adat Batak Toba (Rumah Bolon). Pakai tikar tidurnya, kita juga tawarkan makanan khas Batak Toba seperti arsik. Kalau mereka minta makan malam, kita biasanya menawarkan arsik. Jadi wisatawan bisa ikut langsung memasak dan mengenal bumbu-bumbunya, bukan hanya mencicipi saja,” terang Tiopantauli.
Berkat kegigihan masyarakat, pada tahun 2020 Desa Hariara ditetapkan menjadi desa wisata Bupati Samosir. Kemudian mengikuti Anugerah Pesona Indonesia dan meraih peringkat ketiga.
Kemudian pada tahun 2022 Desa Hariara mengikuti Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) dari Kemenparekraf RI. Tujuannya untuk lebih dikenal orang bukan untuk menang. Akhirnya masuk 300 besar ADWI terbaik Indonesia. Pada tahun yang sama Desa Hariara memenangkan BUMDes terbaik se-Sumut.
“Tahun pertama itu kita nggak maksimal ngerjainnya karena baru pertama kali ikut. Karena kita masih mikir-mikir dan kita belum memaksimalkan apa yang ada di desa kita. Tahun 2023 kita mencoba lagi ikut ADWI dan masuk peringkat 75 besar. Lalu Desa Hariara jadi juara 2 kategori homestay. Senang sekali kami,” ungkap perempuan yang akrab disapa Panta ini.
Kesuksesan ini, menurut Panta, karena manajemen Desa Hariara yang baik. Yakni memiliki beberapa kelompok kelembagaan desa. Pertama ada Pokdarwis yang mengelola situs cagar budaya Huta Simarmata dan sudah pernah dikunjungi UNESCO pada tahun 2024. Kedua, Pengelola Desa Wisata yang terdiri dari orang tua, pemuda, atau yang sudah punya UMKM, homestay. Mereka secara umum mengelola desa wisata itu.
Lembaga ketiga adalah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang bertugas mengelola Bukit Holbung. BUMDes ini sudah memiliki 30 karyawan dari masyarakat lokal.
“Walau berbeda kelembagaan tapi berada dalam naungan Pemerintah Desa, mereka tetap kolaborasi. Misalnya ada event, BUMdes ikut berpartisipasi misalnya dari permodalan. Pokdarwis juga ikut, Pengelola Desa Wisata juga ikut, masyarakatnya juga berperan,” ungkap perempuan 34 thaunini.
Yang menjadi pembeda Desa Hariara dengan desa lainnya di Samosir adalah soal kerukunan umat beragama. Sebanyak 30 persen penduduknya adalah muslim dan 70 persennya penganut agama Kristen. Sehingga sangat mudah menemukan Masjid dan Gereja di Desa Hariara.
Hal ini, menurut Panta, membuat tamu-tamu tidak khawatir soal makanan karena banyak pedagang muslim di Desa Hariara.
“Toleransi beragamanya sangat kuat di sini kami hidup rukun. Kalau kita ada event, doa pembuka dari pendeta dan doa penutup dari ustaz,” ungkapnya.
Boru Simarmata mengamini Panta. Di Huta Simarmata saja, katanya, beberapa adalah penduduk muslim, termasuk dirinya. Sehingga wisatawan muslim, misalnya wisatawan Mancanegara dari Malaysia gak takut untuk menginap di Huta Simarmata.
“Jadi dilihatnya kami berjilbab di sini gak taku mereka (wisatawan muslim) menginap. Karena di Samosir ini yang paling sering ditanyakan makanannya halal atau tidak. Kalau di sini kami selalu sajikan yang halal,” jelasnya.

Solusi Pengelolaan Sampah
Penghargaan yang diterima Desa Hariara pada 2022 dan 2023 menjadi titik balik. Mereka mendapat pendanaan start-up dari Roda Hijau yang merupakan grup GoTo. Roda Hijau datang ke Desa Hariara untuk membangun fasilitas pengelolaan sampah. Sehingga sampah yang selama ini dibakar kini tidak dibakar lagi.
Kini Panta dan pemuda desa lainnya aktif menyosialisasikan pada warga desa untuk memilah sampah dari rumah. Sampah organik akan dibawa ke lading untuk jadi pupuk sedangkan sampah anorganik bisa diolah jadi minyak solar. Minyak solar akan digunakan masyarakat untuk mesin traktor atau pertaniannya.
“Sudah pernah dipraktekkan oleh Wamen pariwisata. Sebanyak 4 Kg sampah plastic itu bisa jadi 1 liter minyak. Mesin pengolahnya ini yang diberikan oleh Roda Hijau,” kata Panta.
Selain itu Goto mendukung program Sopo Pangan Desa Hariara. Yakni melatih ibu-ibu rumah tangga mengelola pangan menjadi Pisang Singale-ngale. Dari zaman dulu, sebenarnya masyarakat Desa Hariara kurang tertarik menanam pisang karena harganya murah.
“Jadi kita berpikir bagaimana pisang bisa bernilai, lalu pisang itu kita buat kripik rasa keju dan tiramisu. Kalau pisangnya sudah matang kita buat bolu. Kalau kebanyakan matangnya, ya kita buat es kul-kul, anak-anak jadinya gak beli es krim yang jadi-jadi itu lagi. Jadi lebih bervitamin beli eskrim pisang itu tadi,” jelasnya.
Sejak saat itu Desa Hariara mulai memanen pisang dengan baik. Program Desa Sejahtera yang digagas oleh Astra membawa Desa Hariara menuju ke arah yang lebih baik dalam hal manajemen kelembagaan untuk mengelola pariwisata, kebersihan, ekonomi, hingga mengelola sampah.
Meski begitu taka da gading yang tak retak, begitu juga Desa Hariara yang tak sempurna dan memiliki kelemahan. Misalnya fasilitas kamar mandi atau toilet di Huta Simarmata.
Selama ini wisatawan yang menginap di homestay Rumah Bolon masih menggunakan toilet rumah warga. Boru Simarmata berharap dana desa yang terkumpul atau kas desa wisata nanti bisa membangun toilet di Huta Simarmata.
Daniel, wisatawan asal Rumania mengaku senang menginap di Homestay Huta Simarmata di Desa Hariara. Menurutnya desa ini sangat unik dan alami. Memiliki sarkofagus yang berusia ratusan tahun dan desa ini dikelilingi tembok batu seperti benteng pertahanan.
“Saya senang di sini karena dapat banyak pengetahuan dari warga. Ini desa seperti benteng pertahanan, katanya dulu digunakan untuk menghadapi penjajah Belanda dan pemuda-pemuda bersembunyi di atas benteng untuk menyerang,” jelasnya.
Kemudian, tambah Daniel, warga bercerita sarkofagus sudah pernah dicoba dipindahkan oleh Belanda namun tidak berhasil. Hingga kini masyarakat menganggapnya makam leluhur Marga Simarmata yang sangat dihargai.
Selain itu Daniel sangat senang bisa merasakan berenang di kolam mata mata air. Karena airnya sangat sejuk dan menikmati sarapan dan makan malam menu tradisional warga Huta Simarmata.
“Saya ke sini bersama teman dari Samosir dan saya janji akan kembali lagi ke sini,” ungkapnya.


















