9 Bandara di Sumatra Utara, dari yang Modern hingga Paling Terpencil

- Bandara Internasional Kualanamu, Deli Serdang. Sebagai bandara terbesar di Sumut, Kualanamu hadir sebagai wajah baru transportasi udara sejak 2013.
- Lanud Soewondo (Eks Bandara Polonia), Medan. Sebelum Kualanamu hadir, Polonia adalah pusat mobilitas udara di Sumut selama puluhan tahun.
- Bandara Internasional Raja Sisingamangaraja XII, Tapanuli Utara. Silangit berkembang pesat dalam satu dekade terakhir dan menjadi kunci pembuka akses menuju Danau Toba.
Sumatra Utara dikenal punya lanskap yang kontras. Ada kota besar yang sibuk, ada juga pulau terpencil yang nyaris tanpa jejak modernitas. Bagian menariknya, provinsi ini tidak hanya dipisahkan oleh gunung dan lautan, tapi juga dihubungkan oleh bandara-bandara yang tersebar di setiap sudut wilayah. Keberadaan bandara menjadi nadi transportasi yang menyatukan daerah-daerah yang jaraknya berjam-jam bila ditempuh lewat darat.
Kehadiran bandara di Sumut tidak bisa dilepaskan dari sejarah lama penerbangan, mulai dari masa kolonial hingga era modern. Ada bandara yang kini megah dengan terminal kaca, ada yang dulu sempat berjaya lalu digeser oleh yang lebih besar, dan ada pula yang berdiri sunyi di tepi laut hanya untuk melayani pesawat perintis. Semuanya punya cerita dan karakter.
Dari semua tantangan geografis yang ada, Sumatra Utara mencatat sembilan bandara yang masih ada dan beroperasi di Sumatera Utara. Kamu akan menemukan bandara internasional yang sibuk, bandara perintis yang jauh dari keramaian kota, sampai bandara baru yang namanya diambil dari tokoh nasional. Yuk kita jelajahi satu per satu.
1. Bandara Internasional Kualanamu, Deli Serdang.

Sebagai bandara terbesar di Sumut, Kualanamu hadir sebagai wajah baru transportasi udara sejak 2013. Bentuknya modern, lengkap dengan kereta bandara dan terminal luas yang menampung ribuan penumpang setiap hari. Bandara ini dibangun untuk menggantikan Polonia yang sudah tak mampu menampung pertumbuhan penerbangan di Medan.
Kini Kualanamu menjadi gerbang internasional penting di wilayah barat Indonesia. Penerbangan domestik dan luar negeri terhubung rapi dari sini, membuatnya layak disebut salah satu bandara paling maju di tanah air. Statusnya sebagai hub kawasan juga ikut mendorong ekonomi dan pariwisata Sumatera Utara.
2. Lanud Soewondo (Eks Bandara Polonia), Medan.

Sebelum Kualanamu hadir, Polonia adalah pusat mobilitas udara di Sumut selama puluhan tahun. Dibangun sejak 1928, bandara tua ini pernah menjadi salah satu yang tersibuk di Indonesia. Namun letaknya yang terlalu dekat pemukiman akhirnya membuat operasi sipil dipindahkan demi alasan keselamatan.
Setelah berhenti melayani penerbangan komersial, Polonia berganti fungsi menjadi pangkalan udara TNI AU bernama Lanud Soewondo. Meski tak lagi ramai penumpang, bandara ini tetap menyimpan jejak sejarah penerbangan di Medan dan menjadi simbol masa lalu yang tidak pernah benar-benar hilang dari ingatan warga.
3. Bandara Internasional Raja Sisingamangaraja XII, Tapanuli Utara.

Silangit berkembang pesat dalam satu dekade terakhir dan menjadi kunci pembuka akses menuju Danau Toba. Dengan runway yang mampu disinggahi pesawat jet, bandara ini mengubah perjalanan yang dulunya panjang dan melelahkan menjadi jauh lebih singkat. Tak heran, Silangit kini menjadi kebanggaan kawasan Tapanuli.
Penetapan status internasional dan pergantian nama menjadi Raja Sisingamangaraja XII semakin menegaskan perannya dalam pariwisata nasional. Bandara ini bukan sekadar titik pendaratan, tetapi pintu gerbang utama menuju salah satu destinasi super prioritas Indonesia.
4. Bandara Dr. Ferdinand Lumban Tobing, Tapanuli Tengah.

Bandara Pinangsori menjadi pusat transportasi udara untuk Sibolga dan Tapanuli Tengah. Runway panjangnya memungkinkan pesawat jet menengah mendarat, menjadikannya salah satu bandara tersibuk di pantai barat Sumut. Aktivitas kargo juga cukup kuat karena banyak komoditas daerah yang dikirim melalui bandara ini.
Selain fungsinya sebagai jalur penumpang, keberadaan Pinangsori bermanfaat besar bagi ekonomi setempat. Perdagangan, perjalanan dinas, hingga akses logistik sangat terbantu dengan keberadaan bandara yang terletak tak jauh dari garis pantai Samudera Hindia ini.
5. Bandara Binaka, Nias (Gunungsitoli).

Sebagai satu-satunya bandara besar di Pulau Nias, Binaka memegang peran vital dalam mobilitas warganya. Penerbangan ke Medan, Padang, hingga Sibolga menjadikan bandara ini sebagai penghubung utama daratan Sumatra dengan pulau yang terkenal dengan tradisi lompat batunya.
Runway yang diperpanjang dan fasilitas yang terus diperbaiki membuat Binaka semakin siap menampung pesawat yang lebih besar. Tak sedikit yang berharap bandara ini suatu hari bisa melayani rute internasional, terutama untuk mendukung wisata selancar Nias yang mendunia.
6. Bandara Sibisa, Toba (Ajibata).

Bandara Sibisa berada sangat dekat dengan Parapat, menjadikannya incaran pengembangan untuk mendukung destinasi Danau Toba. Meski belum seramai Silangit, keberadaan bandara kecil ini sangat membantu untuk penerbangan charter dan rute perintis.
Keindahan panorama Danau Toba yang terlihat dari kawasan bandara memberi daya tarik tersendiri. Jika pengembangan pariwisata terus berlanjut, Sibisa berpotensi menjadi bandara wisata yang lebih hidup di masa depan.
7. Bandara Lasondre, Kepulauan Batu, Nias Selatan.

Lasondre adalah bandara yang berdiri di salah satu pulau terluar Sumut. Dengan runway 1.400 meter, bandara ini melayani penerbangan kecil untuk warga di Kepulauan Batu, sebuah gugusan pulau yang jauh dari pusat pemerintahan kabupaten.
Letaknya yang dekat laut membuat bandara ini terasa seperti gerbang kecil menuju surga tersembunyi. Bagi wisatawan selancar dan pelancong yang suka petualangan, mendarat di Lasondre adalah pengalaman yang tak bisa ditemukan di tempat lain.
8. Bandara Jenderal Besar A.H. Nasution, Mandailing Natal.

Bandara ini merupakan salah satu infrastruktur baru yang ditunggu-tunggu masyarakat Madina. Pembangunan yang selesai pada 2023–2024 membuka jalan bagi penerbangan perintis dari dan menuju Medan, memangkas waktu perjalanan yang biasa memakan 8 hingga 10 jam melalui jalur darat.
Dengan arsitektur yang mengambil inspirasi dari budaya Mandailing, bandara ini bukan hanya fasilitas transportasi, tetapi juga simbol kebangkitan daerah. Kehadirannya diharapkan dapat membuka lebih banyak peluang ekonomi dan pariwisata di Mandailing Natal.
9. Bandara Aek Godang, Padang Lawas Utara.

Aek Godang telah lama menjadi tumpuan transportasi udara di wilayah Tabagsel. Dengan pesawat ATR yang rutin terbang dari Medan, bandara ini terus berfungsi sebagai penghubung penting bagi lima kabupaten/kota yang berada di selatan Sumut.
Meskipun skalanya tidak besar, Aek Godang memainkan peran strategis. Banyak warga merindukan dibukanya rute langsung ke Jakarta di masa depan, agar mobilitas mereka semakin efisien tanpa harus transit jauh ke Medan terlebih dahulu.
Jaringan sembilan bandara di Sumatera Utara ini menunjukkan betapa beragamnya akses dan kebutuhan wilayah yang dipisahkan pegunungan, hutan, dan lautan. Dari Kualanamu yang modern hingga Lasondre yang sunyi di pulau terluar, semuanya punya peran strategis dalam menghubungkan masyarakat, mempercepat ekonomi, dan membuka pintu bagi pariwisata.
Keberadaan bandara-bandara ini bukan hanya berfungsi sebagai infrastruktur, hadirnya juga ada sebagai nadi mobilitas yang membuat Sumut tetap bergerak, terhubung, dan berkembang.


















