TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Satwa Langka Milik Terbit Terbongkar Karena KPK, BBKSDA Kecolongan

KLHK dan BBKSDA tidak mengetahui sebelumnya

Sejumlah satwa dilindungi disita Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut dari rumah Bupati Nonaktif Langkat Terbit Rencana Peranginangin (Dok. Istimewa)

Medan, IDN Times – Penyitaan tujuh individu satwa dilindungi dari rumah Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Peranginangin menjadi cermin buruk pengawasan peredaran satwa dilindungi. Menguatkan dugaan  masih  banyaknya kepala daerah, pejabat, elit politik, hingga pengusaha yang juga memiliki dan memelihara satwa dilindungi.

Dugaan kepemilikan satwa dilindungi di rumah Terbit terungkap saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan buntut dari kasus rasuah. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatra Utara juga mengakui bahwa mereka selama ini tidak mengetahui ada satwa dilindungi di rumah Terbit.

Kasus kepemilikan satwa bukan kali pertama terjadi. Pada awal Februari 2020, satu individu orangutan didapati berada di rumah Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan. Belakangan, orangutan itu pun dilepasliarkan oleh anak buah Nikson. Saat itu, tidak ada sanksi apapun dikenakan kepada Nikson. BBKSDA Sumut seperti kebobolan atas pelepasliaran itu.

Baca Juga: Penegak Hukum Harus Ungkap Asal-usul Satwa Langka Milik Terbit Rencana

1. Kepala daerah harusnya memberikan contoh, kok malah memelihara satwa dilindungi

Sejumlah satwa dilindungi disita Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut dari rumah Bupati Nonaktif Langkat Terbit Rencana Peranginangin (Dok. Istimewa)

Direktur Green Justice Indonesia (GJI) Dana Prima Tarigan memberikan komentar atas kasus yang mendera Terbit soal dugaan kepemilikan satwa. Kata Dana, harusnya seorang kepala daerah ikut andil dalam perlindungan tumbuhan dan satwa dilindungi. Bukan malah memberikan contoh buruk dengan memeliharanya.

“Ini sesuatu yang sangat memalukan. Orang yang harus jadi contoh, dan membantu KLHK mendidik masyarakat bahwa satwa itu harus dilindungi, tapi dia malah memiliki dan memelihara secara ilegal,” ungkap Dana kepada IDN Times, Kamis (27/1/2022).

2. Pengawasan aparat terkait dinilai tidak berjalan

Sejumlah satwa dilindungi disita Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut dari rumah Bupati Nonaktif Langkat Terbit Rencana Peranginangin (Dok. Istimewa)

Dana juga mengkritik soal pengawasan oleh aparat terkait, terlebih Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama jajarannya. Keberadaan satwa dilindungi di rumah kepala daerah menjadi bukti minimnya pengawasan. Pemerintah dinilai pasif.

“Selama ini ke mana pemerintah? Kalau memang BBKSDA tidak tahu soal keberadaan satwa itu, ini menjadi miris. Karena bukan masyarakat  yang berada dipelosok memelihara. Tapi sekelas kepala daerah. Harusnya BBKSDA pro aktif, jangan pasif untuk pengawasan seperti ini,” kata Dana.

Dana menyarankan, BBKSDA harus melibatkan berbagai pihak termasuk masyarakat untuk meningkatkan fungsi pengawasan. Sehingga informasi soal keberadaan satwa dilindungi yang dimiliki oleh orang lain bisa cepat diketahui.

3. Penegak hukum harus ungkap asal usul hingga rantai mafia perdagangan ilegal satwa dilindungi diduga milik Bupati Langkat

Petugas menggendong Orangutan Sumatra yang disita dari rumah pribadi Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Peranginangin, Selasa (25/1/2022). (Dok: Istimewa)

Satwa-satwa dilindungi di rumah Bupati Terbit Rencana Peranginangin diduga diperoleh dengan cara ilegal. Baik itu pemberian, perburuan hingga perdagangan ilegal. Dana mendesak penegak hukum harus bisa mengungkap dari mana satwa itu bisa sampai di rumah Terbit. Pengungkapan juga harus dilakukan secara transparan.

Jangan sampai, penegakan hukum mandek karena terduga pelakunya adalah kepala daerah atau pun pejabat lainnya.

“Rantai nya selalu putus. Karena kita percaya, orangutan yang ada di rumah bupati Langkat dan di tempat lainnya yang dipelihara itu tidak akan datang sendiri. Pasti ada rantai mafia nya. Nah, rantai mafia satwa dilindungi ini yang tidak pernah  dibongkar dan  diungkap di publik. Jika ini tidak terungkap, maka akan selalu terulang kejadian yang sama,” ungkapnya.

Aparat penegak hukum juga didesak melakukan penyelidikan terhadap para kepala daerah, pejabat, elit politik, hingga para pengusaha yang diduga juga memelihara satwa dilindungi.

4. Hukuman maksimal harus diterapkan sebagai efek jera

Ilustrasi Penjara (IDN Times/Mardya Shakti)

Dalam kasus ini, Dana mendukung aparat penegak hukum untuk berani memutuskan hukuman maksimal. Untuk diketahui, dalam kasus satwa liar dilindungi, Terbit terancam dijerat dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya jo.

Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar jo. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/ 12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi. Dia terancam dengan penjara maksmal lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.

“Harus ada hukuman maksimal. Bukan tugasBupati Langkat memelihara itu satwa. Jadi tidak perlu diapresiasi karena sudah memelihara, dia sudah punya habitat. Yang harus dilakukan kita jaga habitatnya. Kalau sempat ada yang mengapresiasi dan meringankan hukuman karena satwa sudah dipelihara dalam keadaan baik, ini adalah sesuatu yang menggelikan,” pungkasnya.

Baca Juga: OTT Bupati Langkat, Pemkab Sebut Serahkan Proses Hukum ke KPK

Berita Terkini Lainnya