TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kapolres Simalungun: Ada 2 UU Perkebunan Simpang Siur Soal Pencurian

Belajar dari kasus Samirin soal pencurian di perkebunan

Kapolres Simalungun AKBP Heribertus Ompusunggu mengadakan rapat koordinasi dengan Kejaksaan Negeri Simalungun dan para pihak perkebunan untuk perkara pencurian (Dok.IDN Times/istimewa)

Simalungun, IDN Times - Kasus Samirin, pencuri getah karet dari perkebunan milik PT Brigstone seberat 1,9 Kg dengan nilai Rp 17.480 menjadi perhatian publik. Pria berusia 69 tahun tersebut sudah divonis hakim 2 bulan penjara.

Walau bisa bebas setelah potongan tahanan, kasus seperti ini diharapkan dapat menjadi pelajaran. Guna mencegah itu, Kapolres Simalungun AKBP Heribertus Ompusunggu mengadakan rapat koordinasi dengan Kejaksaan Negeri Simalungun dan para pihak perkebunan.

Baca Juga: Kakek 69 Tahun yang Curi Getah Akhirnya Bebas, Disambut Haru Keluarga

1. Kapolres menilai yang harus jadi perhatian adalah penggunaan aturan dan penerapannya

Kapolres Simalungun AKBP Heribertus Ompusunggu mengadakan rapat koordinasi dengan Kejaksaan Negeri Simalungun dan para pihak perkebunan untuk perkara pencurian (Dok.IDN Times/istimewa)

Kapolres menilai masalah pencurian di perkebunan menjadi perhatian serius mengingat Kabupaten Simalungun masuk daerah perkebunan yang cukup luas. Dalam rapat koordinasi ini, yang dihadiri sejumlah pejabat perkebunan milik negara, Kapolres Simalungun Heribertus Ompusunggu menyampaikan bahwa tindak pidana yang terjadi di perkebunan maka hal penting menjadi perhatian adalah penggunaan atau penerapan peraturan.

2. Ada dua undang-undang menimbulkan kesimpangsiuran

Kapolres Simalungun AKBP Heribertus Ompusunggu mengadakan rapat koordinasi dengan Kejaksaan Negeri Simalungun dan para pihak perkebunan untuk perkara pencurian (Dok.IDN Times/istimewa)

Menurut Heribertus, pria yang baru menjabat sekitar 5 bulan di Simalungun, ada dua peraturan untuk kasus pencurian dari perkebunan, yakni Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-undang Nomor 39 tahun 2014.

Heribertus Ompusunggu mengakui, dua aturan di atas jika tidak diteliti dengan baik sebelum diterapkan kepada seseorang tersangka akan membuat masyarakat kurang empati kepada institusi penegak hukum yakni polisi, jaksa dan hakim

"Penerapan kedua undang undang yang dimaksud masih sering terjadi kesimpangsiuran atau perbedaan pendapat yang menimbulkan rasa ketidakadilan dan bahkan membuat hilangnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum itu sendiri," jelasnya.

Baca Juga: Curi Getah Seharga Rp17 Ribu, Kakek 69 Tahun Dituntut 10 Bulan Penjara

Berita Terkini Lainnya