TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Koalisi Indonesia Mendesak Pemerintah Selamatkan Orangutan Tapanuli

Melindungi “Wonderful Indonesia”

IDN Times/Istimewa

Jakarta, IDN Times - Sudah dipastikan akan terjadi pertikaian panjang demi menyelamatkan spesies orangutan langka yang baru saja ditemukan dari kepunahan di tangan proyek waduk atau PLTA di Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, seharga 1.6 juta Dolar Amerika Serikat.

Pekan lalu, Pengadilan Negeri di Medan memutuskan bahwa situasi ini tidak menghentikan pembangunan waduk. Melihat hal tersebut, koalisi internasional organisasi dan pemimpin Indonesia memohon pada pemerintah agar membatalkan proyek tersebut dan menjaga ekosistem di sana untuk jangka panjang.

Waduk yang akan dibangun di Sungai Batang Toru, Sumatera Utara bersama perusahaan hydroelectric raksasa dari Tiongkok, Sinohydro dengan dana dari Bank of China ini mengancam spesies orangutan terbaru dan matapencaharian penduduk asli di sana.

Orangutan Tapanuli baru saja diidentifikasi sebagai spesies baru tahun 2017. Mereka merupakan spesies kera besar ke tujuh di dunia. Terlepas dari itu, mereka sudah sangat dekat dengan bahaya kepunahan dan populasi hanya sekitar 800 ekor.

Diperkirakan populasinya sudah hampir setengahnya sejak tahun 1985 and akan terus berkurang kecuali dilakukan perlindungan yang lebih komprehensif1.

Baca Juga: PLTA Batangtoru Bakal Suplai 510 MW Listrik untuk Sumatera Utara

1. PLTA Batangtoru dijadwalkan selesai pada tahun 2022

Dok PT NSHE

Proyek PLTA seharga 1.6 juta dolar Amerika Serikat ini merupakan yang terbesar di Sumatera, pertama kali diumumkan di 2011 dan dijadwalkan selesai pada tahun 2022. Tapi waduk sudah direncanakan sebelum ditemukannya Orangutan Tapanuli.

Hal ini menunjukkan bahwa proses perencanaan lingkungannya tidak memperhatikan bahaya punahnya spesies ini.

Kepemilikkan proyek ini diduga sebagai bagian dari Belt and Road Initiative milik China, juga tumpah tindih antara Indonesia dan Tiongkok, pendanaan dari Tiongkok dan perusahaan synohydro milik negara Tiongkok.

“Investasi China ini dapat berpotensi membawa manfaat, tapi proyek ini beresiko mengotori reputasi Belt and Road Initiative”, kata Panut Hadisiswoyo, Founding Director Pusat Informasi Orangutan.

“Kami berharap pemerintah China dapat dengan serius mempertimbangkan kembali proyek ini mengingat penemuan Orangutan Tapanuli: bisa dibayangkan proyek yang didanai pihak luar negeri mengancam Panda raksasa yang akan punah pernah disetujui?” tambahnya.

2. Glenn: Siapapun tidak ingin mengenakan kalung emas yang menyebabkan terbunuhnya spesies langka

Sumber Gambar: imgur.com

Salah satu penerima manfaat dari waduk ini adalah tambang emas Martabe, yang saat ini digadang untuk mengembangkan habitat Orangutan Tapanuli.

Tambang tersebut dimiliki oleh anak perusahaan konglomerat Inggris, Jardine Matheson yang pernah dikritik soal anak perusahaan sawitnya yang mengambil lahan habitat orangutan seluas 10.000 are.

“Jardine sudah mendapatkan keuntungan dari perusahaan hutan seluas 10.000 are dan sekarang akan menambang emas yang tentunya akan mempengaruhi kelangsungan hidup orangutan Tapanuli”, ujar Glenn Hurowitz, CEO Mighty Earth, sebuah organisasi yang sudah pernah sebelumnya mendesak Jardine untuk melindungi orang utan Tapanuli.

“Siapapun tidak ingin mengenakan kalung emas ataupun cincin kawin yang menyebabkan terbunuhnya spesies langka,” tegasnya.

Baca Juga: Hore! Sumut Bakal Punya PLTA Baru di Batangtoru

Berita Terkini Lainnya