Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Tuntut Pemecatan Dosen Cabul di USU, Mahasiswa Pajang Celana Dalam

Massa mengelar unjuk rasa untuk mengecam tindakan dosen cabul di FISIP USU (IDN Times/Prayugo Utomo)

Medan, IDN Times - Desakan penyelesaian kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oknum dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) USU terus bergulir. Kali ini  giliran mahasiswa  yang menggeruduk kampus yang dipimpin oleh Dekan Muryanto Amin itu.

Mahasiswa berunjuk rasa di FISIP USU, Senin (27/5). Kasus ini terus merebak setelah sempat tenggelam setahun tanpa penyelesaian yang jelas.

Korban sampai saat ini belum mendapat keadilan. Bahkan mulai merebak korban-korban lainnya yang mengaku pernah mendapat perilaku bejat dosen yang saat ini mengampu mata kuliah di Departemen Sosiologi itu.

1.Mahasiswa pajang celana dalam di kampus FISIP USU sebagai bentuk perlawanan terhadap dosen asusila

Salah seorang massa memajang celana dalam di Kampus FISIP USU sebagai bentuk protes terhadap kasus pelecehan seksual yang dilakukan salah satu oknum dosen (IDN Times/Prayugo Utomo)

Mahasiswa yang berunjuk rasa menamai diri dengan Mahasiswa Bersatu Universitas Sumatera Utara (MABESU) yag terdiri dari mahasiswa dari berbagai fakultas dan lintas organisasi. Sebelum ke Kampus FISIP USU, mahasiswa melakukan longmarch dari Pintu 2 USU. Melakukan orasi terbuka dan memajang poster protes terhadap kampus yang terksan melakukan pembiaran dengan kasus pelecehan seksual itu.

Sampai di Kampus FISIP USU, massa langsung berorasi di tengah lapangan. Protes yang paling keras dilakukan massa dengan memajang celana dalam di depan Kantor Prodi Sosiologi.

Sejumlah celana dalam juga dibentangkan massa di tengah lapangan. Pemandangan ini menjadi tontonan mahasiswa lainnya. “Kami mendesak agar kampus memberikan sanksi tegas kepada dosen HS yang telah melakukan tindak asusila. Karena jika tidak ini menjadi catatan buruk USU sebagai universitas negeri,”  kata Gubernur Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) FISIP USU Harry Cahya Pratama Purwanto dalam orasinya.

2.Harus ada efek jera supaya kejadian pelecehan seksual tidak ada korban lainnya

IDN Times/Prayugo Utomo

MABESU menuntut agar dosen ‘predator’ itu dipecat dari kampus. Mereka ingin ada efek  jera kepada tindak  asusila di kampus. Menurut Harry, selama ini pelecehan seksual di kampus terjadi karena ada relasi kuasa terhadap mahasiswa dari dosen. Sehingga dosen memanfaatkan kondisi ini sebagai peluang untuk berbuat asusila kepada mahasiswa.

“Harusnya dunia pendidikan menjadi tempat menjunjung tinggi moralitas. Tapi kenapa masih ada perilaku dosen asusila. Ini tidak bisa ditolerir. Kampus juga harus membuat regulasi sebagai bentuk pencegahan terhadap perilaku dosen yang tidak beretika,” ujar Harry yang juga aktivis HMI itu.

3.Dosen 'predator' jadi teror para mahasiswi di USU

Mahasiswa memasang poster kecaman terhadap dosen cabul di Kampus FISIP USU dalam unjuk rasa beberap waktu lalu (IDN Times/Prayugo Utomo)

Merebaknya kasus pelecehan seksual di FISIP USU, mencoreng nama baik kampus yang sudah melahirkan banyak aktivis kelas wahid itu. Bahkan kasus ini memberikan teror baru di kalangan mahasiswi.

Adinda Azzahra, mahasiswi FISIP USU mengatakan, dalam kasus pelecehan oleh dosen, para korban memilih bungkam. Karena ada ketakutan yang merundung para korbannya. Baik itu dari sisi akademis atau pun takut karena dianggap mahasiswa yang tidak baik.

“Saya mahasiswa angkatan 2015. Dan saya sudah dengar rumor ini sejak saya masuk ke dalam kampus. Saya berharap kampus bisa memberikan sanksi tegas dan membuat regulasi sebagai langkah preventif,” kata Dinda –sapaan perempuan berhijab itu.

4. Kampus Dorong korban lainnya buat pengaduan tertulis

Rektor USU Muryanto Amin (IDN Times/Prayugo Utomo)

Dekan FISIP USU Muryanto Amin yang ditemui di kantornya mengaku sudah serius menangani kasus ini. Muryanto juga mendorong, jika ada korban lainnya bisa membuat laporan tertulis tentang kebejatan dosen yang dialaminya.

“Kalau ada lebih dari satu korban, tolong buat laporan tertulis. Saya akan jamin kerahasiaan identitasnya,” ujarnya.

Menurutnya, sanksi bisa diberikan jika ada bukti pendukung untuk membuktikan kasus pelecehan seksual.

5. Dekanat kesulitan kumpulkan alat bukti ungkap kasus HS

IDN Times/Prayugo Utomo

Muryanto pun memberi kesan jika sangat sulit untuk mengumpulkan bukti – bukti kasus pelecehan seksual yang dilakukan HS. Makanya dia meminta agar dibuat laporan tertulis.

Kasus ini pun juga sudah ditangani sejak 2018 lalu. Bahkan dia mengaku, kampus sudah memberikan sanksi tegas kepada dosen agar memperbaiki  perilakunya dan tidak mengulangi. perbuatan itu.

Sejak Mei 2018, kasus itu tidak menemukan bukti baru sebelum akhirnya kembali merebak Mei 2019.

Muryanto juga menunjukkan peraturan yang bisa menjerat pelaku untuk mendapatkan sanksi. Dalam dua minggu terakhir, kampus kembali memulai mengumpulkan bukti-bukti kasus tersebut.

“Sanksi sudah ada. Karena ini masuk dalam kode etik. Untuk menegakan kode etik itu, harus ada bukti. Kalau ada bukti baru kita akan proses secara proporsional.

Dalam peraturannya, sanksi yang diberikan bisa mulai dari teguran tertulis, sanksi skorsing, atau sanksi akademik, lalu pemecatan. “Harus ada bukti yang kuat proses pemecatan itu.  Mengikuti prosedur untuk pemecatan PNS,” pungkasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Prayugo Utomo
EditorPrayugo Utomo
Follow Us