Putus Dihantam Banjir, Jembatan Idano Nyono Diprediksi RampungAkhir 2025

- Jembatan Idano Noyo dibangun kelas A tanpa tiang tengah, lebih aman dan kuat.
- Proyek diharapkan rampung akhir 2025 dengan anggaran Rp46,7 miliar, menjadi simbol pembangunan infrastruktur di Nias.
- Dukungan warga sangat besar, bahkan ada yang menghibahkan tanah dan rumah demi kelancaran proyek.
Nias Barat, IDN Times - Setelah berbulan-bulan terputus akibat diterjang banjir, harapan masyarakat Nias Barat untuk kembali mendapatkan akses penghubung utama akhirnya menemui titik terang. Pada Jumat, 13 Juni 2025, Gubernur Sumatra Utara, Muhammad Bobby Afif Nasution, resmi melakukan groundbreaking pembangunan Jembatan Idano Noyo yang menghubungkan wilayah penting di Pulau Nias.
1. Jembatan baru kelas A, tanpa tiang tengah dan lebih aman

Jembatan Idano Noyo akan dibangun ulang dengan spesifikasi kelas A, setara dengan jembatan nasional. Panjang totalnya mencapai 95 meter dan lebar 9 meter, termasuk 1 meter trotoar di kedua sisi.
“Perencanaan jembatan ini bukan pertama, tetapi tertunda atau terhenti karena satu dan lain hal, sekarang kita bangun dengan kualitas yang baik,” ujar Bobby Nasution usai peresmian di Desa Tuwuna, Nias Barat.
Teknologi abutment (tanpa tiang di tengah sungai) digunakan demi memperkuat struktur dan meminimalisir risiko kerusakan akibat arus banjir di masa mendatang.
2. Proyek rampung akhir tahun, total anggaran capai rp46,7 miliar

Pembangunan jembatan ini ditargetkan rampung pada Desember 2025 dengan nilai kontrak sebesar Rp46,7 miliar.
“Ini pembangunan infrastruktur pertama di era kepemimpinan kami, dan juga menjadi simbolis pembangunan infrastruktur di Nias karena bulan Juli kita juga akan mulai memperbaiki jalan yang ada di Nias dengan anggaran Rp204 miliar,” ungkap Bobby.
Ia pun mengajak seluruh stakeholder dan masyarakat untuk bersinergi demi kelancaran proyek yang menjadi tulang punggung transportasi warga ini.
3. Dukungan warga, sampai ada yang hibah tanah

Bagi warga Nias Barat, jembatan Idano Noyo adalah akses vital. Sejak jembatan ambruk Maret lalu, masyarakat harus menggunakan perahu untuk menyeberang, dengan waktu tempuh lebih lama dan biaya ekstra.
“Setiap hari Saya melewatinya pulang pergi, yang biasa dari rumah jam 7 pagi jadi harus jam 6 pagi, jadi tak efektif dan efisien, ditambah biaya Rp20 ribu sekali nyeberang, kami sangat berharap bisa selesai secepatnya,” kata Sri Astriany Gulo, salah satu warga terdampak.
Bahkan, menurut Bupati Nias Barat, Eliyunus Waruwu, ada empat warga yang rela menghibahkan tanah dan rumahnya demi kelancaran pembangunan jembatan.
“Ada 4 warga yang rumahnya terkena pembangunan jembatan ini, mereka telah berkomitmen dan menghibahkan tanahnya, bahkan 1 warga rumahnya habis tersisa hanya 2 meter,” ungkap Eliyunus.