Prajurit TNI Pembunuh Yosua Samosir Hanya Dihukum 18 Bulan Penjara

Medan, IDN Times – Majelis Hakim Pengadilan Militer 1-02 Medan menjatuhi hukuman satu tahun enam bulan penjara kepada Anggota TNI AU dari Wing III Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat), Pratu Richal Aluan Alunpah, Selasa (23/1/2024). Hukuman ini dijatuhkan setelah Richal terbukti sudah menganiaya Yosua Samosir, pemilik warung di Kelurahan Sarirejo, Kecamatan Medanpolonia, Kota Medan, Minggu (23/7/2023) lalu.
Pembacaan vonis dipimpin langsung oleh Ketua Majelis Hakim Letkol Chk Djunaidi Iskandar. Dia menyebut Pratu Richal melanggar Pasal 351 ayat 1 junto ayat 3 KUHpidana tentang penganiayaan.
"Menyatakan terdakwa terbukti bersalah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan mati, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan," ujar Djunaidi.
Selain pada kasus pembunuhan terhadap Yosua, Richal juga divonis pada perkara penganiayaan terhadap Andreas. Dalam kasus ini, Richal dinyatakan bersalah melanggar pasal 351 ayat 1 KUHPidana tentang penganiayaan. Dia dijatuhi hukuman tiga bulan penjara. Hukuman ini sama dengan
1. Tuntutan terhadap Pratu Richal juga ringan

Vonis yang dijatuhkan juga lebih ringan dari oditur. Sebelumnya dia dituntut ringan dengan hukuman dua tahun penjara. Meski sudah melakukan penganiayaan hingga menyebabkan korban meninggal dunia, Pratu Richal tidak dipecat dari TNI.
Vonis yang disampaikan hakim juga berdasar pada beberapa pertimbangan. Terdakwa dinilai sudah bersikap sopan. Richal juga sudah meminta maaf kepada keluarga korban. Terkait vonis ini baik oditur maupun terdakwa menyatakan pikir-pikir.
"Terdakwa melalui satuan sudah memberikan uang duka cita kepada keluarga korban untuk biaya santunan dan penghiburan dengan nilai total Rp69 juta dan diterima oleh pihak keluarga," ujar Djunaidi.
2. Pertimbangan lainnya, terdakwa adalah anggota pasukan khusus

Selain permintaan maaf, vonis itu juga didasari pertimbangan Richal merupakan anggota pasukan khusus di TNI AU.
"Terdakwa masih dibutuhkan oleh satuan dan terdakwa masih muda dan masih bisa dibina menjadi prajurit yang baik dan dipergunakan tenaga dan kemampuan satuannya," ujar Djunaidi.
Sedangkan hal yang memberatkan perbuatan terdakwa karena menimbulkan duka yang mendalam bagi keluarga korban terutama anak dan istri, lalu perbuatan terdakwa juga melanggar sumpah prajurit ke-2 yaitu tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin keprajuritan.
"Serta bertentangan dengan 8 wajib tni butir ke 1 yaitu bersikap ramah tamah terhadap rakyat, butir ke dua yaitu bersikap sopan santun terhadap rakyat, lalu butir ke 6 yaitu tidak sekali kali merugikan rakyat dan butir ke 7 yaitu tidak sekali kali menakuti dan menyakiti rakyat," ujarnya.
"Perbuatan terdakwa telah mencoreng nama baik TNI pada umumnya dan khususnya nama baik satuan terdakwa yaitu Wingko III Kopasgat di mata masyarakat," ungkap hakim.
3. LBH Medan: Harusnya dihukum lebih berat dan dipecat

Vonis ringan kepada Richal mendapat kritik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan. Kata dia penanganan kasus ini diduga sudah bermasalah sejak penuntutan. Karena Richal hanya dituntut dengan 2 tahun penjara.
LBH Medan juga menyoroti penerapan pasal 351 ayat 1 Juncto ayat 3 KUHPidana yang menjerat Richal. Direktur LBH Medan Irvan Sahputra mengatakan, majelis hakim harusnya bisa menerapkan pasal 351 ayat 3 KUHPidana tentang pembunuhan yang mengakibatkan kematian kepada korban. Dalam ayat 3 beleid itu diebutkan bahwa ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara.
“Vonis ini menghina rasa keadilan terhadap korban. Pratu Richal juga harusnya dipecat dari TNI. Karena sudah membuat orang meninggal dunia,” kata Irvan.
Irvan membandingkan vonis ini dengan peradilan sipil. Dalam beberapa kasus penganiayaan yang membuat korban meninggal dunia, hukumannya jauh lebih berat dari yang dikenakan kepada Richal.
“Apalagi Richal ini adalah prajurit yang dianngap lebih melek tentang hukum. Menjadi teladan masyarakat. Jadi sudah sepatutnya dihukum lebih berat,” katanya.
LBH Medan menilai, peradilan terhadap Pratu Richal janggal. Mereka mendesak Mahkamah Agung memeriksa para hakim yang mengadili. Termasuk Kejaksaan Agung harus mengevaluasi oditur yang menangani perkara Pratu Richal.
“Harus ada pengawasan yang ketat pada peradilan militer,” pungkasnya.