MUI Binjai Sarankan Perda Berbusana Sopan di Tempat Umum Diterapkan

Binjai, IDN Times - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Binjai, berencana mengajukan usulan kepada Pemerintah Kota Binjai untuk membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang penggunaan busana sopan di tempat umum dan lembaga pelayanan publik. Usulan ini muncul dalam muzakarah Komisi Fatwa MUI setempat, Jumat (16/5/2025) malam.
"Usulan ini tentunya akan kita bahas kembali bersama Bapak Ketua MUI Kota Binjai dan seluruh pimpinan komisi, sebelum nantinya kita sampaikan rekomendasinya ke Wali Kota Binjai," ungkap Ketua Komisi Fatwa DP MUI Kota Binjai Zulkarnain Asri.
1. Wujudkan program pemerintah daerah menjadi Binjai kota religius

Dalam Islam, jelas Zulkarnain, seorang Muslim memang diwajibkan mengenakan busana yang menutupi aurat. Apalagi secara syariat ini diatur dalam Alquran dan hadis. Meskipun demikian terdapat pengecualian dalam konteks berbusana di Kota Binjai, karena terdapat sebagian kecil penduduknya bukan pemeluk agama Islam.
Oleh karena itu, MUI Kota Binjai berpandangan penting bagi Pemerintah Kota Binjai untuk memberlakukan perda khusus penggunaan busana sopan dan rapih, ketika seseorang berada di tempat umum ataupun di lembaga-lembaga pelayanan publik.
"Usulan ini tentunya menjadi salah satu usaha MUI Kota Binjai mendukung program Pemerintah Daerah dalam mewujudkan Binjai Kota Religius," ujar Zulkarnain Asri.
2. Fatwa sangat penting sebagai sarana edukasi dan panduan bagi umat Islam

Sebelumnya dalam muzarakah yang dibuka Wakil Ketua MUI Kota Binjai Pandapotan Harahap dan diikuti perwakilan setiap komisi, Zulkarnain Asri menyebut, perlunya pengurus MUI memahami teknis, prosedur dan mekanisme penetapan fatwa.
Dalam hal ini, katanya, fatwa adalah sebuah jawaban atau pendapat hukum dari seorang ulama maupun hasil kesepakatan banyak ulama terhadap suatu permasalahan melalui pendekatan hukum Islam, yang berpedoman pada Alquran, hadis, ijma', dan qiyas.
"Penetapan fatwa dalam berbagai persoalan menjadi sangat penting sebagai sarana edukasi dan panduan bagi umat Islam dalam menerapkan hukum syariat di seluruh aspek kehidupan," jelas Zulkarnain Asri.
3. MUI berharap kepada pengurus aktif mensosialisasikannya kepada umat

Jika dalilnya jelas dan kuat, papar dia, maka fatwa yang ditetapkan tidak perlu diragukan lagi. Namun jika ada selisih pendapat atau terjadi khilafiah antar ulama, maka pembahasannya harus melalui rapat khusus komisi fatwa dengan melibatkan para pakar.
Meskipun demikian dia tetap mengharapkan pengurus MUI tidak hanya berperan dalam menetapkan sebuah fatwa, tapi juga aktif mensosialisasikannya kepada umat, baik terhadap fatwa yang ditetapkan MUI Pusat maupun fatwa dari MUI daerah.
Selain itu, sambung Zulkarnain Asri, perlu pula sinergitas dan kolaborasi antara MUI dan Pemerintah, untuk menjadikan fatwa sebagai dasar penetapan perda, ataupun sebagai Undang-Undang.
"Sebab ada kalanya terjadi ketidakcocokan antara fatwa MUI Pusat dengan kondisi kearifan lokal di suatu daerah. Di sinilah perlunya MUI daerah berkonsultasi dengan MUI Pusat," tegas Zulkarnain Asri.