Inflasi Tertinggi, Sumut Klaim Kelebihan Produksi Beras dan Cabai

Medan, IDN Times – Sumatera Utara menduduki peringkat pertama sebagai provinsi dengan tingkat inflasi tertinggi pada September 2025 (YoY). Inflasi Sumut berada di angka 5,32 persen.
Komoditas pangan menjadi penyuntik tingginya inflasi. Namun Pemprov Sumut mengklaim teranyar mereka mencatatkan surplus produksi beras dan cabai merah. Dua komoditas ini kerap memengaruhi laju inflasi. Pemerintah Sumut optimis, kelebihan pasokan tersebut dapat menekan gejolak harga dan memperkuat ketahanan pangan daerah.
1. Produksi gabah kering mencapai 2,7 ton

Berdasarkan data Dinas Ketahanan Pangan (Ketapang) dan Hortikultura Sumut, sepanjang Januari hingga September 2025, produksi gabah kering giling (GKG) mencapai 2,7 juta ton. Setelah dikonversi, jumlah itu setara dengan 1,7 juta ton beras, sementara kebutuhan konsumsi masyarakat hanya sekitar 1,2 juta ton per tahun.
Pada Oktober ini produksi GKG mencapai 278 ribu ton, kalau dikonversi ke beras maka produksinya 145 ribu ton.
“Kebutuhan konsumsi beras untuk 15 juta penduduk Sumut diperkirakan mencapai 145,5 ribu ton. Artinya ada surplus 100.000 ton untuk bulan ini,” kata Sekretaris Dinas Ketahanan Pangan dan Hortikultura, Yusfahri Perangin-angin, dalam temu pers di Kantor Gubernur Sumut, Selasa (7/10/2025).
2. Cabai merah diklaim surplus signifikan

Tak hanya beras, produksi cabai merah Sumut juga mengalami surplus signifikan. Dari Januari hingga September 2025, total produksi mencapai 183 ribu ton, sementara kebutuhan konsumsi masyarakat sekitar 91 ribu ton.
“Sumut memiliki banyak daerah sentra produksi cabai merah seperti Kabupaten Karo, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Batubara, Dairi, dan Simalungun. Jadi secara produksi, kita sebenarnya surplus,” tutur Yusfahri.
Angka surplus ini menunjukkan potensi besar Sumut sebagai daerah penyangga pangan nasional, terutama untuk pasokan cabai ke provinsi lain seperti Riau, Sumatera Barat, dan Aceh.
3. Pemprov Sumut akan menekan harga pasar dengan Gerakan Pangan Murah

Kelebihan pasokan tak selalu menjamin harga murah, apalagi jika distribusinya belum merata. Karena itu, Pemprov Sumut melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan, ESDM bekerja sama dengan Perum Bulog Kanwil Sumut menggelar Gerakan Pasar Murah dan Gerakan Pangan Murah (GPM) di berbagai daerah.
Kepala Dinas Perindag ESDM Sumut, Fitra Kurnia, mengatakan bahwa pihaknya telah menyalurkan 147.750 ton beras SPHP kepada masyarakat pada periode 25 Agustus hingga 12 September 2025.
“Tujuannya untuk menjaga stabilitas harga pangan sekaligus meningkatkan daya beli masyarakat,” ujarnya.
Langkah ini menjadi bentuk nyata sinergi antara pemerintah daerah dan Bulog dalam menstabilkan harga kebutuhan pokok menjelang akhir tahun, ketika permintaan biasanya meningkat.
Kepala Biro Perekonomian Setdaprov Sumut, Poppy Marulita Hutagalung, menegaskan pentingnya kerja sama antar daerah dalam distribusi hasil pertanian. Sebagian cabai merah asal Sumut dipasarkan ke luar provinsi, sehingga rantai distribusi yang panjang kerap memicu fluktuasi harga.
"Pemprov Sumut juga segera melakukan pemangkasan rantai distribusi yang dianggap terlalu panjang," katanya.
Sementara itu, Pimpinan Wilayah Perum Bulog Sumut, Budi Cahyanto, menyebut bahwa panen yang tidak merata serta gangguan hama sempat memicu kelangkaan pasokan di beberapa wilayah. Namun, situasi diprediksi membaik dalam waktu dekat.
“Biasanya di akhir tahun terjadi peningkatan permintaan karena adanya berbagai perayaan hari besar. Meski begitu, Bulog tetap berkomitmen mendistribusikan bantuan beras ke seluruh wilayah Sumut,” ujar Budi.