Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Kisah Unik Asal-Usul Nama Kecamatan Medan yang Jarang Diketahui!

dok.pribadi /Mangara Wahyudi
Intinya sih...
  • Medan Helvetia: Enklave Swiss di Deli
  • Medan Marelan: Evolusi dari "Maryland Estate"
  • Medan Labuhan: Sejarah maritim Kesultanan Deli
  • Pulo Brayan: Nama datuk sakti atau pulau berayun?
  • Medan Petisah: Asal nama dari pabrik es di era 1960-an

Setiap hari kita melewati jalanan Kota Medan, menyebut nama-nama kecamatannya tanpa berpikir dua kali. "Mau ke Helvetia," "Nongkrong di Petisah," atau "Ada urusan di Marelan." Nama-nama ini begitu akrab di telinga, seolah sudah ada dari sananya. Tapi, pernahkah kamu bertanya, kenapa namanya begitu?

Ternyata, di balik setiap nama kecamatan di kota kita ini tersimpan cerita yang luar biasa. Ini bukan sekadar label administratif, melainkan kepingan puzzle sejarah tentang sultan, tuan kebun dari Eropa, pedagang dari India, hingga celetukan iseng para pekerja pabrik es.

Mengetahui asal-usulnya seperti membuka kapsul waktu, membuat kita lebih mengerti jiwa dan identitas Medan sebagai "miniatur Indonesia". Mari kita telusuri lima kisah tak terduga di balik nama-nama kecamatan ikonik di Medan!

1. Medan Helvetia: Sepetak tanah Swiss di jantung Deli

Cuplikan Medan Helvetia (youtube.com/ Mass Bro Tutorial Official)

Mendengar nama "Helvetia", pasti langsung terasa asing, kan? Benar saja, nama ini memang bukan berasal dari bahasa lokal. "Helvetia" merupakan nama Latin untuk negara Swiss. Hal ini sebenarnya dimulai sejak 1865, saat itu dua pengusaha perkebunan yang berasal Swiss yakni Mots dan Breker diberi izin oleh Sultan Deli untuk membuka lahan tembakau.

Perkebunan tembakau yang mereka buka awalnya bernama "Konigsgrätz", namun kemudian berganti nama kembali menjadi "Helvetia" hal itu dilakukan sebagai bentuk kecintaan mereka pada tanah airnya. Penamaan ini adalah penegasan identitas Eropa di tengah-tengah kesultanan, menciptakan sebuah "enklave" Swiss yang lengkap dengan gaya hidup kolonial bagi para tuan kebun.

Setelah Indonesia merdeka, era perkebunan berakhir dan lahan itu berubah menjadi pemukiman padat. Namun, namanya tetap abadi, menjadi pengingat bisu akan jejak para tuan kebun Swiss yang pernah berjaya di tanah Deli, yang membangun kejayaannya di atas kerja keras para kuli kontrak dari berbagai daerah.

2. Medan Marelan: dari "Maryland" salah ucap jadi nama resmi

Cuplikan Marelan (youtube.com/ MassBro Tutorial Official)

2. Medan Marelan: dari "Maryland" salah ucap jadi nama resmi

Kalau Helvetia berbau Swiss, Marelan punya aroma Amerika! Kamu boleh percaya atau tidak, nama "Marelan" adalah hasil evolusi dari "Maryland Estate", ini adalah nama perkebunan milik investor Amerika atau Inggris. Ini membuktikan betapa menariknya Deli di masa lalu bagi modal dari berbagai penjuru dunia.

Lalu, bagaimana "Maryland" bisa berubah menjadi "Marelan"? Jawabannya sederhana: lidah orang lokal! Masyarakat setempat yang tidak terbiasa dengan pelafalan bahasa Inggris secara alami menyesuaikannya menjadi "Marelan" yang lebih gampang diucapkan. Fenomena ini dalam ilmu bahasa disebut "adaptasi fonetik".

Nama "dari rakyat" ini ternyata begitu populer hingga akhirnya pada tahun 1992, pemerintah meresmikannya menjadi nama kecamatan. Sebuah bukti nyata bahwa suara rakyat kadang bisa mengubah peta!

3. Medan Labuhan: gerbang dunia kesultanan Deli

Cuplikan Medan Labuhan (youtube.com/MassBro Tutorial Official)

3. Medan Labuhan: gerbang dunia kesultanan Deli

Jauh sebelum para tuan kebun Eropa datang, Medan sudah menjadi pusat kekuasaan dan perdagangan. Buktinya ada pada nama "Medan Labuhan". "Labuhan" secara harfiah berarti pelabuhan, dan kawasan ini memang dulunya adalah jantung maritim Kesultanan Deli.11 Bahkan, Labuhan adalah ibu kota pertama Kesultanan Deli sebelum pusat pemerintahan pindah lebih ke darat.

Asal-usul namanya punya sentuhan internasional yang unik. Sekitar tahun 1692, pelabuhan ini sangat ramai disinggahi kapal-kapal dagang, terutama dari New Delhi, India. Saking seringnya para pedagang India berlabuh di sana, masyarakat lokal pun menjuluki tempat itu "Pelabuhan Delhi". Seiring waktu, frasa itu menyusut dan disingkat menjadi "Labuhan" saja.

Nama ini membekukan momen sejarah ketika jantung ekonomi kota ini berada di tepi laut, menghubungkan Kesultanan Deli dengan dunia luar. Ketika ekonomi bergeser ke perkebunan, pusat kota pun ikut bergeser, namun nama Labuhan tetap menjadi saksi bisu kejayaan maritim masa lampau.

4. Pulo Brayan: kisah datuk sakti atau pulau yang berayun?

Cuplikan Pulo Brayan (youtube.com/MassBro Tutorial Official)

4. Pulo Brayan: kisah datuk sakti atau pulau yang berayun?

Nama Pulo Brayan menyimpan dua versi cerita yang sama-sama menarik. Versi pertama, yang didukung bukti sejarah, menyebutkan nama aslinya adalah "Pulu Brayan". Dalam bahasa Melayu-Karo, "Pulu" berarti sebuah wilayah kekuasaan seorang datuk (kepala adat). Jadi, "Pulu Brayan" artinya adalah "Kawasan Milik Datuk Brayan". Teori yang ada ini diperkuat juga oleh fakta bahwa Guru Patimpus sang pendiri kota Medan menikahi putri dari Datuk Pulo Brayan.

Versi kedua lebih puitis. Konon, endapan lumpur dari Sungai Deli membentuk sebuah daratan kecil di tengah sungai. Rerumputan yang tumbuh di atasnya akan tampak "berayun" saat diterpa arus sungai, sehingga masyarakat menamainya "Pulau Berayun", yang lama-kelamaan lafalnya berubah menjadi "Pulo Brayan".

Pergeseran dari "Pulu" (wilayah kekuasaan) menjadi "Pulo" (pulau) mungkin terjadi karena ingatan masyarakat akan sistem kedatuan mulai memudar. Namun, dalam sejarahnya "Pulu Brayan" masih tercatat jelas pada nama stasiun dan bengkel kereta api besar yang dibangun Belanda di sana.

5. Medan Petisah: lahir daripeti es yang selalu basah

Cuplikan Medan Petisah ( youtube.com/MassBro Tutorial Official)

Inilah cerita yang paling merakyat dan modern. Asal mula nama "Petisah" ternyata tidak datang dari sultan atau tuan kebun, melainkan dari sebuah pabrik es di era 1960-an! Di Jalan S. Parman, pernah berdiri sebuah pabrik es balok terkenal bernama "Sari Petojo Es". Pabrik ini mendistribusikan es balok dalam jumlah besar menggunakan peti-peti kayu.

Karena es di dalamnya terus mencair, peti-peti kayu itu tentu saja selalu dalam kondisi basah. Para pekerja dan warga sekitar pun mulai menjuluki area itu dengan sebutan praktis berdasarkan ciri khasnya tempatnya "peti basah".Dalam percakapan sehari-hari yang cepat, frasa "peti basah" lama-lama melebur dan berevolusi menjadi satu kata ringkas: "Petisah".

Julukan iseng ini ternyata melekat kuat di benak warga. Saking populernya, ketika pemerintah membentuk kecamatan baru di wilayah itu pada tahun 1991, nama "Petisah" yang lahir dari celetukan warga inilah yang akhirnya dipilih menjadi nama resmi.

Bagaimana? Menarik, bukan? Lima nama, lima cerita, lima jendela ke masa lalu Kota Medan yang kaya warna. Lain kali kamu melintasi Helvetia, Marelan, Labuhan, Pulo Brayan, atau Petisah, mungkin kamu akan melihatnya dengan cara yang sedikit berbeda. Kecamatan mana yang ceritanya paling membuatmu kaget? Atau mungkin kamu punya cerita unik tentang nama daerahmu sendiri? Bagikan artikel ini dan ceritakan di kolom komentar, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us