Geliat Filsafatian, Lagunya Konsisten Suarakan Hak Kaum Marginal

Medan, IDN Times - Keberanian mengalir dalam tiap patahan-patahan lirik yang ditulis secara apik oleh band asal Medan, Filsafatian. Maka tidak heran, di samping liriknya yang berani, muncul dengan gamblang keresahan masyarakat soal problematika sosial.
Filsafatian hadir sebagai perpanjangan tangan masyarakat, khususnya golongan-golongan yang termarginalkan. Hingga 15 tahun berkarya, Filsafatian masih konsisten memproduksi dan menyenandungkan lagu-lagu yang sangat dekat dengan kehidupan.
Sebagai band bawah tanah, suara-suara pergerakan disampaikan secara masif. Meskipun kini diterpa gelombang dan isu pembungkaman karya seni seperti yang dialami band Sukatani, namun Filsafatian percaya bahwa kebenaran akan selalu mempunyai jalan.
1. Ilmu Filsafat dan realitas sosial mengilhami band asal Medan bernama Filsafatian

Seperti namanya yang mencatut disiplin "filsafat", maka band Filsafatian disebut oleh Santus Sitorus, sang vokalis, sebagai kumpulan orang-orang yang berfilsafat. Maka tak heran, lagu-lagu mereka banyak pula menyoal problematika manusia.
"Nama Filsafatian adalah nama yang dicetuskan oleh Ratna Dewi Silalahi selaku Manager dari Filsafatian, dengan melihat aktivitas manusia sehari-hari yang selalu erat dan bergaul dengan filsafat di segala lapisan. Dibuatlah nama Filsafatian yang memiliki arti 'orang-orang yang berfilsafat'. Dan Filsafatian memilih untuk bebas dalam memainkan musik," aku Santus.
Musik bagi Filsafatian merupakan bahasa universal yang mampu menyampaikan pesan moral kepada segala lapisan masyarakat. Sehingga segala jenis alunan, ritme, dan genre dimainkan untuk membantu penyampaian maksud dalam lirik yang ditulis dengan ideal.
"Kebebasan dalam bermusik adalah hal utama bagi Filsafatian. Dalam proses penciptaan lagu misalnya, sudah pasti paduan unsur filsafat menjadi tolok ukur dalam musik Filsafatian. Dengan melihat kejadian politik, sosial, dan kehidupan lainnya yang sering kali sulit tersampaikan dalam percakapan sehari-hari. Maka untuk menciptakan suara yang unik dan provokatif dituangkanlah lirik-lirik yang selaras dengan fenomena sosial itu," lanjut Santus.
2. Filsafatian konsisten menyuarakan keresahan dan hak-hak kaum marginal

Filsafatian dibentuk pada 27 Agustus 2010 di Medan, Sumatera Utara. 15 tahun bermusik, Filsafatian telah mengalami pergantian member. Hingga sekarang formasi kolaborator terakhir adalah Santus Sitorus (Guitar Vocal), Boim (Guitar Vocal), Restu Purba (Bass), dan Aci Simatupang (Drum).
Sejauh ini Filsafatian telah memiliki 3 album dan 4 single. Lagu-lagunya yang masyhur antara lain seperti "Revolusi Mentel", "Negri Kompromi", hingga "Bakar Mati".
"Filsafatian mengedepankan lirik-lirik yang kuat dan berani, yang sering kali membahas isu-isu sosial dan politik yang memang menjadi keresahan banyak orang yang tak memiliki kesempatan atau keberanian untuk mengutarakan. Secara keseluruhan lirik Filsafatian bersumber dari ide dan pembicaraan masyarakat arus bawah, yang dialami dan dirasakan secara nyata. Baik itu kegembiraan, maupun kesakitan akibat penindasan dan ketidakadilan yang benar-benar ada," sebut Santus.
Setelah melihat fenomena yang ada, tak semua orang mau dan tergugah untuk menyuarakan keresahan masyarakat. Terlebih dengan melihat banyaknya jiwa-jiwa apatis dan orang-orang kritis yang hanya sebatas sampai di meja-meja kedai kopi saja.
"Harapan Filsafatian adalah bisa menyampaikannya kepada publik untuk menggugah hati dan perasaan, agar semua orang memiliki kemauan dan daya kritis," katanya.
Dalam belantika bermusik, mayoritas masyarakat Indonesia kebanyakan menggemari genre-genre yang mengangkat dunia percintaan. Hal tersebut dibuktikan dengan daftar teratas musik-musik yang didengar.
Namun Filsafatian tidak tergugah pada pasar yang ada. Bagi mereka pasar alih-alih merupakan proses penciptaan arena kesempatan untuk menyampaikan pendapat, kritik, dan suara-suara yang terpendam.
"Dan sudah dibuktikan oleh para musisi pendahulu yang kerap menyuarakan isu sosial dan kritik membangun," beber Santus.
3. Jalan terjal Filsafatian menghadapi sejumlah intimidasi, lagu-lagunya pernah dilarang dinyanyikan di panggung

Karena lirik-liriknya yang berani, tak jarang pula Filsafatian mendapat beragam kecaman. Meskipun tak pernah mendapatkan intimidasi secara fisik, namun mereka pernah beberapa kali dilarang membawakan sejumlah lagu-lagunya.
"Beberapa kali turun panggung ada, mendapat teguran dan sikap arogan juga ada dari pihak keamanan. Beberapa kali kami juga mengalami pelarangan seperti sejumlah lagu yang akan dibawakan. Itu dilarang oleh pihak penyelenggara. Sering sebelum manggung, list lagu yang akan dibawakan dicoret beberapa karena mereka merasa lagu Filsafatian tidak pantas dibawakan," tutur Santus.
Lagu-lagu Filsafatian yang sering dilarang ialah yang berjudul "Revolusi Mentel", "Pening & Berang", "Bakar Mati", dan "Negri Kompromi". Bahkan tidak sampai di situ, sejumlah akun anomim di media sosial yang mengaku aparat juga pernah mengancam mereka.
Apa yang dialami Sukatani sebagai band bawah tanah juga sedikit banyak dialami Filsafatian. Namun perlakuan tidak menyenangkan itu bagi Filsafatian justru menjadi pemicu utama untuk lebih melebarkan lagi area dan kesempatan untuk bersuara.
"Momen seperti yang terjadi sekarang harusnya dipakai untuk memperkuat kemauan dan kesadaran masyarakat untuk berani menyuarakan hak-haknya. Berharap banyak orang menjadi terbuka pikirannya untuk berani speak up dan mendengarkan aspirasi yang selama ini terpendam," pungkasnya.