Belajar Kelola Lingkungan Ramah Anak dari Kampung Edukasi Sampah

Masuk ke RT 23 RW 07 Kelurahan Sekardangan, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur seperti seakan berada ke lorong waktu yang membawa ke masa depan. Atmosfernya sangat berbeda dibanding RT RW lain di sekitarnya.
Gapuranya bercorak batik bertuliskan Selamat Datang di Kampung Edukasi Sampah. Di dekat gapura terdapat taman berbentuk lingkaran, di tengahnya berdiri tegak pohon rindang, rumputnya terawat. Sepanjang jalan RT RW ini di hiasi kanopi hidup dari pohon anggur.
Begitu melangkah melewati gerbang, mata akan langsung tertuju ke dinding belakang taman yang penuh mural. Pada dindingnya ada pintu kecil bertuliskan Sampah Jadi Berkah, ternyata itu adalah Bank Sampah. Di lantai dua bank sampah terdapat solar panel untuk pembangkit listrik tenaga surya.
Tim IDN Times yang berkunjung ke tempat ini beberapa waktu lalu berdecak kagum. Kehadiran kami disambut seorang pemandu dan langsung mengarahkan kami ke Area Kolaborasi Kampung Edukasi Sampah untuk mendengarkan safety induction. Seperti masuk ke perusahaan besar.
Tak habis pikir bagaimana jalaran pohon anggur bisa dijadikan kanopi hidup oleh warga. Disela-sela pohon anggur terdapat lampion sebagai lampu jalan. Lampion-lampion ini ternyata menggunakan listrik tenaga surya dari solar panel yang dibeli dari uang hadiah perlombaan antar kampung tingkat provinsi.
Tiba di Area Kolaborasi yang biasa digunakan untuk meeting point, Tim IDN Times langsung disambut senyum ramah Edy Priyanto, mantan Ketua RT 23. Area kolaborasi ini seyogyanya adalah teras belakang rumah Edy yang digunakan untuk safety induction pada siapapun yang datang.
“Awal 2016 waktu baru pindah ke sini, warga masih individualis karena kebanyakan pendatang dan lahan pekarangan di setiap rumah itu sempit. Saya berpikir bagaimana perumahan RT 23 ini jadi tempat yang ramah buat anak dan ramah lingkungan,” kata Edy membuka perbincangan.
Karena aktif dalam kegiatan masyarakat, Edy ditunjuk warga untuk menjadi Ketua RT. Edy bersedia untuk memimpin 50 KK di RT tersebut tetapi dengan satu syarat.
“Waktu dipilih jadi RT, saya cuma minta mereka mengikuti apa yang saya rencanakan,” kenangnya.
Meski kini sudah tidak lagi menjabat Ketua RT sejak 2021, ia masih aktif membantu masyarakat untuk mengembangkan Kampung Edukasi Sampah.

Edy adalah pria kelahiran Klaten, 23 Oktober 1976 ia menyandang gelar Magister Manajemen, menjabat Direktur SDM di salah satu BUMN, serta pengajar di Airlangga Executive Education Center. Tak hanya untuk pekerjaan, Edy mencurahkan pengetahuannya tentang lingkungan untuk diterapkan di RT yang ia pimpin dan dalam kehidupannya sehari-hari.
Prinsip Edy, perubahan harus dimulai dari diri sendiri, dari hal terkecil, dan dimulai dari sekarang. Ia pun menjelaskan gagasannya pada seluruh warga RT untuk membuat kampung mereka ramah anak dan ramah lingkungan. Semua warga setuju.
“Awalnya warga diajak gotong royong saja susah, saya lakukan pendekatan dengan berbagai cara, akhirnya semua warga mau ikut. Konsepnya adalah berubah, mulai dari hal kecil, yang pertama kali yaitu mengubah cara membuang sampah,” terangnya.
Konsepnya memilah sampah dari rumah. Kemudian didirikan Bank Sampah untuk menampung sampah warga yang bisa didaur ulang. Uang penjualan ke Bank Sampah akan digunakan untuk membayar iuran RT.

Perubahan-perubahan kecil berdampak besar
Dari perubahan kecil itu, perubahan-perubahan lain mengikuti dan warga menjadi sangat peduli terhadap lingkungan. Di antaranya membangun canopi hidup dari tanaman anggur di seluruh komplek, lampu penerangan jalan menggunakan tenaga listrik. Total ada 10 keping solar panel masing-masing 100kwh, jadi total daya yang dihasilkan adalah 1.000 Kwh.
RT 23 juga membuat kawasan bebas asap rokok, mendeklarasikan diri sebagai kampung bebas narkoba pertama di Sidoarjo, dan membuat kawasan permainan tradisional untuk anak-anak.
Selain itu setiap rumah tangga memiliki pertanian hidroponik dan punya komposter takakura. Sedangkan yang komunal menggunakan komposter Aerob. Sehingga sampah bekas makanan rumah tangga bisa jadi kompos organik yang digunakan untuk memupuk tanaman di seluruh komplek. Bahkan kompos organik dan pupuk cair organik buatan warga dibeli oleh kampung lain.
Yang paling keren, RT ini membuat sumur resapan biopori sendiri dan membangun IPAL untuk mendaur ulang air limbah tangga.
“Jadi 75 persen dari volume sampah rumah sudah berhasil didaur ulang, sisa residu sampah rumah tangga dari kampung ini tinggal 25 persen saja,” ungkap pria berkacamata ini.
Untuk keamanan kampung dan sekaligus mengantisipasi warga buang sampah sembarangan, RT ini diawasi 16 unit CCTV yang monitor pengawasnya ada di pos satpam. Selain itu RT juga bisa memantau live dari smartphone.
Sejak saat itu RT 23 RT 02 ini dijuluki sebagai Kampung Edukasi Sampah. Tak berhenti sampai disitu, fasilitas di Kampung Edukasi Sampah juga terus bertambah. Ada laboratorium pembibitan dan penghijauan, ruang perpustakaan digital, ruang penampung dan pencacah sampah, dan lainnya. Uniknya lagi, laporan keuangan RT sudah digital. Sehingga tidak membuat sampah kertas.
Tak dinyana, inisiatif-inisiatif kecil yang digagas Edy selama 5 tahun menjabat Ketua RT membuat Kampung Edukasi Sampah berhasil memenuhi 13 dari 17 poin SDGs.
“Visi Kampung Edukasi Sampah ini adalah berubah, peduli, berbagi. Jadi semua dilakukan bersama-sama, tidak ada yang pakai uang pribadi saya sebagai RT. Persoalan uang sering jadi kendala, untuk mencari uang kas RT, kami sering ikut lomba gapura, lomba kebersihan kampung dan lain-lain. Uangnya menang lomba akan masuk kas untuk membangun fasilitas lain,” jelas pria yang suka bersepeda ini.
Negara-negara anggota Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) merancang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2015. Targetnya, 17 point SDGs yang disepakati bisa tercapai pada tahun 2030.
Ke-17 poin SDGs yaitu tanpa kemiskinan, tanpa kelaparan, kehidupan sehat dan sejahtera, pendidikan berkualitas, kesetaraan gender, air bersih dan sanitasi layak, energi bersih dan terjangkau.
Kemudian pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, industri, inovasi dan infrastruktur, berkurangnya kesenjangan, kota dan permukiman yang berkelanjutan, konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab.
Ada pula soal penanganan perubahan iklim ekosistem lautan, ekosistem daratan, perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh, dan terakhir kemitraan untuk mencapai tujuan.
“SDGs sebenarnya merupakan komitmen bersama untuk mencapai kesejahteraan masyarakat sekaligus tetap melestarikan lingkungan. Bisa dibilang ini adalah cetak biru bersama yang diadopsi semua negara anggota PBB untuk perdamaian dan kemakmuran bagi manusia dan planet Bumi. Dengan memegang prinsip universal, integrasi dan inklusif, untuk meyakinkan bahwa tidak ada satupun yang tertinggal. Jadi pengetahuan ini yang saya tularkan ke Masyarakat, jadi RT ini bisa jadi kampung yang ramah lingkungan dan ramah anak,” terangnya.

Terima 3.000 pengunjung dalam setahun
Meski Edy sudah pensiuan dari Ketua RT, nama Kampung Edukasi Sampah sudah terkenal kemana-mana. Tahun 2024 total ada 3.100 pengunjung yang belajar dan studi banding ke Kampung Edukasi Sampah.
Dari kalangan siswa sekolah, mahasiswa, dosen, termasuk kader lingkungan. Terjauh Bank Sampah dari Bengkulu dan Medan studi banding di tempat ini. Jumlah ini naik 200 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat ada 1.386 orang.
Untuk kelompok atau pelajar yang ingin berkunjung atau studi banding secara berkelompok ke tempat ini harus melakukan pendaftaran ke website kampung digital sampah. Sehingga jumlah tamu berkunjung ke tempat ini bisa diketahui secara rigid.
Tak ingin sukses sendirian, Edy menularkan pengetahuannya pada kampung lain. Salah satunya mendampingi Kampung di Grebes. Kini kampung dikenal sebagai menjadi Kampung Warna-warni Greges Surabaya.
Jabatan Edy sebagai Ketua RT dilanjutkan oleh Hery Sugiono yang sebelumnya menjabat wakil Ketua RT. Tugas Hery lebih berat karena harus mempertahankan dan melanjutkan apa yang sudah dibangun oleh Edy.
Hery Sugiono mengakui tak mudah menjadi RT menggantikan Edy, karena ia bukan orang berpendidikan tinggi. Namun ia tak kecil hati dan berusaha belajar sebanyak mungkin untuk meneruskan apa yang sudah dilakukan Edy di RT 23.
Ia mengaku sangat senang beberapa waktu lalu diundang untuk mengisi workshop Pengelolaan Lingkungan dan Urban Farming yang pesertanya adalah warga Medan Belawan. Dalam workshop Hery menularkan pengetahuan tentang bagaimana melakukan manajemen perubahan warga, pemilahan sampah, pengolahan sampah, manajemen bank sampah, budidaya sayuran melalui media hidroponik, serta menjadikan kampung ramah anak.
Ia juga mempraktikan cara membuat media pembuatan kompos yaitu komposter takakura, komposter aerob dan juga pembuatan pupuk cair organik. Selain itu mereka diajarkan tentang manajemen bank sampah dan pembuatan media tanam sayuran menggunakan hidroponik.
Hery mengakui isu lingkungan dan pengelolaan inovasi keberlanjutan belum diketahui banyak orang. Bahkan yang sudah mengetahui belum tentu mau menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ia berharap bisa terus menjaga keberlanjutan bahkan meningkatkan kualitasnya dari yang sudah ada saat ini.
Gimana dengan kamu, tertarik belajar dari Kampung Edukasi Sampah Sidoarjo?