Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Cara Media Sosial Memanipulasimu Setiap Hari, Sadari dan Kelola!

ilustrasi browsing (pexels.com/Christina Morillo)
ilustrasi browsing (pexels.com/Christina Morillo)
Intinya sih...
  • Algoritma media sosial memperkuat biasmu dan membuatmu terjebak dalam gelembung informasi.
  • Media sosial memanipulasi emosimu lewat postingan dan angka-angka, serta menggunakan akun palsu dan bot untuk menaikkan visibilitas konten tertentu.
  • Desain adiktif media sosial dirancang untuk membuatmu sulit lepas dan terus kembali, meskipun mereka tahu dampak buruknya terhadap kesehatan mental penggunanya.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pernah merasa seperti media sosial tahu banget apa yang kamu suka, dan terus-menerus menyuguhkan hal yang bikin kamu betah scrolling? Nah, di artikel ini kamu bakal tahu cara-cara nyata media sosial memengaruhi pikiran, perasaan, dan keputusan kamu setiap hari.

Kamu juga akan paham bagaimana semua itu bekerja, dampaknya, dan cara cerdas supaya kamu gak terus dikendalikan. Yuk simak!

1. Algoritma yang menyaring dan menguatkan biasmu

ilustrasi browsing (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi browsing (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Setiap kali kamu klik, like, atau scroll lebih lama di suatu konten, algoritma akan mencatatnya. Lalu, ia akan menyuguhkan lebih banyak konten serupa ke timeline kamu. Akibatnya, kamu hanya melihat hal-hal yang kamu setujui atau minati, dan lama-lama kamu terperangkap dalam gelembung informasi. Lingkaran ini membuatmu merasa seolah pandangan kamu itu paling benar, padahal cuma karena kamu tidak lagi melihat sisi lain.

Kalau dibiarkan, ini membuat kamu semakin yakin pada satu sudut pandang saja dan menolak semua yang berbeda. Terutama kalau menyangkut isu sensitif seperti politik atau kepercayaan, orang bisa saling serang hanya karena merasa benar sendiri. Ini mendorong terbentuknya echo chamber, ruang gema digital tempat orang hanya mendengar suara yang sama.

2. Manipulasi emosi lewat postingan dan angka-angka

ilustrasi sosmed (unsplash.com/Nathana Rebouças)
ilustrasi sosmed (unsplash.com/Nathana Rebouças)

Media sosial sering bermain dengan emosimu tanpa kamu sadari. Contohnya, Facebook pernah melakukan eksperimen besar dengan memanipulasi isi timeline pengguna untuk melihat apakah mereka bisa memengaruhi suasana hati. Dan hasilnya? Pengguna yang lebih sering melihat postingan negatif jadi ikut merasa lebih murung.

Bukan cuma itu, fitur seperti like, komentar, dan jumlah share juga punya efek besar. Semakin banyak sebuah konten disukai atau dibagikan, semakin besar pula kecenderungan kita untuk mempercayainya, meskipun isinya bohong. Kita jadi lebih gampang termakan hoaks hanya karena melihat banyak orang terlihat setuju.

3. Akun palsu, bot, dan tekanan sosial buatan

ilustrasi sosial media (unsplash.com/LinkedIn Sales Solutions)
ilustrasi sosial media (unsplash.com/LinkedIn Sales Solutions)

Kamu mungkin tidak sadar, tapi banyak konten yang viral di media sosial didorong oleh akun palsu atau bot. Mereka bekerja secara sistematis untuk menaikkan visibilitas postingan tertentu, terutama yang sensasional atau memecah belah. Setelah itu, manusia beneran ikut menyebarkannya, mengira itu informasi penting.

Fenomena ini menciptakan kesan bahwa banyak orang setuju pada suatu isu, padahal mungkin cuma hasil kerja sekelompok akun palsu. Dalam dunia politik, taktik ini sering dipakai untuk menciptakan dukungan palsu atau menyerang lawan. Manipulasi macam ini terjadi secara global, dan terus berkembang tanpa bisa dihentikan sepenuhnya.

4. Filter yang bikin semakin terisolasi

ilustrasi sosial media (unsplash.com/LinkedIn Sales Solutions)
ilustrasi sosial media (unsplash.com/LinkedIn Sales Solutions)

Karena algoritma hanya menyajikan konten yang kamu sukai, kamu jadi semakin jarang melihat pendapat yang berbeda. Akhirnya kamu cuma berinteraksi dengan orang-orang yang pikirannya serupa. Tanpa sadar, kamu masuk ke zona nyaman digital di mana segala yang kamu lihat dan baca terasa benar, padahal kenyataannya sangat terbatas.

Malah lebih parah, fitur unfollow dan blokir bikin orang makin mudah keluar dari percakapan yang tidak mereka suka. Perlahan tapi pasti, kita membentuk kelompok-kelompok tertutup yang hanya memperkuat pandangan satu arah. Ini adalah pemicu utama polarisasi online yang kini makin sulit dijembatani.

5. Desain adiktif yang bikin susah lepas

ilustrasi browsing (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi browsing (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Desain media sosial dibuat agar kamu terus kembali, terus scrolling, dan makin lama menghabiskan waktu di dalamnya. Fitur seperti notifikasi mendadak, scroll tanpa akhir, dan like yang datang tiba-tiba dirancang untuk memicu dopamin, hormon yang bikin kamu merasa senang dan ingin terus mengulanginya.

Platform-platform ini sebenarnya tahu bahwa desain seperti ini bisa merusak kesehatan mental penggunanya. Tapi karena mereka mendapatkan keuntungan dari setiap detik perhatianmu, mereka memilih untuk tetap melakukannya. Banyak perusahaan media sosial lebih memilih membiarkan kecanduan terjadi demi keuntungan iklan.

Setiap hari, kamu dibentuk oleh apa yang kamu lihat di media sosial. Semuanya dirancang agar kamu terus terhubung dan terus dikendalikan. Tapi kamu masih bisa mengontrol. Mulailah dengan menyaring konten yang kamu konsumsi, batasi waktu online, dan jangan langsung percaya pada hal yang viral. Saat kamu sadar, kamu jadi lebih bebas untuk memilih, bukan dikendalikan oleh layar.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us