Dampak Psikologis Pandemik COVID-19, Penyintas Bisa Tularkan Depresi

Cek kesehatan mental yuk!

Medan, IDN Times- Pandemik COVID-19 belum menunjukkan tanda-tanda berakhir hingga saat ini. Sudah setahun lebih masyarakat berdampingan dengan pandemik COVID1-9. Selain dampak pada kesehatan fisik, tentu pandemik ini juga memberikan dampak terhadap kesehatan mental di tengah masyarakat, bagi yang pernah terpapar maupun tidak. 

Seorang Psikolog, Direktur Minauli Consulting, Biro Psikologi Irna Minauli menilai sejumlah klien yang berkonsultasi mengalami depresi setelah terpapar pandemik COVID-19. Beberapa mengalami gejala dementia (kepikunan). Bahkan, kasus menarik saat ini justru dijumpai pada klien para penyintas COVID-19 yang kemudian mengembangkan depresi.

Katanya, hal itu menunjukkan bahwa pandemik ini juga dapat berpengaruh pada kesehatan mental seseorang. "Pada dasarnya pola yang ada hampir serupa. Masalah kesehatan mental yang ditimbulkan akibat pandemik ini tampaknya dipicu oleh faktor predisposisi yang sebelumnya memang sudah ada dalam diri klien," ujar Irna kepada IDN Times, Sabtu (3/7/2021).

"Misalnya, seseorang yang pada dasarnya memiliki kecemasan berlebih maka selama pandemik ini kecemasannya berkembang lebih parah sehingga dapat mengarah pada depresi," sambungnya.

1. Pada awal pandemik, keluhan yang muncul berupa kelelahan emosional yang diakibatkan karena mereka tidak bisa bebas bepergian

Dampak Psikologis Pandemik COVID-19, Penyintas Bisa Tularkan DepresiIlustrasi Pariwisata (IDN Times/Arief Rahmat)

Irna menyampaikan, pada awal pandemik, keluhan yang muncul berupa kelelahan emosional (emotional fatigue) yang diakibatkan karena mereka tidak bisa bebas bepergian ke mall atau tempat-tempat wisata lainnya.

Kemudian gangguan lain yang muncul berupa gangguan kecemasan (anxiety disorder) yang disertai serangan panik (panic disorder) sehingga mereka merasa jantung berdegup sangat kencang, nafas tersengal dan keluar keringat dingin.

"Ketika diperiksa ke dokter biasanya kondisi fisik mereka tidak ada masalah. Mereka lebih dihantui oleh kecemasan yang seringkali tidak rasional. Banyak juga yang mengalami ketakutan menghadapi kematian," tuturnya.

2. Kasus menarik saat ini justru dijumpai pada klien para penyintas COVID-19 yang kemudian mengembangkan depresi dan dementia

Dampak Psikologis Pandemik COVID-19, Penyintas Bisa Tularkan DepresiIlustrasi ruang isolasi pasien COVID-19. (ANTARA FOTO/Jojon)

Ia menjelaskan, kasus menarik saat ini justru dijumpai pada klien para penyintas COVID-19 yang kemudian mengembangkan depresi dan dementia. "Tampaknya pengalaman traumatis selama mengalami isolasi mandiri ataupun selama di rumah sakit dengan penyakit berat yang dirasakannya membuat klien mengalami trauma," tutur Irna.

Namun, hingga saat ini, kata Irna, para tenaga kesehatan dan dokter belum ada yang datang untuk konsultasi padanya. Irna menilai, para tenaga kesehatan memiliki support system yang bagus serta memiliki pengetahuan tentang obat-obatan sehingga mampu mengatasinya.

"Selain itu mereka juga memiliki daya tahan mental yang cukup baik. Mereka sudah terlatih menghadapi situasi genting selama masa pendidikannya," katanya. 

Baca Juga: RSUD Djoelham Binjai Pesan Obat Ivermectin untuk Pasien COVID-19

3. Sejauh ini tampaknya pemerintah di Sumatera Utara masih kurang memperhatikan masalah kesehatan mental pasca terpapar pandemik COVID-19

Dampak Psikologis Pandemik COVID-19, Penyintas Bisa Tularkan DepresiUnsplash/Alex Jones

Menurut Irna, sejauh ini tampaknya pemerintah di Sumatera Utara masih kurang memperhatikan masalah kesehatan mental pasca terpapar pandemik COVID-19.

"Demikian pula mereka yang mengalami gangguan kecemasan karena ketakutan berlebih terhadap virus ini," ucapnya. 

4. Saat ini, justru generasi millennial yang lebih peduli tentang kondisi kesehatan mental

Dampak Psikologis Pandemik COVID-19, Penyintas Bisa Tularkan DepresiPexels.com/Gustavo Fring

Di tengah pandemik COVID-19, Irna melihat ada kebiasaan baru yang terjadi. Saat ini, justru generasi millennial yang lebih peduli tentang kondisi kesehatan mental.

"Mereka yang lebih banyak datang untuk berkonsultasi. Jika sebelumnya para remaja dan anak muda dibawa oleh orangtuanya untuk konsultasi, saat ini justru merekalah yang meminta orangtuanya untuk membawa mereka konseling," kata Irna.

5. Pemeriksaan mental adalah satu hal penting. Kondisi mental kita kurang lebih sama dengan kondisi fisik

Dampak Psikologis Pandemik COVID-19, Penyintas Bisa Tularkan Depresipexels/@vladbagacian

Bagi Irna, pemeriksaan mental adalah satu hal penting. Kondisi mental kita kurang lebih sama dengan kondisi fisik. Sesekali kita akan merasa tidak enak badan sehingga pergi ke dokter. Demikian pula ada saatnya kondisi psikis kita juga mengalami kondisi yang tidak nyaman sehingga mengganggu pikiran (kognitif), emosi (afektif) dan perilaku (konatif) kita.

"Gangguan ini dapat memengaruhi hubungan dengan orang lain atau pekerjaannya sehingga perlu juga ditangani dengan baik," ucapnya.

Namun, adanya stigma bahwa datang ke psikolog adalah mereka yang “sakit jiwa” membuat sebagian orang mencoba mengatasinya sendiri atau bertanya pada temannya yang kadang juga kurang memahami masalah kejiwaan dengan baik.

"Dengan mendatangi psikolog sebenarnya jauh lebih aman, terutama dari segi kerahasiaan karena pada dasarnya keduanya tidak saling mengenal selain karena adanya kode etik yang harus menjamin kerahasiaan klien. Selain itu, pandangan yang berdasarkan pengetahuan tentang psikologis seseorang sangat membantu klien dalam melihat permasalahannya," ujarnya. 

Baca Juga: Satu Jutaan Warga Sumut Sudah Vaksinasi, Baru 45 Persen Target Awal

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya