Mengenal Wanda, Doktor Orangutan Tapanuli Pertama di Indonesia
Wanda Kuswanda adalah peneliti di BP2LHK Aek Nauli
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Peneliti Utama pada Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli, Dr. Wanda Kuswanda berhasil mempertahankan disertasinya dan berhasil lulus dengan predikat Cum Laude (dengan pujian).
Disertasi yang berjudul “Model Mitigasi Konflik Manusia dan Orangutan Tapanuli pada Lansekap Batangtoru di Kabupaten Tapanuli Selatan” dipresentasikan pada Sidang Terbuka yang dipimpin oleh Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Dr. Muryanto Amin beberapa waktu lalu.
Disertasi yang diselesaikan di bawah bimbingan Prof. Dr. R. Hamdani Harahap, Prof. Dr. Hadi S. Alikodra, dan Prof. Dr. Robert Sibarani ini merupakan satu-satunya penelitian komprehensif tingkat doktoral yang secara khusus meneliti Orangutan Tapanuli di Indonesia. Sehingga peneliti dari BP2LHK Aek Nauli ini resmi menjadi menjadi Doktor Orangutan Tapanuli Pertama di Indonesia.
Sidang Terbuka ini juga disaksikan oleh Ketua Program Studi S3 Pelestarian Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL), Dr. Miswar Budi Mulya, MSi, dan Direktur Sekolah Pasca Sarjana USU, Prof. Dr. Robert Sibarani.
Melalui program doktoral ini, Wanda berhasil menemukan sebuah model mitigasi konflik manusia-satwa liar dengan pendekatan ekologi, sosial-ekonomi, budaya dan kelembagaan dalam skala lansekap. Hasil inilah yang menjadikan Wanda saat ini sebagai satu-satunya Doktor Orangutan Tapanuli di Indonesia.
Yuk simak penjelasannya:
Baca Juga: Kadisnaker Aceh Ditetapkan Jadi Tersangka Kasus Korupsi Jembatan
1. Populasi Orangutan Tapanuli sebagai spesies yang terancam punah masih dapat meningkat
Wanda mengungkapkan bahwa dirinya sangat tertarik untuk terus meneliti Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) yang telah menjadi perhatian nasional dan internasional sebagai spesies paling terancam punah dari jenis orangutan lainnya di Indonesia sejak tahun 2003 saat mulai bekerja di Balai Litbang LHK Aek Nauli sampai sekarang.
“Penelitian terkait Orangutan Tapanuli sangat dibutuhkan untuk menjadi rujukan strategi dan rencana aksi dalam mengembangkan program konservasi orangutan kedepan yang berbasis data dan informasi ilmiah” ujar Wanda seperti dilansir dari website Aeknauli.org.
Pada disertasinya, Wanda menjelaskan bahwa populasi Orangutan Tapanuli sebagai spesies yang terancam punah masih dapat meningkat, salah satunya adalah dengan mitigasi yang tepat dalam menangani konflik antara manusia dan orangutan.
Mitigasi tersebut antara lain yaitu dengan memberikan kompensasi dalam bentuk non tunai kepada petani pemilik lahan, pengamanan habitat dan monitoring populasi pada hutan konservasi, membangun koridor melalui pengayaan pakan di lahan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), serta mengembangkan ekonomi alternatif yang tidak membutuhkan lahan yang luas untuk mengurangi pembukaan lahan baru di habitat orangutan tersebut.
Wanda juga memaparkan bahwa populasi Orangutan Tapanuli pada area seluas 29.192 ha, di Blok Timur (Cagar Alam Dolok Sipirok dan daerah penyangganya) dan Blok Barat (Selatan) yang meliputi Cagar Alam Dolok Sibual-buali dan penyangganya, di Kabupaten Tapanuli Selatan, diperkirakan kepadatannya 0,41-0,65 individu/km2 dengan total populasi sekitar 155 (121-187) individu.
Menurut Wanda, jika dikaitkan dengan hasil kajian daya dukung habitatnya yang dapat mencapai 247 individu, maka populasi Orangutan Tapanuli masih dapat meningkat, walaupun dengan laju pertumbuhan yang lambat. Hal ini dapat dicapai apabila kondisi habitatnya, terutama jika pohon-pohon yang menjadi makanannya dapat dipertahankan.
Baca Juga: 9 Fakta Tentang Orangutan, Terancam Punah dan Terus Diburu