‘Ngaret’ Jadi Budaya Tak Produktif, Grab Punya Solusinya Nih

Ngaret emang bikin rugi guys

Medan, IDN Times - Istilah ‘ngaret’ atau telat memang sudah melekat nih guys. Ternyata ngaret itu sudah jadi budaya di Indonesia. Tentu jadi kebiasaan yang buruk.

Tidak menghargai waktu lebih tepatnya. Padahal itu disadari menimbulkan dampak kerugian untuk kita sendiri.

Bahkan di sisi lain ngaret juga menjadi kebanggaan tersendiri. Itu pun untuk sejumlah orang tertentu. 

Di bidang transportasi, ngaret bakal bikin kacau. Apa lagi di tengah perkembangan zaman yang memang memaksa kita untuk selalu tepat waktu.

Grab, sebagai salah satu aplikator transportasi daring mulai mengkampanyekan #AntiNgaret. Dianggap sebagai solusi penyadaran masyarakat akan pentingnya waktu.

1. Grab kampanyekan #AntiNgaret di delapan kota

‘Ngaret’ Jadi Budaya Tak Produktif, Grab Punya Solusinya NihIDN Times/Prayugo Utomo

Program Grab untuk mengkampanyekan anti ngaret digelar di delapan kota. Mulai dari Semarang Yogyakarta, Bandung, Makassar, Surabaya, Palembang dan Jabodetabek. Medan menjadi salah satunya. Bukan berarti Medan menjadi kota yang paling tinggi indeks toleransi waktunya. Begitu pun kota lainnya.

Fikarwin Zuska, Ketua Departemen Antropologi Sosial FISIP USU mengakui jika ngaret sudah membudaya di Indonesia. Dan itu sangat sulit ditinggalkan.

“Energi kita ataupun Grab yang mau mengkampanyekan ini harus kuat. Tidak hanya bisa sekali. Harus terus dipertahankan. Budaya ngaret ini sudah cukup lama dan disadari keberadaannya,” ujar Fikarwin, Selasa (13/8).

Baca Juga: Grab Klaim Medan Kota Paling Minim Kejahatan Transportasi Online

2. Transportasi daring jadi salah satu solusi ‘ngaret’

‘Ngaret’ Jadi Budaya Tak Produktif, Grab Punya Solusinya NihIDN Times/Prayugo Utomo

Ngaret bisa membuat produktivitas terganggu. Dengan mobilitas masyarakat yang cukup tinggi, transportasi daring bisa menjadi solusi untuk meminimalisir ‘ngaret’.

Kebiasaan ngaret harus diubah. Jangan sampai ngaret menjadi fenomena sosial yang terus menjamur hingga menjadi stereotype di Indonesia.

“Satu sisi ngaret ini adalah perlawanan terhadap ada sistem yang mengatur. Kalau itu sudah jadi habit, perlawanannya tidak ada lagi. Saya apresiasi Grab. Karena budaya anti ngaret ini bagus sekali,” jelasnya.

3. Grab komit jadi transportasi daring anti ngaret

‘Ngaret’ Jadi Budaya Tak Produktif, Grab Punya Solusinya NihIDN Times/Prayugo Utomo

Ken Pratama, City Manager 2-Wheel Medan Grab Indonesia menjelaskan saat ini masyarakat tidak ingin terjebak dalam kebiasaan terus menerus mengulur waktu.

“Mereka yang kami sebut sebagai pejuang #AntiNgaret ini selalu berusaha semaksimal mungkin agar bisa mencapai tujuan dengan on time,” ungkapnya.

Karenanya, Grab menjadikan GrabBike sebagai armada pendukung untuk mereka yang terus mengejar berbagai hal yang berarti, tentunya dengan ketepatan waktu penjemputan.

Dengan jumlah armada yang memadai serta informasi mengenai estimasi waktu kedatangan mitra pengemudi saat memesan, pengguna dapat tiba di tujuan dengan lebih cepat.

“Hal ini sejalan dengan misi baru kami untuk mendorong Indonesia maju dengan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan menciptakan akses kepada layanan harian berkualitas tinggi dan juga aman,” pungkasnya.

Baca Juga: Diresmikan Luhut, Grab Berplat Kuning Mengaspal di Bandara Kualanamu

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya