Kisah Petani Gayo Tembus Pasar Kopi Eropa Lewat Pelabuhan Belawan

Koperasi Petani Kopi Gayo raup omset Rp165 miliar per tahun

Dari daerah pedalaman di Aceh Tengah, Kopi Gayo dibawa ke Pelabuhan Krueng Geukeuh Lhokseumawe menggunakan truk kontainer. Berlayar ke Pelabuhan Belawan, Medan dan mengarungi samudera untuk menembus pasar ekspor Eropa bahkan Amerika Serikat.

Kopi Gayo itu adalah milik Koperasi Petani Kopi Baitul Qiradh Baburrayyan, Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Koperasi ini menghasilkan omset sekitar Rp165 miliar dari ekspor Kopi Gayo ke Eropa dan Amerika Serikat.

 

Langit di Kabupaten Bener Meriah, Aceh sangat cerah pagi itu. Matahari pagi menerangi gunung, pepohonan, hingga kebun kopi yang berada di halaman rumah Pak Hasibuan, tempat saya menginap.

Hari ini saya beserta rombongan petani dan pengolah kopi asal Sipirok, Tapanuli Selatan, Sumut yang berjumlah 38 orang akan melakukan studi banding ke koperasi kelompok petani kopi di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah.

Pukul 08.30 WIB dua bus yang membawa rombongan bersama-sama bergerak menuju Dinas Pertanian Aceh Tengah terlebih dahulu untuk menjalin silaturahmi.

Kedatangan rombongan langsung disambut Plt Kepala Dinas Pertanian Aceh Tengah, Juanda.

Kisah Petani Gayo Tembus Pasar Kopi Eropa Lewat Pelabuhan BelawanPetani Kopi Sipirok studi banding ke KBQ Baburrayyan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

“Aceh tengah ini dijuluki Kota Kopi karena memang Kopi Gayo ini sudah terkenal hingga ke mancanegara. Untuk ladang kopi 49 ribu hektare, varietas Gayo 1 dan Gayo 2, ada pula Ateng (Aceh Tengah). Sedangkan varietas baru yang akan diluncurkan adalah Ateng Super (Gayo 3)," jelas Juanda membuka percakapan dengan para petani.

Untuk penanganan pengolahan di Aceh Tengah di antaranya berkat adanya koperasi petani kopi, kafe, dan mobil kafe. Koperasi besar di Aceh Tengah ada enam.

"Saat ini kelompok petani kopi ada sebanyak 1.500 yang disahkan oleh Bupati. Sebelum disahkan bupati, akan dianggap sebagai kelompok petani kopi ilegal. Sehingga tidak akan dapat bantuan dari pemerintah. Jumlah penyuluh yang ada di Aceh Tengah sebanyak 145 orang," tambah Juanda.

Dari pertemuan ini, Plt Kepala Dinas Pertanian Aceh Tengah, Juanda mengarahkan agar rombongan dibagi dua tim.

Satu rombongan ke Kampung kopi Tebes Lues untuk mempelajari pengolahan kopi hingga ke tahap ekspor.

Satu rombongan lagi ke Koperasi Petani Kopi Baitul Qiradh Baburrayyan untuk belajar tentang pengembangan indikasi geografis dan pengolahan kopi. Saya ikut rombongan ini.

Kisah Petani Gayo Tembus Pasar Kopi Eropa Lewat Pelabuhan BelawanPetani Kopi Sipirok studi banding ke KBQ Baburrayyan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Tiba di koperasi Koperasi Petani Kopi Baitul Qiradh Baburrayyan, rombongan disambut oleh Ketua Koperasi Ridwan Husein, Manajer Pabrik Koperasi, Haris dan Humas Koperasi, Iwan Tosah.

Rombongan langsung dibawa melihat ke pabrik pengolahan kopi. Menurut Iwan Tosah, koperasi menerima greenbean dari petani, lalu akan ditimbang, diuji kualitas baru negosiasi harga.

Koperasi menerima greenbean dari kolektor. Kolektor yang mengumpulkan gabah dari petani dan mengolahnya menjadi greenbean.

"Jadi standar kualitas sudah diajarkan dari level petani hingga kolektor. Misalnya biji kopi yang dijemur diaspal itu tidak akan laku dijual karena memengaruhi kualitas biji kopi," ujar Iwan.

Haris menjelaskan koperasi kopi ini sudah berdiri sejak 2005 dengan anggota hanya 500 orang.

"Sekarang anggotanya sebanyak 5.500 petani yang tergabung dalam 100 kelompok tani atau kolektor. Sedangkan karyawan koperasi berjumlah 100 orang," terangnya.

Semua kopi yang diproses pabrik koperasi adalah milik koperasi petani. Koperasi Baburrayyan mempunyai mesin Huller sebanyak 11 unit disebar ke sejumlah titik agar mudah dijangkau kelompok tani.

Sebanyak 90 persen kebun kopi yang ada di Gayo sudah ada organik. Sisanya masih belajar organik.

"Di sini kami memproses kopi dengan metode semi-wash. Proses sampai pengemasan harus sangat teliti karena untuk diekspor. Biji yang terlalu kecil atau pecah akan dijual lokal atau juga ke Medan," jelasnya.

“Jumlah ekspor yang dilakukan koperasi ke Amerika Serikat dan Eropa sebanyak 110 kontainer per tahun. Harga satu kontainer mencapai Rp1,5 Miliar. Artinya koperasi ini memiliki omset hingga Rp165 miliar per tahun dari ekspor kopi saja,” tambah Iwan.

Omset tersebut belum termasuk lagi kopi-kopi yang tidak layak di ekspor namun dijual pada pembeli lokal. Koperasi ini kini memilik aset sebesar Rp13,9 miliar.

Kami terbelalak mendengarnya. “Kok bisa sebuah koperasi kopi bisa memiliki omset dan aset yang begitu besar,” gumam saya dalam hati.

Namun menurut Iwan, sebelum Pelabuhan Krueng Geukeuh Lhokseumawe dibangun seperti saat ini, koperasi membawa kopi langsung ke Pelabuhan Belawan menggunakan truk kontainer. Waktu tempuh sekitar 18-24 jam.

Namun sejak Pelabuhan Lhokseumawe dikembangkan, pihak koperasi memanfaatkan jasa pelabuhan ini. Jarak tempuh dari Aceh Tengah hanya sekitar 6-8 jam saja.

Kisah Petani Gayo Tembus Pasar Kopi Eropa Lewat Pelabuhan BelawanAktivitas Pelindo 1 Cabang Lhokseumawe yang dikenal juga dengan Pelabuhan Krueng Geukueh (Dok. IDN Times)

Iwan Tosah menjelaskan koperasi ini didirikan pada tanggal 21 Oktober 2002. Dari awalnya didirikan oleh 12 orang, kini anggota KBQ Baburrayan sekitar 6 ribu orang yang meliputi 5.810 petani kopi bersertifikasi, 195 orang masyarakat umum, dan lebih dari 100 karyawan.

“Inisiator pendirian Koperasi Baitul Qiradh Baburrayyan adalah Tarmizi A Karim. Modal pertamanya hanya Rp 5.995.000 yang merupakan hasil patungan beberapa orang,” kenang Iwan.

Menurutnya banyak manfaat yang di dapat para anggota  setelah menjadi anggota koperasi. Satu di antaranya, anggota yang sebagian besar petani kopi dapat meminjamkan dana simpan pinjam untuk keperluan rumah tangga dan lain sebagainya. 

Untuk mendapatkan pinjaman di Koperasi Baitul Qiradh Baburrayyan, para anggota harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan untuk prosedur peminjaman.

“Pelaksanaan perjanjian yang baik berpedoman kepada kesepakatan bersama antara kedua belah pihak dengan mengadakan perjanjian berdasarkan standart kontrak secara islami atau syariah,” jelasnya.

Dalam pengajuan permohonan pinjaman ada beberapa tahap yang harus dilalui oleh setiap anggota, ini merupakan suatu peraturan untuk untuk kelengkapan permohonan pinjaman. Petugas lapangan melakukan survei terhadap pekerjaan, jaminan dan tempat tinggal pemohon.

Petugas membuatkan hasil analisa penyesuaianya dan diserahkan manager. Jika permohonan itu layak manager akan memberikan tanda persetujuan untuk peminjaman.

Dalam pengajuan permohonan pinjaman, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh peminjam. Anggotanya harus anggota yang telah terdaftar, mempunyai kebun yang tetap yang telah dikelola sekurang-kurangnya tiga tahun atau mempunyai gudang kopi yang telah dikelola selama satu tahun.

“Pinjaman diprioritaskan untuk kegiatan yang bersifat produktif antara lain menambah modal kerja bagi anggota yang mempunyai jenis usaha seperti perdagangan, sektor perkebunan, dan pendidikan,” terang Iwan.

Ridwan Husein selaku Ketua Koperasi Baburrayyan juga penggagas MPIG Gayo bercerita pada 2002 dulunya hanya koperasi simpan pinjam. Tapi tidak bisa bersaing dengan bank.

Tahun 2004-2005 mulai berevolusi melirik koperasi petani kopi karena Amerika Serikat dan Eropa sangat berminat dengan kopi organik. Sehingga kita mencoba beralih ke kopi.

"MPIG Gayo berdiri belakangan, sekitar tahun 2010 berdasarkan peraturan pemerintah. Fungsi MPIG adalah untuk melindungi hak paten kopi di daerah. Sehingga tidak bisa diklaim oleh pihak lain," ujarnya.

MPIG tidak boleh memiliki usaha hanya wadah bagi para petani kopi. Ia berharap koperasi petani kopi dan MPIG di Sipirok akan segera bisa berdiri dan berjalan lancar untuk membantu kesejahteraan petani kopi.

Menurut Iwan, pada awalnya para petani yang menjual biji kopi dibayar dengan uang tunai. Namun kini, seiring kemajuan teknologi pembayaran sudah bisa dilalukan secara nontunai.

“Dulu saat bendahara koperasi mengambil uang tunai bernilai miliaran rupiah ke bank di Kota Takengon, mereka pernah dibuntuti oleh orang yang mencurigakan. Saat itu, uang milik petani berhasil diselamatkan, tetapi kejadian itu menjadi pelajaran berharga bagi pengurus KBQ Baburrayyan,” ungkapnya.

Sejak kejadian itu, pengurus KBQ Baburrayyan mulai membayar harga kopi petani dengan menggunakan cek. Transaksi non tunai menggunakan cek lebih aman daripada menggunakan  uang tunai.

Setelah ada fasilitas internet dan SMS banking, KBQ Baburrayyan pun meng-upgrade cara pembayarannya.

Ridwan menambahkan, dengan transaksi non tunai, uang yang diterima petani lebih aman, akurat, cepat dan tepat. Antara kolektor dan petani tidak akan terjadi fitnah. Sebab, berapapun angka yang ditransfer, sejumlah itulah yang tertulis dalam rekening petani.

“Setelah menggunakan internet banking dan SMS Banking, kolektor dan petani tidak pernah lagi komplain kepada pengurus KBQ Baburrayyan. Sebab, begitu uang dikirim laporan akan masuk ke handphone petani,” jelas Ridwan.

Puas dengan pejelasan para pengurus koperasi Baburrayyan, kami kembali pulang ke rumah  Pak Hasibuan untuk beristirahat dan menginap sebelum Kembali ke Sipirok esok harinya.

Apa yang kami dapatkan hari ini, sangat mengispirasi dan menjadi penyemangat para petani kopi Sipirok.

Baca Juga: Perjuangan Panut Hadisiswoyo, 20 Tahun Menjaga Ekosistem Hutan

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya