TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

SMGP Makan Korban, KontraS: Negara Utamakan Kepentingan Bisnis

Negara dianggap abai pada penegakan HAM

Koordinator KontraS Sumut Amin Multazam Lubis. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Medan, IDN Times – Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara kembali menuai kecaman dari publik. Operasional perusahaan itu berulang kali memakan korban.

Kebocoran gas saban kali terjadi. Masyarakat keracunan, bahkan ada yang tewas. Di antara para korban msih  berusia anak.

Dari berbagai kasus  yang  ada, nyaris tidak ada yang ditindak  secara hukum. PT SMGP seakan memiliki impunitas hukum. Meski pun desakan terus bermunculan agar pemerintah melakukan evaluasi terhadap perusahaan.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatra Utara memberikan kritik pedas atas insiden yang berulang itu.

Baca Juga: Jejak Hitam PT SMGP, Berkali-kali Makan Korban hingga Meninggal Dunia

1. Pemerintah seolah mengutamakan kepentingan bisnis ketimbang keselamatan masyarakat

Potret PT SMGP di Mandailing Natal. (Sumber: ksorka-sorikmarapi.com)

Pembangunan pembangkit untuk pemenuhan energi listrik tidak bisa dinafikkan. Namun jika pembangunan itu justru  mengangkangi hak masyarakat, maka sudah seharusnya pemerintah  melakukan evaluasi.

Dalam kasus PT SMGP, pemerintah seakan melakukan pembiaran dengan berbagai insiden  yang terjadi. Koordinator KontraS Sumut Amin Multazam mengatakan, harusnya pemerintah memenuhi hak masyarakat dalam mendapatkan lingkungan hidup  yang baik dan sehat. Itu juga menjadi amanat UUD 1945.

“Amanat UUD 1945 itu harusnya jadi acuan utama dalam melihat persoalan ini. Bahwa keselamatan rakyat, si pemilik kedaulatan Negara, merupakan hal paling utama. Dari beberapa peristiwa yang terjadi, KontraS melihat langkah yang dibangun justru sebaliknya. Berorientasi agar perusahaan tetap beroperasi sembari pelan-pelan mencari solusi penyelesaian. Dalam pandangan kami, hal ini menunjukan negara lebih mengutamakan kepentingan bisnis dan mengabaikan agenda hak asasi manusia,” kata Amin, Selasa (26/4/2022).

2. Penegakan hukum yang seakan tidak bertaji

ilustrasi polisi (IDN Times/Prayugo Utomo)

Amin juga mempertanyakan soal penegakan  hukum dari berbagai insiden akibat operasinal PT SMGP. Mekanisme proses hukum berakhir dengan ketidakpastian. Ini justru  memunculkan pertanyaan ke publik. Kenapa penegakan hukum seakan tidak memiliki taji.

“Proses pemeriksaan yang idealnya menghasilkan temuan fakta dilapangan oleh aparat penegak hukum tidak terakses secara transparan. Apakah murni persoalan Human eror, atau menyangkut hal-hal yang lebih subtansial. Alhasil, penyebab utama kebocoran yang mengakibatkan korban dipihak masyarakat menjadi rancu,” ungkap Amin.

Justru penyelesaian kasus di tengah masyarakat seakan tuntas hanya dengan pemberian santunan. Fenomena seperti ini yang berkontribusi pada potensi keberulangan peristiwa, akibat tidak adanya sanksi hukum yang tegas.

“Maka dari itu, KontraS dalam konteks peristiwa kali ini, mendesak aparat kepolisian menjalankan proses hukum secara tuntas, dengan menggunakan prinsip yang profesional dan transparan,” tegas Amin.

Amin juga mempertanyakan berbagai rekomendasi buah dari investigasi Kementerian ESDM hingga tim Pansus DPRD Mandailing Natal kepada PT SMGP. Peristiwa yang berulang membuktikan, PT SMGP tidak melaksanakannya secara maksimal.

“Dengan demikian, perlu desakan kepada instansi-instansi tersebut untuk lebih serius mengawal rekomendasi yang pernah mereka hasilkan itu,” pungkasnya.

Baca Juga: KESDM Hentikan Sementara SMGP Akibat Kebocoran Gas, 3 Orang Diperiksa

Berita Terkini Lainnya