Puisi Sengkuni Menggema saat Unjuk Rasa Tolak Revisi UU KPK di Medan
Ratusan massa bentang poster penolakan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Polah tingkah sengkuni
Kutu loncat Sengkuni
Sana sini Sengkuni
Mana yang bukan Sengkuni
Puisi berjudul ‘Sengkuni Harga Mati’ milik Emha Ainun Nadjib atau akrab disapa Cak Nun itu memantik unjuk rasa penolakan Revisi Rancangan Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU-KPK) di Medan, Kamis (12/9). Puisi itu dibacakan dengan nada getir. Seperti duka akan kehilangan KPK sebagai lembaga independen.
Penolakan revisi UU KPK memang terus digulir para pegiat anti korupsi di pelosok negeri. Di Medan aksi itu sudah berulanh kali dilakukan oleh Koalisi Rakyat Sumatera Utara Bersih (Korsub).
Sebelumnya tiga orang massa Korsub nekat menyusup di Rapat Paripurna DPRD Sumut untuk membentang poster penolakan revisi UU KPK. Aksi itu bahkan diapresiasi banyak pihak.
Meskipun di sisi lain, beberapa kelompok masyarakat malah balik mendukung revisi UU KPK. Padahal, bagi Korsub, undang-undang ini nantinya akan melemahkan lembaga anti rasuah itu.
Aksi diikuti seratusan massa. Termasuk sejumlah organisasi mahasiswa dari sejumlah kampus di Kota Medan. Mereka membentuk barisan di Tugu Titik Nol Kota Medan.
Baca Juga: Bamsoet Bantah Surpres Menandakan Presiden Sudah Setuju Revisi UU KPK
1. Pemerintah dianggap menjadi aktor pelemahan KPK
Aksi unjuk rasa semakin menarik dengan teatrikal yang disajikan. Teatrikal menampilkan orang dengan topeng tikus yang berkonspirasi untuk melemahkan KPK.
Mereka menarik-narik tokoh yang memegang tulisan KPK. Lantas salah satu lakon topeng tikus membakar peta Indonesia.
“Jika KPK tidak ada Indonesia terbakar. Korupsi akan merajalela,” kata Rahmat, salah seorang massa dalam orasinya.
Dengan diterimanya revisi UU KPK, massa menganggap pemerintahlah yang menjadi aktor pelemahan KPK sebagai lembaga independen.
Baca Juga: I Nyoman Wara Bantah Jadi Capim KPK Titipan Pemerintahan Jokowi