Penembak Hope Hanya Dihukum Azan, Begini Komentar Pedas dari Aktivis
Founder YOSL-OIC: Harusnya peradilan anak yang dijalankan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times – Kasus penembakan Hope, induk Orangutan Sumatra (Pongo Abelii) di Desa Bunga Tanjung, Kecamtan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, Aceh hanya dijatuhi hukuman azan untuk dua pelakunya. Padahal Hope nyaris terbunuh dan terdapat lebih dari 70 peluru di tubuhnya.
Hukuman dari proses diversi itu menuai protes dari aktivis lingkungan.
Dianggap tidak memberikan efek jera, meskipun pelakunya masih dalam usia anak. Perbuatannya pun sangat brutal. Menjadi perhatian dunia saat Hope viral di media sosial.
Hope juga kehilangan bayinya. Orangutan anakan itu mengalami malnutrisi yang cukup hebat. Sehingga tak mampu bertahan dan mati.
Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) memberi komentar pedas. Menurut mereka ini jadi preseden buruk untuk penegakan hukum pada kejahatan lingkungan.
Baca Juga: Jadi Spesies Baru, Berikut 4 Fakta tentang Orangutan Tapanuli
1. Diversi bukan solusi, harusnya peradilan anak tetap berjalan
Kedua pelaku penembakan hanya diberikan sanksi sosial berupa azan Maghrib dan Isya. Founder YOSL-OIC Panut Hadisiswoyo tidak sepakat dengan hukuman itu. Karena dianggap ringan dan tidak memberikan efek jera.
“Ini sangat tidak berimbang. Saya menyarankan dilanjutkan peradilan anaknya. Karena sistem peradilan itu memberikan efek jera kepada pelakunya,” ungkap Panut, Jumat (2/8).
Meskipun dalam Undang-undang, pelaku kejahatan yang masih dalam usia anak dan hukumannya di bawah tujuh tahun harus melalui diversi.Tapi bagi Panut untuk kejahatan lingkungan harusnya mendapat pengecualian.
Baca Juga: NOWUC3, Spot Foto di Hotel Santika untuk Lebih Mengenal Orangutan