TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Makan Korban, Harus Ada Solusi Bijak Tangani Tambang Ilegal Madina

Harus ada langkah tegas dan solusi perekonomian lain

Lokasi tertimbunnya dua penambang ilegal di Madina. (Dok Polres Madina)

Medan, IDN Times – Tambang illegal di Mandailingnatal, Sumatra Utara berulang kali makan korban. Kasus terakhir, dua penambang emas di Kelurahan Tapus, Kecamatan Linggabayu, Kabupaten Madina, tertimbun longsor, Kamis (19/1/2023). Setelah 12 jam evakuasi, mereka ditemukan dalam keadaan meninggal dunia.

Ini hanya satu dari sekian kasus yang terungkap. Keberadaan tambang menjadi polemik. Pada satu sisi, tambang diklaim menjadi sumber penghidupan masyarakat. Di sisi lain, ada ancaman bencana dan kerusakan lingkungan yang serius karena keberadaannya.

Sudah seharusnya pemerintah memberikan keberpihakannya atas polemik yang terjadi. Butuh solusi arif dan bijaksana untuk menghentikan praktik perusakan lingkungan ini.

Baca Juga: Tambang Ilegal Madina Longsor, 2 Orang Pencari Emas Meninggal

1. Lemahnya penegakan hukum menindak tambang ilegal

Proses evakuasi korban tertimbun longsor bekas lubang tambang M3 di Desa Lancat, Kecamatan Linggabayu, Kabupaten Madina, Senin (3/10/2022). (Istimewa)

Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumatra Utara memberi kritik terhadap pemerintahan ihwal tambang illegal di Madina. Deputi II WALHI Sumut Rianda Purba mengatakan, tambang-tambang illegal ada karena pembiaran dari pemerintah. Ini membuktikan buruknya pengawasan dari pemerintah terkait aktifitas tambang ilegal.

“Kejadian ini tentu tidak terlepas dari sistem tata kelola pertambangan minerba masih berkutat pada sistem hukum atau peraturan perundang-undangan yang belum berpihak kelestarian lingkungan dan jaminan kedaulatan rakyat atas sumber daya alam. Tidak adanya konsistensi implementasi hukum, dan lemahnya penegakan hukum,” ujar Rianda, Kamis (26/1/2023).

WALHI juga mempertanyakan keseriusan pemerintah untuk menangani tambang ilegal. Gubernur Sumut sudah berulang kali mengatakan akan menutup tambang ilegal. Berkaca pada banyaknya korban berjatuhan dan dampak lainnya. Namun sampai sekarang tambang – tambang itu tetap eksis.

“Penegakan Hukum tentunya harus massif dalam konteks pertambangan illegal ini, kita tahu bahwa ada niatan akan hal tersebut, namun, kenapa ini lambat dalam realisasinya hingga korban jiwa terus berjatuhan,” ungkapnya.

2. Alternatif mata pencaharian lain untuk masyarakat jadi solusi paling efektif

Aktifitas tambang emas ilegal di Sungai Batang Natal, Madina. (IDN Times)

Kata Rianda, penghentian tambang ilegal juga harus dibarengi solusi dari pemerintah. Jika menutup tanpa ada solusi, kemungkinan masyarakat akan kembali menjadi penambang.

Pemerintah harus menjamin para penambang illegal memiliki sumber ekonomi baru yang berkelanjutan.

WALHi juga mendesak Pemprov Sumut segera menerbitkan Pergub Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengurangan dan Penghapusan Merkuri di Provinsi Sumatera Utara.

Penghapusan merkuri ini sesuai dengan Konvensi Minamata yang telah diratifikasi Indonesia pada September 2017 lalu dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata Tentang Merkuri dan diatur melalui Peraturan Presiden No.21/2019. Peraturan ini memrioritaskan pengurangan dan penghapusan merkuri di empat sektor, yaitu sektor tambang emas rakyat, pembangkitan energi, sektor kesehatan, dan manufaktur.

“Kita mendesak agar Pemerintah serius dalam menangani, menindak, memberikan solusi konkret mata pencaharian alternatif dan kebijakan memadai seperti RAD pengurangan merkuri yang diakibatkan dari praktek pertambangan baik yang ilegal atau legal. Karena, persoalan ini tidak cukup hanya diselesaikan dari satu langkah solutif saja, tapi harus menyeluruh meliputi sistem hukum dan praktek kebijakannya hingga keberpihakan terhadap kelestarian lingkungan dan kedaulatan rakyat atas sumber daya alam,” tukasnya.

Baca Juga: Isu Ajudan Dicopot karena Setoran, Gubernur Edy: Kalian Tahu Saya!

Berita Terkini Lainnya