TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dosen ‘Predator’ Masih Bebas Berkeliaran di Kampus USU

Kisah mahasiswi korban pelecehan dosen menuntut keadilan

Photo by Stefano Pollio on Unsplash

Medan, IDN Times – Kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) USU tercoreng  namanya. Kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan dosen yang mengampu mata kuliah di Departemen Sosiologi merebak. Kasus ini tak kalah heboh dengan kisruh politik nasional.

Satu per satu penyintas bermunculan membuat testimoni. Selama ini para penyintas takut untuk mengungkapkan cerita pahit yang mereka alami. Takut trauma, takut intervensi kampus dan segudang takut lainnya yang merundung korban membuat kasus itu tak muncul ke permukaan. Hanya menjadi desas-desus di kampus yang melahirkan banyak aktivis kelas wahid itu.

Korban yang berani, mengungkapkan kisah pahitnya. Bercerita bagaimana si Dosen berbuat asusila.

Hindun (nama samaran) menjadi salah satu korban aksi bejat si dosen. Kini dia mendapat pendampingan dari Perkumpulan Sada Ahmo (PESADA). Korban lainnya masih berjuang mengumpulkan keberanian untuk membuka kasus itu ke permukaan.

Baca Juga: Ditemukan Tewas di Ladang, Gadis Simalungun Dibunuh Teman Dekatnya

1. Libur semester menjadi awal petaka

scoopwhoop.com

Tim hukum dari WCC Sinceritas-PESADA mengungkapkan penuturan Hindun. Libur semester USU awal 2018 menjadi petaka bagi Hindun.

Saat itu Hindun ke kampusnya, dia bertemu sang dosen berinisial HS.  Saat itu dia meminta perbaikan nilai mata kuliah kepada HS. Obrolan terjadi di antara mereka. HS mengabulkan permintaan perbaikan nilai pada mata kuliah yang diampunya. Lantas HS mengajak Diana untuk meninjau lokasi penelitian. Karena lokasi penelitian itu berada di dekat kampung halamannya

“Korban mengatakan, dia tak langsung mengiyakan. Dia ingin bertanya kepada para seniornya terlebih dahulu,” kata salah satu tim kuasa hukum PESADA Cut Zaleha.  

Dari beberapa orang yang ditanyai, HS dianggap sebagai dosen yang baik. Dia memang sering membuat penelitian dan melibatkan mahasiswa. Ajakan tinjau lokasi yang belakangan dianggap sebagai modus HS dituruti.

Berangkatlah mereka pada 3 Februari 2018. Hindun dijemput HS di seputaran USU. Mobil itu langsung bergerak ke arah kampung halaman.

2. Jalanan sepi jadi saksi bisu bejatnya HS

mashable.com

Selama dalam perjalanan menuju calon tempat penelitian, penyintas dan HS mengobrol biasa. Belum ada pergerakan mencurigakan dari HS.

Sampailah mereka di jalanan yang cukup sepi. HS mulai melancarkan aksinya. Seperti sambaran petir di siang bolong, Hindun terkaget. Tangan HS tiba-tiba menjalar ke arah bagian sensitif Hindun.  Lanjut ke bagian bokong Hindun.

Saat itu, ketakutan merundung Hindun sejadi-jadinya. Tak tahu juga dia mau berbuat apa. Mau melawan, dia juga takut. Dia betul-betul merasa nyawanya dalam keadaan terancam jika melakukan perlawanan.

Berulangkali HS melakukan kebejatannya saat itu. Hindun hanya mampu merapat ke pintu mobil. Berupaya menutupi badannya dengan tas dan jaket.

“Betul takut si Hindun. Dia takut ditendang dari dalam mobil. Takut mati, dan memikirkan orangtuanya,” ujar Cut.

Meski Hindun sudah berupaya menghindar, tangan HS tetap liar. Kebejatan HS cukup berlangsung lama. Hindun mencoba mencari pertolongan. Dia mengontak temannya. Namun saking takutnya, panggilan video dari temannya tak berani diangkat Hindun.

HS memberikan uang Rp200 ribu kepada Hindun untuk ongkos pulang. Hindun yang awalnya menolak uang itu lantas menerima karena HS bersikeras. Hindun turun dari mobil dan masuk ke sebuah sekolah untuk bisa terbebas dari jerat bejat HS.

3. HS Diberi surat peringatan tanpa kop dan stempel resmi dari kampus

PATRIARKI. Kekerasan yang dialami perempuan di dunia maya sebagai produk dari budaya patriarki. Ilustrasi oleh Rappler Indonesia

Kebejatan itu dilaporkan ke kampus. Malah menjadi tekanan psikologis baru bagi Hindun. Berbulan-bulan setelah dilaporkan ke departemennya, Hindun tak mendapat kabar baik soal solusi kasus.

Hingga dia mendapat chat foto surat skorsing kepada HS. Namun anehnya, surat itu seperti asal dibuat. Tanpa kop surat dan stempel resmi kampus. Bahkan beberapa kali HS masih berada di kampus.

Hindun nyaris putus asa. Seakan tidak ada solusi lainnya untuk memberikan rasa keadilan kepada  dirinya.

4. Tuntut HS dipecat supaya kejadian serupa tidak berulang

community.mystar12.com

Saat ini Hindun masih berjuang. Dia memercayakan kasus yang menderanya kepada PESADA. Para penyintas bersama Hindun berharap kasus ini bisa rampung. Supaya bisa memberikan sedikit rasa keadilan. Kampus pun diminta memberikan sanksi tegas kepada pelaku. Jangan sampai, karena ingin melindungi nama baik, kasus ini malah didiamkan.

”Kami dari PESADA sudah bertanya kepada korban. Dia menuntut agar HS itu harus dipecat, diberhentikan,” kata Cut.

Sejauh ini, PESADA sudah bertemu dengan Dekan FISIP USU Muryanto Amin. Dan membahas kasus ini. Pesada juga mendesak USU mengeluarkan kebijakan tegas.  

“Apakah harus jatuh korban dulu banyak-banyak baru ada kebijakan dari kampus,” ujar Cut.

Perlu diingat, kata Cut, kasus pelecehan seksual sangat sensitif. Bahkan, jika pun sudah ada kebijakan belum bisa menjamin rasa keadilan kepada korban.

“Masih banyak langkah yang akan kita lakukan ke depannya. Saya sudah sampaikan , kalau korban misalnya dipanggil, harus dengan pendampingan. Karena ini kasus sensitif. Kita tidak mau, korban malah menjadi korban baru dari tekanan yang diterimanya,” pungkasnya.

5. HS mengakui korbannya lebih dari satu

theguardian.com

Dosen Sosiologi, FISIP USU, berinisial HS mengakui bahwa ada upaya melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswinya.

Menurut HS, saat ini, dirinya sudah menerima teguran peringatan dari pihak fakultas.

“Ya pada tahun lalu, sudah menerima surat teguran. Agar tidak mengulangi dan menjaga perilaku, menjaga nama baik,” ungkapnya kepada wartawan, Kamis (23/5) malam.

Untuk berapa korban ataupun penyintas yang telah HS lecehkan, ia mengaku tidak mengingat jumlah. Namun, yang terbesit dalam pikirannya ada dua mahasiswi.

“Tidak, seingat saya tidak lebih dari tiga orang. Tidak ingat saya. Hanya dua yang saya ingat,” katanya.

Hingga saat ini ia pun belum pernah meminta maaf kepada korbannya tersebut.

Baca Juga: Teman yang Bunuh Novita, Gadis Simalungun Baru Dikenal Lewat Facebook

Berita Terkini Lainnya