TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

DPRD Simalungun Desak Bupati Batalkan Pemberhentian 992 Guru

SK yang dikeluarkan Bupati dinilai sarat kepentingan

Dok. IDN Times/IStimewa

Simalungun, IDN Times - Sejumlah anggota DPRD Kabupaten Simalungun melalui fraksi masing-masing sepakat mendesak Bupati Simalungun, JR Saragih untuk membatalkan Surat Keputusan (SK) pemberhentian sementara jabatan guru fungsional.

SK yang dikeluarkan Bupati dinilai sarat kepentingan pihak tertentu sekaligus merugikan sebanyak 992 orang guru.

Baca Juga: Bupati JR Saragih Berhentikan 992 Guru Fungsional, Ini Alasannya

1. Kebijakan dilakukan terburu-buru

Dok. IDN Times/IStimewa

Ketua Fraksi Nasdem, Benhard Damanik menegaskan bahwa administrasi yang diterapkan Pemkab terburu-buru, tidak disertai kajian mendalam secara hukum. Apalagi usulan Kepala Dinas yang disampaikan kepada Bupati tertanggal 26 Juni 2019 bisa dieksaminasi kurang dari 24 jam, atau ditanggal yang sama. 

Ia pun menegaskan, seharusnya Bupati memperhatikan segara peraturan yang mengatur secara teknis suatu perundang-undangan. Contohnya menanggapi undang-undang nomor 14 tahun 2005, Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008, PP 11 tahun 2017, dan surat ederan Menteri Pendidikan tidak perlu ada SK Bupati. 

"Kadis Pendidikan harus menjelaskan dan mempertanggujawabkan kebijakan yang diusulkan kepada Bupati. Apa yang menjadi dasarnya. Ada masa tenggang waktu sejak terbitnya undang-undang nomor 14 tahun 2005 itu diterapkan kepada siapa? Yang kita tau peraturan yang tidak sarjana tetapi ada pengecualian terhadap yang berusia 56 tahun, ada 58 tahun dan yang masa tugas sudah lebih 20 tahun" jelasnya.

2. Muncul kejanggalan dan konsederasi hukum tidak dilihat

Dok. IDN Times/IStimewa

Dalam surat ederan Dirjen Menteri Pendidikan juga ada pengecualian. Artinya harus dilihat konsederan perundang-undangan yang akan dilaksanakan.

"Kita meminta SK itu dibatalkan. Kenapa? SK Bupati tentang nasib 992 guru fungsional tidak memenuhi unsur. Kita mendukung penerapan undang-undang untuk peningkatan kwalifikasi, tapi ada peraturan atau surat ederan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bahwa ada pengecualian. Kenapa pengecualian ini tidak dilakukan" ucapnya.

Bagi Fraksi PDI Perjuangan yang disampaikan Rospita Sitorus, SK Bupati sangat terburu-buru apalagi kebijakan ini masih berlaku di Pemkab Simalungun. Padahal kebijakan dari perundang-undangan sifatnya nasional. Ia berpandangan, masa transisi dibutuhkan pencermatan hukum dan dampaknya. Artinya, jika undang-undang soal jenjang pendidikan harus diterapkan secara nasional maka pemerintah pusat biasanya mengeluarkan surat ederan. 

3. Jabatan guru fungsional harus dikembalikan pada tempat semula

unsplash.com/stem 4L

Fraksi Golkar melalui Timbul Sibarani dan Demokrat, Dadang  juga memberikan komentar yang tidak jauh berbeda. Yakni, menolak SK Bupati dan mengembalikan posisi guru fungsional kepada jabatan semula.

Desakan ini ditekankan dengan alasan bahwa SK Bupati soal pemberhentian guru fungsional tidak didasari hukum sebagaimana pada undang-undang nomor 12 tahun 2011 dan Permendagri nomor 80 tahun 2015 tentang suatu produk hukum. SK harus dibatalkan karena ada juga pencutunan gelar sebanyak 200 guru bisa dilakukan.

Baca Juga: Detik-detik OTT di BPKD Siantar, 19 Orang Diboyong ke Mapolda Sumut

Berita Terkini Lainnya