Mengenal Sejarah dan Asal Usul Festival Budaya Tabuik Pariaman

Acara puncak Tabuik tahun ini akan digelar 30 Juli 2023

Pariaman tadanga langang, batabuik mangkonyo rami, merupakan sebuah potongan lirik lagu yang mengindikasikan betapa meriahnya Festival Tabuik di Kota Pariaman.

Tabuik tahun ini bakal memberi pengaruh positif bagi masyarakat, terkhusus warga Pariaman. Kendati bagi pandangan sejumlah kalangan, penyelenggaraan Tabuik masih dianggap kontroversial.

Namun, tak banyak yang menyadari bahwa Acara Tabuik telah ada di Pariaman sejak ratusan tahun silam, dan terus berkembang dari sebuah tradisi keagamaan menuju festival budaya. Yuk simak sejarahnya:

1. Asal Mula adanya Tabuik di Pariaman

Mengenal Sejarah dan Asal Usul Festival Budaya Tabuik PariamanWarga nagari Pasa membuat kerangka Tabuik di Pariaman, Sumatera Barat, Rabu (19/7/2023). Dua warga nagari Pasa dan Subarang memulai membuat kerangka tabuik yang tingginya dapat mencapai 12,6 meter itu dalam rangka Pesona Hoyak Tabuik Budaya Piaman 2023 mulai 19 hingga 30 Juli 2023. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Tabuik atau Batabuik (pesta Tabuik) di Kota Pariaman memiliki sejarah panjang dalam setiap penyelenggaraannya. Kata Tabuik sendiri berasal dari bahasa Arab (Ibrani) yakni At-Tabut, yang berarti peti dan keranda.

Menurut Zakaria dkk dalam Penyelenggaraan Pesta Budaya Tabuik: Perspektif Nilai-nilai Agama (2005), orang-orang Mesir Kuno menyebut Tabut sebagai peti yang terbuat dari batu atau kayu, tempat meletakkan mayat. Di atas peti itu ditumbuhi relief dan gambar-gambar kesedihan orang Mesir serta keyakinan pada alam lain.

Sementara itu, Refisrul dalam Jurnal Sejarah Badan Pelestarian Nilai Budaya berjudul Upacara Tabuik : Ritual Keagamaan pada Masyarakat Pariaman (2016) menerangkan perayaan Tabuik di Pariaman berasal dari Bengkulu, yang dibawa oleh Bangsa Cipei atau Keling (Tamil Islam).

Bangsa Cipei tersebut berasal dari India yang oleh Inggris dijadikan serdadu ketika menguasi (mengambil alih) Bengkulu dari tangan Belanda yang dikenal dengan Traktat London 1824. Setelah Belanda kembali merebut Bengkulu dari tangan Inggris dan menukarnya dengan Singapura, sebagian Bangsa Cipei itu mulai bepergian hingga ke Pariaman dan kemudian mengembangkan budaya Tabuik.

Di Pariaman, menurut Buya Hamka dalam Zakaria dkk (2005), Orang Cipei berprofesi sebagai tukang patri. Adanya tradisi Tabuik ini erat kaitannya dengan suatu peristiwa di masa lampau, yakni kisah terbunuhnya Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad di Padang Karbala yang terjadi pada tahun 681 Masehi lalu.

Meninggalnya Husein bin Ali adalah dengan cara dipancung dan jasadnya dicincang oleh tentara Yazid dan Bani Ummayah, kepalanya dipisahkan dari badannya. Peperangan antara kedua belah pihak berlangsung selama 10 hari yakni dari tanggal 1 sampai 10 Muharam.

Selepas terbunuhnya Husein, datang arak-arakan dari langit yang dibawa oleh serombongan malaikat. Mayat Husein diambil beserta semua bagian badan yang terbelah dan dimasukan ke dalam arak-arakan yang kemudian dibawa terbang oleh seekor burak dan seterusnya naik ke atas langit.

Selanjutnya, Refisrul (2016) menceritakan ketika burak naik ke atas langit, pada keranda atau arak-arakan itu ikut pula seorang dari Bangsa Cipai (Sipaki) yang keberadaannya sempat tidak diketahui oleh malaikat. Setelah pertengahan perjalanan, malaikat akhirnya menyadari bahwa ada seorang manusia yang hidup ikut bersama mereka dan bergantung pada keranda jasad Husein.

Malaikat tidak membenarkan tindakan orang Cipei itu untuk ikut dan menyuruhnya turun kembali ke tanah (bumi), tetapi orang tersebut bermohon agar diizinkan ikut terbang karena ia sangat ingin sekali pergi bersama arak-arakan yang membawa jasad Husein itu kemana saja.

Namun, malaikat tetap tidak mengizinkannya dan menurunkannya kembali ke atas tanah (bumi). Sebagai pengobat hatinya, malaikat menyuruh orang Cipei itu untuk membuat arak-arakan sebagaimana dia lihat pada hari itu. Orang Cipei itu akhirnya menuruti anjuran malaikat dan membuat arak-arakan seperti yang dia lihat ketika jasad Husein dibawa ke langit.

Akhirnya, pada tiap-tiap awal bulan Muharam bangsa Cipei menyelenggarakan arak-arakan dalam wujud tabut yang dibawa berkeliling kampung. Dalam perkembangan kemudian, penyelenggaraan upacara yang dikenal sebagai upacara tabuik oleh masyarakat Pariaman menjadi suatu tradisi turun temurun. 

2. Sudah ada sejak 1824 Masehi

Mengenal Sejarah dan Asal Usul Festival Budaya Tabuik PariamanDubalang (algojo) Tabuik Subarang, menebas pohon pisang saat prosesi Manabang Batang Pisang, Pesona Hoyak Tabuik Budaya Piaman 2023 di Pariaman, Sumatera Barat, Minggu (23/7/2023). Menebang batang pisang dengan sekali tebas itu merupakan prosesi kedua Tabuik yang dilakukan nagari Pasa dan Subarang bertepatan dengan 5 muharram 1445 hijriyah. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Dari sejumlah literatur, pelaksanaan tradisi atau upacara tabuik ini di Pariaman resmi dimulai pada tahun 1824 Masehi, dan menjadi permainan anak nagari (masyarakat).

Namun, perayaan Tabuik ini sempat didukung oleh Belanda, yang bertujuan untuk memanfaatkan politik adu domba masyarakat. Pasalnya, upacara Tabuik terjadi prosesi cakak (perkelahian) sesama peserta tabuik.

Pada awalnya, jumlah Tabuik yang ditampilkan delapan buah, di antaranya Tabuik yang berasal dari Cimparuh, Kampung Jawa, (Subarang), Sungai Batang, Padusunan dan Karang Aur.

Adapun, Efrianto dalam Jejak Peradaban Masa Lalu di Kota Pariaman (2016) menuturkan setelah kemerdekaan Republik Indonesia, perayaan Tabuik tidak dilaksanakan setiap tahun. Kondisi ini berkaitan dengan keadaan negara dan masyarakat saat itu yang tidak memungkinkan menggelar kegiatan tersebut. Kendati demikian, pelaksanaanya masih dan tata caranya tetap disakralkan oleh masyarakat.

Pada awal kemerdekaan hingga tahun 1969, jumlah Tabuik di Pariaman ada 5 buah, untuk membuat sebuat Tabuik masyarakat secara bergotong royong mencarikan dana dan membuat Tabuik tersebut. Sayangnya, perayaan Tabuik di Pariaman sempat terhenti dari tahun 1969 sampai dengan 1980.

Kondisi ini disebabkan oleh karena terbatasnya kemampuan masyarakat dalam membiaya pembuatan Tabuik, serta sering terjadinya perkelahian masal ketika acara perayaan Tabuik dilakukan di Kota Pariaman.

Setelah itu, Perayaan tabuik dihidupkan kembali tahun 1980, yaitu semasa Pariaman di bawah pimpinan Bupati Anas Malik. Semenjak itu hingga sekarang, Tabuik yang ditampilkan hanya 2 buah yakni Tabuik Pasar dan Tabuik Subarang (Kampung Jawa) yang pada dasarnya merupakan Tabuik induk (asal) bagi tabuik lainnya.

3. Dari Tradisi menuju Pesta Budaya

Mengenal Sejarah dan Asal Usul Festival Budaya Tabuik PariamanWarga Tabuik Subarang memainkan gendang dan tabuik mini saat prosesi Maarak Jari-jari di Pariaman, Sumatera Barat, Selasa (25/7/2023). Prosesi mengarak replika jari-jari dalam rangkaian Pesona Hoyak Tabuik Piaman 2023 itu bermakna sebagai pengumpulan jasad Imam Husein yaitu cucu Nabi Muhammad SAW yang dibunuh saat perang Karbala. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Tabuik, adalah suatu warisan budaya berbentuk ritual upacara atau perayaan mengenang kematian Husain. Hingga kiwari, pro dan kontra gelaran Tabuik tiap tahunnya terus menyeruak.

Pihak yang menentang adanya Festival Tabuik kerap menuding Tabuik merupakan budaya yang merusak akidah, karena indentik dengan perayaan penganut Islam Syiah, dengan dalih masyarakat Pariaman merupakan penganut Islam Sunni.

Akan tetapi, AA Navis dalam Alam Takambang Menjadi Guru (1986) menegaskan masyarakat Pariaman beranggapan upacara ini sama sekali tidak menyimpang dari akidah. Pelaksanaan Tabuik hanya semata-mata merupakan upacara memperingati Husain.

Perayaan tersebut, seperti yang dijelaskan Maezan Kahli Gibran dalam Tradisi Tabuik di Kota Pariaman (2015), masyarakat Pariaman tidak mempermasalahkan mengenai asal muasal Tabuik Piaman dari kalangan Islam Syiah. Yang penting, bagi mereka adalah bagaimana Tabuik dijaga dan dilestarikan sebagai warisan budaya. 

Tabuik telah diwarisi secara turun menurun oleh masyarakat Pariaman sejak sekitar dua abad yang lalu. Bahkan Festival budaya Tabuik telah masuk agenda wisata tiap tahunnya. Festival Tabuik telah menarik ribuan wisatawan sehingga ditetapkan juga sebagai bagian kekayaan budaya Indonesia, yang mesti dilindungi dan dilestarikan.

Kendati menuai pro dan kontra di tengah masyarakat yang menyikapi Tabuik sebagai budaya yang menyimpang dari ajaran Islam Sunni, akan tetapi budaya Tabuik telah memberi dampak lainnya yang memberi kesejahteraan masyarakat dan mempromosikan dunia parawisata Pariaman berkembang lebih jauh lagi. 

4. Tujuh tahap rangkaian ritual Tabuik

Mengenal Sejarah dan Asal Usul Festival Budaya Tabuik PariamanAnak tabuik Subarang memainkan gendang saat prosesi Maatam di Pariaman, Sumatera Barat, Selasa (25/7/2023). Maatam adalah prosesi pada Pesona Hoyak Tabuik Budaya Piaman 2023 yang menggambarkan kesedihan atas penderitaan yang dialami Husain saat perang Karbala. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Tradisi Tabuik bersifat kolosal karena melibatkan banyak orang, mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan tahap akhir pada penyelesaian puncak acara.

Pada 1910 muncul kesepakatan antar nagari untuk menyesuaikan perayaan Tabuik dengan adat istiadat Minangkabau, sehingga tradisi Tabuik berkembang seperti saat ini. Tabuik terdiri dari dua macam, yakni Tabuik Subarang dan Tabuik Pasa. Keduanya mengacu wilayah yang berbeda.

Tabuik Pasa (pasar) berasal dari sisi selatan sungai yang membelah kota hingga ke tepian Pantai Gandoriah.

Wilayah Pasa dianggap sebagai daerah asal mula tradisi Tabuik. Sedangkan, Tabuik Subarang berasal dari daerah Subarang (seberang), yakni wilayah sisi utara sungai atau daerah yang disebut Kampung Jawa. Tradisi Tabuik dimulai pada tanggal 1 Muharram, namun puncak acara tidak lagi pada tanggal 10 Muharram.

Puncak acara dapat dilakukan pada taggal 10-15 Muharram yang disesuaikan dengan akhir pekan.

Ada tujuh tahap rangkaian ritual Tabui, yaitu mengambil tanah, menebang batang pisang, mataam, mengarak jari-jari, mengarak sorban, tabuik naik pangkek, hoyak tabuik, dan membuang tabuik ke laut. Pada puncak acara, Tabuik diarak menuju Pantai Gandoriah lalu dihoyak atau digoyangkan dan diambil semua benda-benda berharga yang dipasang pada Tabik.

Tahap selanjutnya, Tabuik dilarung ke laut sambil saling dibenturkan yang dilakukan pada saat matahari mulai tenggelam atau menjelang magrib. Pantai Gandoriah menjadi pusat prosesi Tabuik.

5. Berikut jadwal Festival Budaya Tabuik Tahun Ini

Mengenal Sejarah dan Asal Usul Festival Budaya Tabuik PariamanSejumlah anak Nagari Subarang memainkan gendang saat Prosesi Maarak Saroban di Pariaman, Sumatera Barat, Rabu (26/7/2023). Prosesi mengarak saroban dalam rangkaian Pesona Hoyak Tabuik Piaman 2023 itu bertujuan memperlihatkan penutup kepala (sorban) Husein yaitu cucu Nabi Muhammad SAW yang terbunuh dalam perang Karbala. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Tahun ini Pemerintah Kota (Pemkot) Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar) bersama masyarakat setempat menjadwalkan melaksanakan Pesona Hoyak Tabuik Budaya Piaman 2023 mulai dari 19 sampai dengan 30 Juli.

"Kegiatannya tidak saja berupa prosesi Budaya Tabuik namun juga kegiatan keagamaan, lomba, kesenian, dan kebudayaan lainnya serta hiburan rakyat," kata Kepala Bidang Budaya dan Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata dan Budaya Pariaman Emri Joni.

Ia mengatakan sepanjang pelaksanaan Pesona Hoyak Tabuik Budaya Piaman 2023 akan dilaksanakan berbagai kegiatan baik di panggung utama yang berada di Pantai Gandoriah maupun sejumlah lokasi lainnya.

Berikut rangkaian acara Festival Budaya Tabuik tahun ini:

- Pawai obor dan tabligh akbar pada 18 Juli 2023

- Mengambil tanah 19 Juli 2023

- Mengambil batang pisang 23 Juli 2023

- Mataam, Mengarak Jari-jari 24 Juli 2023

- Mengarak sorban 26 Juli 2023

- Tabuik naik pangkek, Hoyak tabuik, dan Membuang tabuik ke laut 30 Juli 2023

Baca Juga: PSMS Nego Striker Asing di Jakarta, Bek Portugal Masih Tes Kesehatan

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya