TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

DKPP Inkonstitusional, Evi Novida Minta Rehabilitasi pada Jokowi

Evi Novida Ginting dipecat sebagai komisioner KPU RI

Evi Novida Ginting dan sejumlah komisioner KPU saat mendatangi DKPP (Dok. IDN Times)

Medan, IDN Times - Mantan Komisioner KPU RI, Evi Novida Ginting Manik menuntut rehabilitasi nama baik dengan mengajukan upaya keberatan administrasi kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, terkait Surat Keputusan Presiden (Keppres) No.34/P Tahun 2020.

Tuntutan tersebut diajukan karena Putusan DKPP No.317-PKE-DKPP/X/2019 dinilai lampaui kewenangan dan langgar konstitusi.

“Melalui upaya administratif keberatan ini, Saya bermohon agar Bapak Presiden melakukan peninjauan kembali terhadap Keppres No 34/P.Tahun 2020 dan merehabilitasi nama baik Saya,” kata Evi Novida Ginting Manik yang sebelumnya menjabat sebagai Anggota KPU RI, saat memberikan keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Jumat (3/4).

Baca Juga: Evi Novida Ginting Dipecat dari KPU RI,  Dadang: Beraroma Politis 

1. Sengketa akan ditindaklanjuti paling lama 10 hari kerja

Evi Novida Ginting dan sejumlah komisioner KPU mendatangi DKPP (Dok. IDN Times)

Evi menyebutkan berdasarkan Pasal 1 angka 16 Undang-undang No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, upaya administratif adalah proses penyelesaian sengketa yang dilakukan dalam lingkungan Administrasi Pemerintahan sebagai akibat dikeluarkannya keputusan dan/atau tindakan yang merugikan.

Lalu pada Pasal 75 ayat (1) disebutkan warga masyarakat yang dirugikan terhadap keputusan dan/atau tindakan dapat mengajukan upaya administratif kepada Pejabat Pemerintahan atau Atasan Pejabat yang menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan.

Sebagaimana yang sudah diketahui, Keppres No.34/P Tahun 2020 merupakan tindaklanjut pelaksanaan Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) No.317-PKE-DKPP/X/2019 tertanggal 18 Maret 2020. Pengajuan upaya keberatan sudah diajukan pada tanggal 1 April 2020. Keppres tertanggal 23 Maret tersebut diterimanya pada 26 Maret 2020.

“Dalam Pasal 77 ayat 1, UU No 30/2014 disebutkan keberatan dapat diajukan dalam waktu paling lama 21 hari kerja sejak diumumkannya Keputusan tersebut oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. Lalu di ayat 2 disebutkan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diajukan secara tertulis kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menetapkan Keputusan. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan menyelesaikan keberatan paling lama 10 hari kerja,” terangnya.

2. DKPP tetap melanjutkan persidangan padahal pengadu sudah mencabut aduanya

Evi Novida Ginting dan sejumlah komisioner KPU mendatangi DKPP (Dok. IDN Times)

Pengajuan upaya administratif keberatan tersebut bagian dari upaya keberatan terhadap Putusan DKPP No.317-PKE-DKPP/X/2019 yang dinilai berbagai pakar hukum dan sejumlah kalangan cacat hukum dan melampaui kewenangan DKPP. Beberapa poin dari putusan yang dianggap cacat hukum dan melampaui kewenangnya.

Pertama DKPP tetap melanjutkan persidangan dan mengambil keputusan atas aduan dugaan pelanggaran kode etik, padahal pengadu sudah mencabut aduanya.

Pasal 155 ayat 2 Undang-undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan DKPP dibentuk untuk memeriksa dan memutus aduan dan/atau laporan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh anggota KPU, anggota KPU Provinsi, Anggota KPU Kabupaten/Kota, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu Provinsi, dan anggota Bawaslu Kabupaten/Kota. Pasal 159 hurup (a) dan (b ) DKPP bertugas (a) Menerima aduan dan/atau laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu dan (b) melakukan penyelidikan dan verifikasi serta pemeriksaan atas aduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu.

Baca Juga: Janggalnya Pemecatan Evi Novida oleh DKPP, Kasus Sama Kok Beda Putusan

Berita Terkini Lainnya