Tangis Ibu dan Protes Massa di Sidang Pledoi 2 Prajurit TNI Bunuh Remaja

- 2 prajurit TNI minta hukuman diringankan dalam sidang pledoi kasus pembunuhan remaja
- Serka Hendra Fransisko minta keringanan hukuman karena harus membiayai operasi istri yang alami tumor otak
- Tangis ibu korban pembunuhan di depan Pengadilan Militer, tak terima oditur tuntut ringan 2 prajurit yang bunuh anaknya
Medan, IDN Times - Sidang pledoi kasus penembakan seorang remaja sampai meninggal dunia oleh 2 prajurit TNI diwarnai aksi protes. Keluarga didampingi puluhan aktivis pembela HAM tidak terima karena Serka Darmen Hutabarat dan Serda Hendra Fransisko pada sidang sebelumnya hanya dituntut 18 bulan dan 1 tahun penjara oleh oditur.
Hukuman tersebut dinilai terlalu ringan untuk kasus pembunuhan yang dilakukan TNI terhadap warga sipil. Terlebih korban merupakan remaja yang masih berumur 13 tahun.
1. Jalani Sidang Pledoi kasus pembunuhan remaja, 2 prajurit TNI minta hukuman diringankan

Sidang pledoi digelar di Pengadilan Militer I-02 Medan pada Kamis (17/7/2025). Dua terdakwa yakni Serka Darmen Hutabarat dan Serda Hendra Fransisko menyampaikan pembelaannya atas peristiwa penembakan yang terjadi pada Minggu (1/6/2024) lalu.
"Terdakwa menyesal dan berjanji tak mengulanginya lagi. Kami memohon kembali (ke Kodim) untuk bisa mengembalikan kepercayaan baik masyarakat maupun rekan-rekan. Para terdakwa berharap diberikan kesempatan pengabdian lebih baik ke depannya. Karena selama ini juga telah mendapat sanksi sosial dari lingkungan," kata Sertu Aditia Yusniadi selaku Penasehat Hukum kedua terdakwa.
Dalam sidang pembelaaan ini, Aditia mengajukan sejumlah poin yang menjadi pertimbangan pihaknya. Salah satunya ialah kondisi sosial yang diemban kedua terdakwa.
"TNI adalah satu-satunya mata pencaharian terdakwa. Majelis hakim kami mohon untuk meringankan. Mengingat yang pertama terdakwa dalam persidangan sopan, berterus terang, dan tak berbelit belit. Kemudian masih muda dan masih dibutuhkan satuan. Kami mohon majelis hakim berkenan mempertimbangkan dan menerima nota pembelaan. Kami juga memohon majelis hakim memberi hukuman seringan-ringannya dan mengembalikan hak hak terdakwa," ungkap Aditia.
2. Serka Hendra Fransisko minta keringanan hukuman karena harus membiayai operasi istri yang alami tumor otak

Saat diberi kesempatan berbicara oleh Majelis Hakim, tangis kedua terdakwa pecah. Mereka memelas meminta hakim menerima pertimbangannya.
Alasan yang dilambungkan kedua terdakwa adalah posisi mereka yang menjadi tulang punggung keluarga.
"Saya mengaku bersalah, saya tak ingin mengulanginya lagi. Kasihan keluarga saya. Kiranya memberikan hukuman ringan kepada kami yang mulia. Saya tulang punggung keluarga," kata Serka Darmen Hutabarat diiringi isak tangis.
Hal yang sama juga diutarakan oleh Serda Hendra Fransisko. Ia mengungkapkan selain menjadi tulang punggung keluarga, kondisi istrinya yang sakit juga diungkitnya.
"Saya membiayai istri saya yang sedang sakit (operasi) tumor otak. Sekarang saya juga tak menerima gaji. Saya menyesal tak ingin mengulanginya lagi. Saya ingin meminta maaf dan memberikan tali asih," pungkas Hendra.
3. Tangis ibu korban pembunuhan di depan Pengadilan Militer, tak terima oditur tuntut ringan 2 prajurit yang bunuh anaknya

Saat sidang pledoi dipadakan, gelombang protes datang dari keluarga korban. Dalam momen ini, mereka juga didampingi puluhan aktivis pembela HAM.
Bukan tanpa alasan, kedatangan mereka ialah untuk menuntut keadilan atas kasus yang menimpa seorang remaja di bawah umur berinisial MAF. Bagi keluarga, 2 prajurit TNI pelaku penembakan itu dinilai hanya diberikan tuntutan ringan oleh oditur. Di mana dalam sidang sebelumnya, terdakwa Darmen Hutabarat dipidana penjara 18 bulan dan Hendra Manalu dipidana penjara 1 tahun saja.
Keduanya dijerat dengan Pasal 359 Jo Pasal 55 ayat 1 KUHPidana. Bagi massa aksi, hukuman tersebut sangat tidak pantas untuk aksi pembunuhan terhadap anak yang masih berumur 13 tahun.
"Saya tidak terima kalau cuma segitu hukumannya. Kok lebih ringan? Mereka itu membunuh anak saya. Ini gak adil, Pak!" kata Fitriyani selaku ibu MAF sambil menangis di depan Pengadilan Militer.
Sementara itu, massa aksi berkali-kali mencoba masuk karena mereka sama sekali tidak diberikan izin ke dalam. Amarah mereka diiringi aksi simbolik penaburan bunga ke foto para Majelis Hakim.
"Itu hukumannya layak atau tidak? Kami minta tegakkan hukum, tegakkan keadilan bagi pelaku pembunuhan. Pengadilan Militer harusnya berpihak pada rakyat. Jangan membalikkan fakta dan meringankan pelaku. Jangan hanya sesama militer kalian bertindak demikian," pungkas massa aksi.