Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Reklamasi di Bengkong Ancam Ekosistem Pesisir Kota Batam

IMG-20251201-WA0006.jpg
Aktivitas reklamasi di pesisir Bengkong, Kota Batam (Dok:Akar Bhumi Indonesia)
Intinya sih...
  • Reklamasi di Bengkong, Batam mengancam ekosistem pesisir.
  • Dampak reklamasi berimbas ke nelayan dengan kerusakan terumbu karang dan penurunan hasil tangkapan ikan.
  • Reklamasi berpotensi melanggar regulasi lingkungan dan wilayah pesisir, serta akan dilaporkan ke pemerintah.
  • Akar Bhumi Indonesia menduga PT GP menjadi dalang kegiatan reklamasi.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Batam, IDN Times - Aktivitas reklamasi yang diduga dilakukan tanpa izin lengkap di pesisir Kelurahan Tanjung Buntung, Kecamatan Bengkong, Kota Batam, Kepulauan Riau, menjadi contoh lemahnya pengawasan pemerintah terhadap kerusakan lingkungan pesisir. Temuan tersebut diungkap oleh organisasi lingkungan NGO Akar Bhumi Indonesia setelah menindaklanjuti aduan masyarakat.

Pendiri Akar Bhumi Indonesia, Hendrik Hermawan mengatakan, pengaduan masyarakat diterima pada 19 November. Tim kemudian melakukan verifikasi lapangan pada 23 dan 28 November 2025 di titik koordinat 1°10'37.7"N 104°02′24.8"E.

"Dari hasil pemeriksaan, terlihat adanya aktivitas penimbunan yang diperkirakan telah mencapai area seluas 2 hingga 3 hektar," kata Hendrik, Senin (1/12/2025).

PT GP disebut sebagai pihak yang diduga mengerjakan penimbunan di kawasan tersebut. Akar Bhumi Indonesia menilai perusahaan tidak mengikuti prosedur reklamasi dan berpotensi melanggar sejumlah aturan karena tidak mengantongi izin secara lengkap.

Material tanah yang ditumpahkan langsung ke laut membuat air keruh dan mengancam ekosistem pesisir. Terumbu karang di sekitar lokasi dilaporkan mengalami kerusakan.

”Proses rehabilitasi terumbu karang sangat sulit dan mahal. Karena itu, pengawasan harus diperketat terutama terkait Izin Prinsip dan Izin Lingkungan. Situasi ini sudah mengarah pada dugaan perusakan dan pencemaran lingkungan,” tegas Hendrik.

1. Dampak reklamasi berimbas ke nelayan

IMG-20251201-WA0005.jpg
Laut di sekitar pesisir Bengkong tercemar akibat aktivitas reklamasi (Dok:Akar Bhumi Indonesia)

Aktivitas reklamasi tersebut disebut warga sudah berlangsung sekitar satu tahun dan semakin masif dalam beberapa bulan terakhir. Nelayan menyampaikan, ratusan truk lori keluar masuk membawa tanah setiap hari. Namun, mereka tidak mengetahui asal material tersebut.

"Tanah langsung dituang ke laut. Laut keruh, terumbu karang rusak, ikan di keramba saya mati hampir setiap hari. Air jadi berlumpur. Kami sangat dirugikan," kata Romi (52), nelayan keramba di Bengkong.

Ia menegaskan bahwa warga tidak menolak pembangunan. Namun, kegiatan reklamasi seharusnya mengikuti aturan dan tidak merugikan mata pencaharian masyarakat pesisir.

Menurutnya, dampak kerusakan semakin dirasakan tiga tahun terakhir. Nelayan bermotor kecil yang tidak mampu melaut jauh terpaksa menangkap ikan di wilayah pesisir yang kini keruh dan tercemar.

"Dulu dua jam melaut bisa dapat Rp100 ribu. Sekarang seharian pun sulit dapat segitu. Sekali jalan, biaya minyak lebih dari Rp70 ribu," kata Rompen (38), seorang nelayan tradisional yang ditemui di kawasan tersebut.

Sementara itu, nelayan lainnya juga menegaskan bahwa kualitas ikan yang tertangkap pun dinilai semakin menurun. Ikan kecil dan tidak layak jual menjadi santapan sehari-hari keluarga nelayan.

"Air sudah cokelat. Ikan tak mau ke tepi. Mau ke tengah, perahu tak kuat. Sekarang dapat satu kilogram saja susah," kata Ipen (45), nelayan lainnya, sembari menunjukkan hasil tangkapannya.

2. Reklamasi berpotensi langgar regulasi

IMG-20251201-WA0013.jpg
Alat berat sedang melakukan penimbunan laut di pesisir Bengkong, Batam (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Akar Bhumi Indonesia menyampaikan, dugaan pelanggaran tersebut dapat dikaitkan dengan sejumlah regulasi pengelolaan lingkungan dan wilayah pesisir. Regulasi yang dimaksud antara lain, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 junto Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Selain itu, regulasi lainnya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

3. Laporan ke pemerintah

IMG-20251201-WA0012.jpg
Nelayan di pesisir Kota Batam saat melakukan aktivitas memancing (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Atas temuan tersebut, Akar Bhumi Indonesia akan mengajukan laporan resmi kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Badan Pengusahaan Batam melalui Direktorat Pengamanan Aset dan Kawasan.

"Pemerintah harus melakukan verifikasi perizinan dan audit lingkungan secara menyeluruh. Sudah banyak perubahan ruang laut menjadi daratan yang tidak bisa dibiarkan," kata Hendrik.

Ia menekankan bahwa pembangunan pesisir harus terencana dan berdasar analisis lingkungan yang matang. Kerusakan yang terjadi, menurutnya, tidak hanya memukul ekonomi masyarakat pesisir, tetapi juga mengancam masa depan ekosistem laut di Batam.

Hingga berita ini diturunkan, upaya konfirmasi kepada pihak perusahaan yang diduga melakukan aktivitas reklamasi masih belum membuahkan hasil. Pihak perusahaan belum memberikan respons atas permintaan konfirmasi yang diajukan.

Hingga saat ini, upaya konfirmasi terhadap pihak perusahaan belum berhasil, dan IDN Times terus berusaha melakukan konfirmasi kepada pihak perusahaan yang diduga melakukan aktivitas reklamasi tersebut.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us

Latest News Sumatera Utara

See More

Bencana Alam Sumatra, Cabai di Riau Tembus Rp150 Ribu per Kg

01 Des 2025, 19:00 WIBNews