Pengamat: Kunjungan Jokowi ke Sumut Politis dan Upaya Glorifikasi

Medan, IDN Times – Jelang ‘turun tahta’ pada 20 Oktober 2024 mendatang, Presiden Joko Widodo memilih banyak melakukan kunjungan kerja. Dalam beberapa hari terakhir, Jokowi melakukan kunjungan kerja itu di Sumatra Utara.
Mulai dari meresmikan Stadion Sumatra Utara di Sport Centre Deli Serdang, Meresmikan Bendungan Lau Simeme, Gerbang Tol Kisaran di Kabupaten Asahan dan Pusat Riset Genomik Pertanian di Kabupaten Humbang Hasundutan.
Jamak yang menilai, kunjungan kerja ini justru menjadi alat politik Jokowi. Lantaran di saat yang bersamaan Muhammad Bobby Afif Nasution menantunya, tengah mencalonkan diri sebagai Gubernur Sumatra Utara melawan petahana Edy Rahmyadi.
Pengamat Kebijakan Publik Dadang Darmawan Pasaribu memberi kritik soal kunjungan Jokowi ke Sumut. Kata dia, sangat wajar jika publik mencurigai kunjungan itu adalah cara tidak langsung memberikan pengaruh pada kontestasi Pilgub Sumut.
“Sekali pun sudah dijadwalkan jauh hari, kunjungan itu kurang begitu tepat, karena sudah menjelang hari pergantian presiden. Seandainya itu juga akhirnya menimbulkan banyak rumors, bahkan tuduhan di tengah-tengah masyarakat terhadap Presiden, terutama di Sumatera Utara, karena menaktunya sedang dalam proses kontestasi. Itu sangat wajar,” kata Dadang di Medan, Kamis (17/10/2024).
1. Ada dampak politis yang menguntungkan Bobby
Dalam kondisi kontestasi, kunjungan ini justru menguntungkan Bobby. Meski pun, kata Dadang, dampak itu secara tidak langsung.
“Tentu penguatan itu akan hanya diterima keuntungannya oleh Bobby. Jadi saya kira wajar kalau ada tuduhan seperti itu, karena memang ada efek, ada dampak politis yang ditimbulkan oleh kunjungan presiden ke Sumut,” ujarnya.
2. Ada upaya glorifikasi selama 10 tahun Jokowi menjabat

Setali tiga uang, kunjungan ini juga menjadi upaya glorifikasi kerja-kerja Jokowi selama 10 tahun menjabat. Belakangan, informasi soal upaya glorifikasi dan amplifikasi kerja – kerja Jokowi santer mencuat.
Namun, kata Dadang, upaya – upaya glorifikasi dibatalkan oleh menguatnya opini masyarakat soal carut marutnya pemerintahan Jokowi.
“Saya kira itu tidak semuanya bisa mereka dapatkan. Karena di tengah-tengah masyarakat pun, apa yang dilakukan oleh Jokowi dengan berbagai kebijakan yang banyak sekali kontroversial, dan kita tahu juga bagaimana kritik-kritik masyarakat. Sehingga tidak sepenuhnya itu akan bisa membuahkan glorifikasi,” katanya.
3. Masyarakat sudah muak, saat ini tinggal menunggu presiden baru

Kata Dadang, upaya untuk membangun opini bahwa banyak peninggalan baik dari Jokowi sulit dilakukan. Karena masyarakat saat ini tinggal menunggu proses pergantian presiden.
“Masyarakat sudah terlanjut muak dengan upaya-upaya seperti itu. Orang justru menunggu detik-detik terakhir ini ya, bagaimana jokowi berakhir. Apapun upaya-upaya mengglorifikasi kegiatan-kegiatan yang dia perbuat, itu akan menyulitkan untuk membuahkan hasil yang mereka harapkan,” kata Dadang.
Ini juga yang menguatkan, motof kunjungan ke Sumatra Utara bernilai politis. “Saya kira sudah pastilah monsur politisnya akan lebih kuat,” katanya.
Lebih jauh lagi, Dadang juga menyebut Jokowi bukan sosok negarawan. Meskinya, jika Jokowi seorang negawaran yang baik dan memiliki etika politik, dia sudah tidak menyibukkan diri dengan kegiatan – kegiatan seremonial. Terlebih untuk melakukan cawe-cawe politik.
Dadang juga menyoroti sejumlah kebijakan yang dilakukan Jokowi di akhir jabatannya. Misalnya pencopotan kepala BIN Budi Gunawan hingga Keppres Nomor 122 Tahun 2024 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Polri yang melatarbelakangi pembentukan Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri.
“Sifat kenegerawanan itu sudah tidak dia miliki lagi. Dan itulah yang digadaikan Jokowi. 10 tahun kewimpinannya dia mencoreng diri sendiri. Padahal dia punya kesempatan untuk memperbaiki situasi dan keadaan. Ternyata dia memang tidak memilih itu. Jadi ya, hal-hal yang kita inginkan tampil sebagai kenegerawanan yang kita sebutkan tadi, itu ya tidak akan tercapai,” pungkasnya.