Ganti Ketua Karang Taruna, Gubernur Edy Digugat Ke Pengadilan TUN

Medan, IDN Times - Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi secara sepihak mengganti Dedi Dermawan Milaya sebagai Ketua Karang Taruna Sumut, dan menetapkan Samsir Pohan dan Nurul Yakin Sitorus sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua dan Sekretaris Karang Taruna Sumut masa bhakti 2018-2023.
Edy yang hanya sebagai Pembina Karang Taruna Sumut menerbitkan Surat Nomor 188.44/969/KPTS/2022 tertanggal 30 November 2022 untuk melakukan pergantian tersebut.
Penggantian ini ditolak dan dibantah langsung oleh Pengurus Pusat Karang Taruna. Dedi Dermawan Milaya juga sudah melayangkan surat klarifikasi kepada Edy Rahmayadi, namun tidak ditanggapi.
Akhirnya Dedi Dermawan sebagai Ketua Karang Taruna Sumut yang sah secara de facto dan de jure menggungat Gubernur Edy Rahmayadi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kota Medan.
Berikut isi gugatannya:
1. Gugatan bukan bentuk pembangkangan
Dalam temu pers Senin (9/1/2023), Dedi Dermawan mengatakan ia telah mendaftakan gugatan ke pengadilan PTUN Medan atas surat keputusan (SK) Gubernur Sumut Nomor 188.44/969/KPTS/2022 tertanggal 30 November 2022 tentang Perubahan atas Keputusan Gubernur Sumut Nomor 188.44/134/KPTS/2019, tanggal 18 Maret 2019 tentang Pengurus Karang Taruna Sumut masa bakti 2018-2023.
Menurutnya ini upaya lanjutan setelah surat permohonan klarifikasi yang ia kirimkan ke Gubernur Sumut pada 13 Desember 2022 tidak digubris. Bahkan SK pencopotan tersebut tidak diketahui oleh Pengurus Karang Taruna Pusat.
Ia juga menegaskan bahwa langkah hukum ini bukan sebagai bentuk perlawanan, namun sebagai langkah menjaga marwah organisasi Karang Taruna.
"Saya sampaikan salam hormat saya kepada gubernur sebagai pembina Karang Taruna Sumut. Saya menyayangkan penerbitan surat tersebut, yang mana selama ini bapak gubernur kami anggap sebagai ayah yang kami hormati sebagai pembina umum, namun ini kami sayangkan mengapa terlalu cepat mengambil keputusan untuk mencabut SK," ujar Dedi.
"Ini bukan bentuk perlawanan atau pembangkangan, tapi saya hanya ingin menjelaskan kepada bapak gubernur dan seluruh masyarakat Sumut dan Karang Taruna se-Indonesia bahwa Katang Taruna dibentuk oleh dari dan untuk masyarakat," jelasnya didampingi penasehat hukum M Rusli.
2. Gubernur hanya Pembina Umum, tidak bisa mengintervensi apalagi mencopot ketua
Dedi menegaskan, pertama, bahwa Karang Taruna adalah organisasi sosial yang merupakan mitra pemerintah untuk membantu program-program sosial. Itulah mengapa salah satu penasehat struktural Karang Taruna dari Dinas Sosial.
Kedua, Karang Taruna adalah organisasi yang sudah berdiri di Indonesia sejak 26 September 1960 dan memiliki AD/ART yang jelas dan tunduk dalam aturan AD/ART.
Selain itu Kementerian Sosial juga menerbitkan Tentang Pedoman Dasar Karang Taruna dalam bentuk Permensos No 77 tahun 2010 lalu diubah dengan Permensos No 25 Tahun 2019. Secara sah Permensos No 25 Tahun 2019 yang berlaku sah dan mengikat.
Dalam Pemensos 25 pasal 6 Ayat 2 dijelaskan bahwa Dalam melaksanakan tugas Karang Taruna bekerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, Kecamatan, Desa atau Kelurahan, potensi sumber kesejahteraan sosial, badan usaha, atau masyarakat.
Sedangkan pada pasal 19 ayat 2, Hubungan tata kerja internal Karang Taruna antara pengurus tingkat Desa atau Kelurahan, Kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional bersifat koordinatif, konsultatif, konsolidatif, komunikatif, dan kolaboratif.
Diatur pula bahwa untuk tingkat provinsi pembina umum karang taruna adalah gubernur. Namun untuk pengangkatan dan pengesahan pengurus dilakukan oleh pengurus satu tingkat di atasnya.
Dengan segala ketentuan tersebut, tambah Dedi, jelas peran Gubernur tidaklah bisa mengintervensi bahkan mencopot Ketua Karang Taruna tingkat provinsi.
3. Empat pelanggaran yang dilakukan Gubernur Sumut
M Rusli, Penasehat hukum sekaligus bidang advokasi hukum Karang Taruna Sumut menerangkan ada beberapa hal yang dilanggar oleh Gubernur Edy Rahmayadi.
Pertama, Karang Taruna adalah organisasi dari oleh dan untuk masyarakat, Gubernur tidak punya hak dan wewenang untuk melakukan pencabutan SK pengurus. Pengesahan pengurus harus dilakukan pada Temu Karya tiap tingkatan. Kemudian SK pengesahaan dikeluarkan oleh pengurus satu tingkatan di atasnya, bukan oleh gubernur.
Kedua, Gubernur berpijakan pada Permensos 77 tahun 2010 padahal Pemensos tersebut sudah diganti dengan Permensos 25 tahun 2019. Dalam Permensos yang baru Hubungan karang taruna dan pimpinan wilayah hanya koordinasi dan pembinaan.
Ketiga, soal usia pengurus. Di dalam Permensos 25 menjadi pengurus berusia minimal 17 tahun. Kemudian dalam AD ART diatur pengurus karang taruna sampai batas usia 55 tahun.
"Kalau pemahaman pemrov sumut menyatakan usia 45 tahun sistem stelsel aktif itu di Permensos 77, namun Permensos nomor 25 sudah mencabut Permensos 77," ungkap Rusli.
Keempat, PLT Ketua yang diangkat oleh Gubernur Sumut bukan kader karang taruna. Padahal dalam AS ART jelas tertuang syarat untuk jadi pengurus minimal harus pernah menjabat pengurus satu periode di tingkatan yang sama.
"Gugatan ini kami lakukan dalam rangka penyelamatan organisasi. Ini bukan organisasi politis dan ini untuk menjaga kedepan agar hal seperti ini tidak terjadi lagi. Dalma pandangan kami, apa yang dilakukan gubernur sudah melanggar Permensos 25 tahun 2019," tegas Pengacara dari kantor R-A Law Office & Partner Rantau Prapat ini.
4. Ini tuntunan dalam gugatan ke PTUN
Rusli menceritakan ia menerima surat kuasa dari Dedi pada 22 Desember 2022 untuk membantu menyelesaikan masalah ini.
Diawali surat bantahan oleh ketua Karang Taruna yang sampai hari ini tidak direspon oleh Gubernur.Ssehingga sebagai warga negar, Dedi mengambil langkah hukum dengan melayangkan gugatan ke PTUN Medan.
Dalam gugatan ini, ada dua diktum. Pertama memointa Gubernur Sumut membatalkan SK Gubernur Sumut Nomor 188.44/969/KPTS/2022 tertanggal 30 November 2022 tentang Perubahan atas Keputusan Gubernur Sumut Nomor 188.44/134/KPTS/2019, tanggal 18 Maret 2019 tentang Pengurus Karang Taruna Sumut masa bakti 2018-2023.
Kedua, meminta merehabilitasi nama Dedi Dermawan dan mengaktifkan kembali SK yang telah dicabut.
5. Pengurus Nasional Karang Taruna: SK Gubernur tidak dapat menentukan kepengurusan Karang Taruna provinsi
Pengurus Nasional Karang Taruna secara tegas juga tidak mengakui SK pencopotan yang diterbitkan Gubernur Sumut.
Pengurus Nasional Karang Taruna, Budi Setiawan menegaskan bahwa keputusan Gubernur Sumut itu sangat tidak sesuai dengan ketentuan/aturan tentang Karang Taruna.
"Dedi Dermawan Milaya tetap sebagai Ketua Karang Taruna Sumut yang sah," katanya.
Menurutnya adalah keliru jika SK Gubernur dapat menentukan kepengurusan Karang Taruna provinsi sah/berlaku atau tidak, dan tentu itu merupakan bentuk dari intervensi pemerintah yang sama sekali tidak membina dan memberdayakan bahkan berpotensi membuat gaduh baik diinternal maupun eksternal Karang Taruna.
Menurutnya sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Karang Taruna pasal 25 disebutkan bahwa “Seorang Ketua dinyatakan berhenti jika, meninggal dunia, karena habis masa baktinya, meletakkan jabatan (mengundurkan diri), diberhentikan untuk sementara (non aktif) oleh RPP karena keterlibatannya dalam kasus-kasus pidana kemudian diberhentikan oleh RPP jika ternyata terbukti bersalah didepan pengadilan dalam kasus pidana yang merusak nama baik organisasi dan dirinya serta diberhentikan dengan hormat oleh RPP diperluas jika ternyata dalam kurun waktu sekurang-kurangnya 1 tahun tidak dapat menunjukkan keaktifan dan tanggung jawabnya sebagai ketua".
Selanjutnya bahwa seorang ketua baru digantikan oleh seorang plt melalui keputusan rapat pleno Pengurus Nasional Karang Taruna (PNKT).
Menurutnya , dengan diterbitkannya SK penetapan Plt Kepengurusan Karang Taruna Provinsi Sumatera Utara sebagaimana tertuang dalam SK Nomor: 188.44/969/KPTS/2022 tentu sangat tidak sesuai dengan ketentuan/aturan tentang Karang Taruna dan berpotensi untuk memunculkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara yang pasti akan merugikan Gubernur sebagai pembina umum.
Pihaknya juga mengimbau kepada semua pemangku kepentingan Karang Taruna di Tanah Air untuk tetap menegakkan aturan dan ketentuan tentang Karang Taruna secara bijak serta menjaga dan menjunjung tinggi nilai-nilai murni dalam Karang Taruna sebagai organisasi sosial yakni non-konflik, non-partisan, nirlaba, kesetiakawanan sosial, kebersamaan, dan kejuangan.