Dianggap Menindas, Omnibus Law Jokowi juga Ditolak Buruh di Sumut
Buruh juga tolak naiknya iuran BPJS Kesehatan dan gas melon
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times - Unjuk rasa penolakan terhadap Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja juga berlangsung di Sumut. Kelompok yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bangkit (Gerbang) Sumatera Utara menggeruduk Kantor Gubernur, Senin (20/1).
Jumlah massa diperkirakan ratusan. Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, mencakup 11 klaster. Mulai dari penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan, pemberdayaan perlindungan UMK-M, kemudahan berusaha.
Kemudian, dukungan riset dan Inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintah, dan kawasan ekonomi.
Lantas kenapa Omnibus Law ditolak buruh? Mereka menganggap RUU itu tidak berpihak pada pemenuhan hak-hak buruh.
Baca Juga: Jokowi Minta DPR Kebut Omnibus Law, Dana Asing Bakal Masuk US$20 M
1. RUU Omnibus Law berpotensi hilangkan hak normatif buruh
Para buruh menolak RUU Omnibus Law karena dianggap tidak memikirkan nasib buruh. Misalnya, menghilangkan pesangon dan memberi celah untuk memudahkan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak. Aksi penolakan serentak dilakukan di sejumlah kota di Indonesia.
“Kami menilai Omnibus Law akan menurunkan tingkat kesejahteraan buruh, sehingga buruh semakin miskin hidupnya,” ujar Ketua DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut Willy Agus Utomo di sela unjuk rasa.
Kerugian selanjutnya bagi buruh adalah, potensi hilangnya BPJS untuk buruh dan sanksi pidana bagi pengusaha yang melanggar peraturan ketenagakerjaan.
Baca Juga: 6 Alasan KSPI Tolak Omnibus Law, Satunya Bisa Hapus Jaminan Kesehatan