TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

15 Tahun Pembunuhan Munir, Beranikah Jokowi Tuntaskan Kasus? 

Suara tuntutan dilantangkan dari Kota Medan

IDN Times/Prayugo Utomo

Munir....Apakah engkau telah tersenyum di alam sana. Atau, masihkah kau menangis sama dengan daulat pelaziman pada ketidakadilan. Yang disuarakan di panggung-panggung perjuangan,”

Puisi yang dilantangkan massa, menjadi pengawal aksi refleksi 15 Tahun pembunuhan Munir Said Thalib. Semua massa serentak mengenakan topeng Sang Pejuang Hak Asasi Manusia itu.

Mencuri perhatian setiap pengendara yang melintas di kawasan Tugu Titik Nol Kota Medan. Puisi yang dikemas dalam teatrikal menggambarkan bagaimana Munir dibunuh dengan racun saat berada di dalam pesawat, penerbangan menuju Amsterdam, Belanda.

Sajak puisi membuat merinding siapapun yang mendengar. Suara lirih pembaca puisi, ditambah tetarikal dramatis membuat suasana semakin hanyut.

7 September selalu menjadi peringatan bagi pegiat HAM. Kasus Munir, dianggap belum tuntas. Suara protes untuk mengungkap siapa dalang di balik pembunuhan terus ada.

Hanya Pollycarpus Budhari Prijanto, kru Garuda Indonesia, yang saat ikut dalam penerbangan itu divonis menjadi pelaku pembunuhan. Dia dihukum 14 tahun penjara. Namun akhirnya dinyatakan tidak bersalah dan bebas murni pada 29 Agustus 2018.

Aksi refleksi di Kota Medan digagas oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara. Lembaga non pemerintah yang juga dipelopori oleh Munir.

1. Pemerintah masih absen dalam kasus Munir

IDN Times/Prayugo Utomo

Massa yang hanya berjumlah belasan tak menjadi halangan. Semangat mereka membara. Satu per satu mereka bergantian berorasi. Menyampaikan proses lantang terhadap pemerintah.

Koordinator Badan Pekerja KontraS Sumut Amin Multazam Lubis mengatakan, setelah 15 tahun berlalu, pemerintah dianggap absen dalam kasus pembunuhan Munir.

“Negara harus menuntaskan kasus pembunuhan Munir. Bukti-bukti yang ada harus dikumpulkan dan dibawa ke pengadilan. Dokumen Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) telah menunjukkan jika ada keterlibatan negara dalam pembunuhan Munir. Tapi sampai saat ini negara belum berani mengungkap, siapa dalang sebenarnya,” ungkap Amin disela aksi.

Baca Juga: 15 Tahun Berlalu dengan Tanda Tanya, 5 Hal Tentang Pembunuhan Munir

2. Masyarakat harus merawat ingatan atas kasus pembunuhan Munir yang menjadi bukti belum tegaknya keadilan

IDN Times/Prayugo Utomo

Di sela aksinya, massa bertopeng Munir juga membagikan bunga kepada pengguna jalan. Bunga itu adalah bentuk duka mendalam belum tuntasnya kasus pembunuhan Munir.

Dengan bunga serta stiker Munir, KontraS ingin warga Kota Medan terus mengingat konspirasi pembunuhan itu.

“sebagai warga sipil khususnya di Kota Medan kita ingin terus merawat ingatan, bahwa keadilan atas kasus Munir belum juga tertuntaskan,” ungkap Amin.

3. "Negara masih berutang di atas nyawa Munir"

IDN Times/Prayugo Utomo

Amin mendesak agar pemerintah bisa menuntaskan kasus Munir. Jika tidak, negara dianggap terus merawat sejarah buruk karena membiarkan ketidakadilan.

“Negara sampai hari ini masih berutang di atas nyawa Munir,” tukasnya.

Bagi Amin, pembangunan demokrasi masih berada dalam bayang-bayang pelanggaran HAM.

4. Penyelesaian kasus HAM hanya dagangan politik sebelum Pemilu

IDN Times/Istimewa

Amin juga menegaskan, jika kasus-kasus pelanggaran HAM dijadikan dagangan politik. Kemauan elit untuk menuntaskan kasus hanya sebatas ucapan. Terutama menjelang Pemilihan Umum (Pemilu).

“Pada kenyataannya, setelah Pemilu belum menjadi prioritas negara. Baik di kubu 01 dan 02 pada Pemilu yang lalu. Hanya menjual isu HAM sebagai dagangan politiknya,” tegasnya.

Baca Juga: Terkait Papua, KontraS : Pemerintah Harus Sikapi Oknum Intoleran  

Berita Terkini Lainnya