Tarif Cukai Tembakau akan Dinaikkan, Rokok Makin Tak Terbeli
Akan menyuburkan peredaran rokok ilegal
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Rencana pemerintah menaikkan tarif cukai rokok pada tahun depan dinilai sebagai langkah yang kontra produktif, tidak mendukung keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT) dan semakin melemahkan gerak ekonomi masyarakat di masa pandemi.
Hal tersebut diungkapkan oleh Masyarakat Konsumen Tembakau (Maskot) dan Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), menanggapi kabar rencana kenaikan tarif cukai rokok 2022.
Perwakilan dari Maskot, Endro Guntoro berharap pemerintah lebih memperhatikan suara masyarakat di lapangan. Pasalnya, kenaikan tarif cukai rokok tentunya akan mengerek harga jual eceran (HJE) rokok ke konsumen.
Baca Juga: 12 Potret Sicanang, Wisata Hutan Mangrove Terakhir di Medan Belawan
1. Jika negara tidak memperhatikan suara konsumen, bisa rontok negara ini
Menurutnya, situasi sulit yang diakibatkan oleh kenaikan tersebut tidak hanya akan dirasakan oleh konsumen namun juga masyarakat luas.
“Kalau negara tidak memperhatikan suara konsumen, bisa rontok negara ini. Kekuatan tembakau itu salah satunya adalah di masyarakat. Jika konsumen disulitkan karena cukai rokok terus naik, HJE terus naik, maka itu sama saja dengan membunuh pedagang kecil, UMKM dan tidak memberi ruang industri kreatif untuk tumbuh,” ujar Endro, Minggu (15/8/2021).
Dia berharap agar pemerintah jangan hanya fokus pada berbagai pembatasan, peraturan atau perundang-undangan tanpa mendengar masukan dari berbagai pihak secara merata, termasuk dalam hal ini konsumen produk hasil tembakau, petani, buruh, pedagang mikro, makro hingga industri.
Pemerintah sebagai pengambil keputusan, menurut Endro, tidak melihat persoalan tembakau secara utuh. Padahal, mata rantai IHT, termasuk konsumen terus menerus menunjukkan ketaatan yang baik.
“Cukai rokok dinaikkan terus, industri dan konsumen mengikuti. Pembatasan ruang iklan, ruang merokok, dan lain-lain, lagi-lagi industri dan konsumen tetap taat. Padahal jelas ada asas-asas tidak berkeadilan. Kami sebagai konsumen berupaya menyuarakan keluh kesah kami lewat ruang-ruang diskusi,” ungkapnya.
Baca Juga: Masih Banyak Peninggalan Belanda, Potret Kota Medan Dahulu Vs Sekarang