Cerita Jasinaloan Lestarikan Gordang Sambilan Sejak Kelas 4 SD

Generasi muda harus menjaga keberadaan Gordang Sambilan

Medan, IDN Times- Gordang Sambilan atau gendang sembilan adalah instrumen perkusi tradisional milik suku Mandailing yang unik. Disebut sebagai salah satu gendang terbesar di dunia, kesenian tradisional ini merupakan generasi ketiga dari tradisi musikal Mandailing yang memiliki nilai nilai kearifan tentang kehidupan manusia.

Gordang Sambilan merupakan generasi ketiga musik tradisional suku Mandailing yang mana sebelumnya ada Gordang Tano atau Gendang Tanah, dan Gondang Bulu atau Gendang Bambu.

Untuk menghasilkan bunyi irama yang merdu dan indah, Gordang Sambilan harus dibuat dengan kayu ingul yang telah berumur puluhan  tahun dan dikerjakan secara manual. Gordang Sambilan memiliki irama yang sangat banyak seperti irama mamele begu memuliakan ruh orang yang meninggal dunia.

Ada juga irama alam seperti robana mosok, sampuara batu magulang dan irma udan potir. Dalam suku Mandailing Gordang Sambilan merupakan jati diri yang melekat mulai dari kelahiran sampai kematian.

Untuk itu pegiat seni, budayawan, dan penulis buku, Muhammad Bakhsan Parinduri atau lebih dikenal dengan Jasinaloan, terus melestarikan Gordang Sambilan, terutama pada generasi muda.

1. Sarana pemujaan roh leluhur

Cerita Jasinaloan Lestarikan Gordang Sambilan Sejak Kelas 4 SDGordang sambilan koleksi Raptama Entertainment (IDN Times/Yurika Febrianti)

Dalam perkembangan awalnya, ensambel Gordang Sambil bukan musik, melainkan bagian dari ritual yang sakral yang digunakan sebagai rangkaian upacara, termasuk pemujaan terhadap Tuhan. dan penghargaan pada roh leluhur. Oleh karena sebelum mengenal agama Islam, etnik Mandailing sudah memiliki sistem kepercayaan terlebih dahulu yang dikenal dengan sistem kepercayaan Pamelebegu, yang artinya memuliakan ruh leluhur.

“Gordang Sambilan ini merupakan media untuk mendekatkan diri kepada penciptanya. Maka banyak irama irama gordang sambilan ini yang berhubungan itu (mitologi). Contoh ada irama gordang mamele begu, itu memuja nenek moyang. Gordang sibaso itu juga berhubungan dengan pemujaan, lebih 10 irama berhubungan dengan pemujaan. Setelah Islam kaffah (seluruhnya tanpa kecuali) di Mandailing, boleh dikatakan tidak digunakan lagi,” jelas Alumni Fakultas Budaya Universitas Sumatra Utara ini.

Baca Juga: 7 Alat Musik Tradisional Simalungun dan Cara Memainkannya

2. Gordang Sambilan memiliki bunyi yang berbeda-beda

Cerita Jasinaloan Lestarikan Gordang Sambilan Sejak Kelas 4 SDGung sada rabaan koleksi Raptama Entertainment (IDN Times/Yurika Febrianti)

Berjumlah 9 gendang yang berukuran besar besar, setiap gendang dalam Gordang Sambilan menghasilkan bunyi yang berbeda-beda dan memiliki ansambelnya sendiri. Di samping sebagai sarana hiburan, juga sebagai sarana pemersatu bangsa.

“Di Mandailing ini lebih dari 300 grup hampir di setiap desa mempunyai ini (Godang Sambilan). Maka orang Mandailing kalau sudah menjadi komunitas itu akan rindu dengan jati dirinya. Maka di mana-mana ada Gordang Sambilan ini,” sambung Jasinaloan.

3. Melestarikan Gordang Sambilan sejak kelas 4 SD

Cerita Jasinaloan Lestarikan Gordang Sambilan Sejak Kelas 4 SDMhd. Bakhsan Parinduri pegiat seni (IDN Times/Yurika Febrianti)

Melestarikan Gordang Sambilan, Jasinaloan mulai mendirikan kelompok seni Mandailing sejak tahun 1990-an. Setelah berganti nama beberapa kali sekarang  kelompok seni Gordang Sambilan miliknya berlabel Raptama Entertainment.

Sebelumnya, Jasinaloan sejak kelas 4 SD sudah mulai diajak sang kakak bermain Gordang Sambilan di kampungnya. Tak hanya itu, kemudian ia pun melanjutkan pendidikan perguruan tinggi di Fakultas Budaya dan sudah menekuni Gordang Sambilan selama 48 tahun.

Raptama Entertaiment miliknya, memiliki pemain para anak muda yang berstatus pelajar. “Grup kita sekarang ini memiliki pemain pemain  muda sebagai model pola pewarisan. Kalau dulu anggota kita banyak yang tua, ketika tampil pada sesi adat (prosesi acara) itu main malam, kita kasian pada mereka memaksakan diri. Kalau anak muda masih produktif dan kedua ini pola pewarisan itu yang paling penting. Maka di rumah ini siapa saja boleh latihan tanpa diminta bayaran,” tandasnya.

Baca Juga: Mengenal Upacara Adat Kematian Masyarakat Mandailing

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya