Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kisah Pahlawan Kecil Korban G30S Jadi Inspirasi Panti Asuhan di Medan

IMG_20250930_154926.jpg
Panti Asuhan Ade Irma Nasution yang berada di Jalan Cik Ditiro, Kota Medan (IDN Times/Eko Agus Herianto)
Intinya sih...
  • Ikatan Istri Dokter dan komunitas perempuan mendirikan Panti Asuhan Hendrati untuk bayi terlantar
  • Kisah pahlawan cilik Ade Irma Nasution menjadi inspirasi penamaan panti asuhan
  • Panti Asuhan Ade Irma Nasution juga merawat anak kurang mampu dan down syndrome
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Medan, IDN Times - Suasana hangat menguar dan menyelimuti kedatangan siapa pun di Panti Asuhan Ade Irma Suryani Nasution, yang beralamat di Jalan Teuku Cik Ditiro, Kota Medan. Puluhan anak-anak riuh menghampiri sembari memberi salam dengan ramah dan kompak, sebab sedari kecil sudah dididik soal moral dan sikap yang arif.

Panti asuhan ini tak terlalu luas. Namun di sinilah puluhan anak panti bercengkerama, bermain, hingga menguatkan satu sama lain sebagaimana keluarga utuh yang saling menyayangi.

Mereka dulunya merupakan bayi-bayi terlantar yang dengan sukarela ditampung di Panti Asuhan ini. Bukan hanya mereka yang memiliki latar belakang penuh luka, namun juga beberapa anak down syndrome dididik di tempat ini dengan penuh keuletan.

Kedatangan IDN Times disambut dengan hangat oleh sosok perempuan tua bernama Hj Hendrati. Ia merupakan ketua Panti Asuhan yang sudah didirikan sejak tahun 1958 ini.

1. Ikatan Istri Dokter dan komunitas perempuan punya andil besar mendirikan tempat penampungan bayi-bayi terlantar yang saat ini menjadi Panti Asuhan

IMG_20250930_154856.jpg
Kondisi terkini Panti Asuhan Ade Irma Suryani Nasution (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Hendrati antusias menceritakan sejarah Panti Asuhan yang menjadi tempat pengabdiannya selama belasan tahun. Ada banyak cerita di balik kokoh dinding-dindingnya. Termasuk suka duka para pengasuh yang selama ini membantu anak-anak terlantar.

"Bangunan ini sudah ada sejak tahun 1958, awal namanya dulu Yayasan Perawatan Penitipan Bayi. Memang dikhususkan untuk bayi-bayi terlantar. Artinya tempat ini sebagai rumah mereka. Nah, pendiri panti Asuhan ini ialah istri profesor Darwis selaku Ketua Rumah Sakit Pirngadi," cerita Hendrati.

Sebelum didirikan bangunan ini, Hendrati mengatakan banyak bayi-bayi yang terlantar di rumah sakit. Ikatan istri dokter dan organisasi lainnya pada akhirnya mencoba menginisiasi tempat penampungan dan perawatan bayi-bayi itu.

"Jadi mereka berinisiatif mengasuh bayi terlantar dan dibangunlah gedung ini. Yang pasti bayi-bayi ini merupakan anak terlantar yang tidak tahu siapa orang tuanya. Jadi yang mengelola ini ialah gabungan organisasi wanita, merekalah yang menjadi pengurusnya," lanjutnya.

2. Kisah pahlawan cilik korban G30S-PKI, Ade Irma Nasution, jadi inspirasi penamaan Panti Asuhan

Foto Ade Irma Suryani di Museum AH Nasution (IDN Times/Febriyanti Revitasari)
Foto Ade Irma Suryani di Museum AH Nasution (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Hendrati merincikan bahwa Ade Irma yang merupakan putri bungsu Jenderal Besar Abdul Haris Nasution itu memang menjadi inspirasi panti ini. Ade menjadi salah satu korban yang terbunuh pada peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965.

Gerakan yang disebut-sebut didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) melalui pasukan Cakrabirawa ini, kala itu hendak menculik Abdul Haris Nasution karena masuk dalam daftar tujuh jenderal yang diburu. Namun Ade kecil yang berusaha menjadi "tameng" ayahnya, alih-alih ditembak di rumahnya sendiri bersama ajudannya, Pierre Tendean.

Kisah berdarah di kediaman A.H Nasution yang berada di Menteng, Jakarta Pusat, itu layak dikenang. Itulah mengapa pada tahun 1966 nama Ade Irma Suryani Nasution tersemat di Panti Asuhan yang berada di Jalan Teuku Cik Ditiro, Kota Medan ini. Agar pahlawan kecil itu juga senantiasa dikenang lewat rumah yang menampung bayi-bayi terlantar.

"Ade Irma kan pahlawan kecil nih, mudah-mudahan anak-anak asuh kita di sini juga bisa jadi pahlawan buat agama dan bangsa. Saat itu pengurus Panti Asuhan berangkat sama Gubernur menjumpai pak Nas (A.H Nasution) dan Bu Nas. Mereka sambut dan izinkan memberikan nama Ade Irma Nasution," ungkap Hendrati.

Sekarang, bangunan klasik berwarna coklat ini menampung 50 anak terlantar. Mereka dididik dan diasuh agar mendapat perlindungan serta kasih sayang.

"Saat berjumpa dengan Pak A.H Nasution, keluarga sampai memberikan lukisan Ade Irma. Total ada 4 lukisan Ade Irma, selain berada di sini, ada juga di Museum Revolusi, di Rumah Pak Nas, dan di IKANAS. Tahun 1966 diberilah nama Ade Irma di gedung ini dan diresmikan bangunannya. Sampai dengan sekarang, sudah ada 5 ketua silih berganti. Sekarang yang mengurus total ada 5. Anak-anak yang diasuh ada 50. Kita juga ada abang, kakak, bapak, dan ibu asuh. Meskipun bertugas sebagai pengelola yayasan, tapi kami juga ikut turun mengasuh anak-anak ini," rinci Hendrati.

3. Bukan hanya mengasuh bayi terlantar, Panti Asuhan Ade Irma Nasution juga rawat anak kurang mampu dan down syndrome

IMG_20250930_154947.jpg
Momen anak-anak Panti Asuhan Ade Irma Nasution belajar (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Selain bayi-bayi terlantar, Panti Asuhan Ade Irma juga menampung anak-anak yang tidak mampu dan yatim piatu. Contohnya ketika anak tersebut korban broken home orang tuanya dan ditinggal seorang diri.

"Banyak anak yang ditinggalkan sama si nenek, sementara neneknya kan sudah tak mampu, jadi anak ini juga lah yang kita bantu. Anak yang kita terima ini dari Dinas Sosial Kota dan Provinsi. Sekarang sudah bercorak latar belakang anak yang kita asuh, bukan hanya bayi terlantar," beber perempuan yang sudah belasan tahun mengabdi di panti ini.

Saat diajak berkeliling panti, IDN Times dikenalkan dengan seorang gadis kecil bernama Putri. Ia merupakan seorang anak penyandang down syndrome.

"Latar belakang putri adalah inses (hubungan sedarah). Dia tak bisa mendengar dan berbicara, padahal usia dia sudah 11 tahun tapi perkembangan tubuhnya kurang sempurna layaknya anak-anak berusia 5 tahun. Tapi kondisinya sehat," jelas Hendrati dengan mimik penuh iba.

Kala itu, yang membawa Putri ialah Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara. Dengan tangan terbuka Panti Asuhan menerimanya dan dengan sepenuh hati merawat gadis difabel itu.

"Kita juga memikirkan cara pendampingan kala nanti dia sudah memasuki masa haid. Bagaimana pendampingannya perlu kami pikirkan baik-baik. Anak-anak di sini paham sama tingkah laku dia. Jadi mereka juga menjadi teman bermain yang cukup membantu," tutur Hendrati.

4. Panti Asuhan Ade Irma Nasution berhasil lewati masa-masa sulit

IMG_20250930_154926.jpg
Panti Asuhan Ade Irma Nasution yang berada di Jalan Cik Ditiro, Kota Medan (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Sementara itu salah satu pengasuh bernama Tuti Suryani tak urung menceritakan saat di mana mereka menghadapi tantangan. Masa tersulit mereka ialah saat Covid-19 merebak di Indonesia.

"Mengenang itu rasanya membuat air mata kami keluar. Karena semuanya termasuk donatur kita goyang. Jadi makanan bergizi anak-anak ini kita semua yang usahakan. Panti lain mungkin memulangkan anak asuhnya, tapi panti kita tidak. Karena kalau dipulangkan pun juga tak mungkin, banyak dari mereka tak punya keluarga dan dari bayi sudah sama kita. Bahkan yang memberi namanya pun kita," cerita Tuti.

Karena tak sedikit pun menyerah, akhirnya para pengurus akhirnya benar-benar merasakan keajaiban. Di samping ekonomi yang merosot, datang seorang warga yang rela membantu mereka.

"Dengan izin Allah, datang saudara Tionghoa kita melihat-lihat. Kita ceritakan apa yang ada di sini, termasuk anak-anak yang hampir kehabisan susu. Besoknya satu kardus susu datang. Kemudian datang lagi bawa kacang dan lainnya. Dan alhamdulillah satu persatu datang memberi bantuan. Karena masyarakat lah kita bisa bertahan. Kita bersyukur jiwa bersosial masyarakat masih tinggi," ungkap Tuti dengan mata berkaca-kaca.

5. Pengasuh beri pendampingan psikologis dan spiritual kepada anak panti yang mengalami perundungan

IMG_20250930_154825.jpg
Panti Asuhan Ade Irma Nasution tempat penampungan bayi terlantar (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Menjadi pengasuh disebut Tuti memang merupakan panggilan jiwanya. Mereka sama sekali tak digaji. Kasih sayang yang besar membuat mereka begitu dekat dengan anak-anak panti.

"Kita menanamkan nilai-nilai kekeluargaan. Bahwa harus menganggap sebagai keluarga sendiri layaknya kakak dan adik kandung. Mereka ini sudah dari kecil di sini, jadi kemistri itu sudah terbentuk," jelas Tuti.

Mereka menjelma layaknya orang tua kandung 50 anak panti. Terutama saat anak-anak itu mendapat perundungan di sekolahnya.

"Tak dipungkiri juga bahwa mereka di sekolah mengalami perundungan oleh teman-temannya. Sering diejek 'anak panti' atau 'anak panti ke laut aja!'. Jadi mereka down. Untuk membantu mereka, selalu kita bilang bahwa walaupun anak panti mereka tak pernah disuruh di jalan minta-minta. Kami kasih pengertian itu. Makan 3 kali sehari, bisa sekolah, bahkan kita sering diundang di hotel, dan lain-lain. Itulah cara kita menguatkan mereka dari perundungan. Pendekatan berbasis spiritual juga kita berikan. Seperti bagaimana kami menceritakan kisah nabi yang sejak kecil sudah kehilangan orang tuanya bahkan sampai diasuh oleh kakek dan pamannya. Kita selalu mengingatkan jadilah anak yang bersyukur dan salih," pungkasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us

Latest Life Sumatera Utara

See More

Kisah Pahlawan Kecil Korban G30S Jadi Inspirasi Panti Asuhan di Medan

30 Sep 2025, 16:37 WIBLife