TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sawit Jadi Penyebab Terbesar Hilangnya Kawasan Bakau di Sumut dan Aceh

Kerusakan terus terjadi selama 30 tahun terakhir

Pengunjung berjalan di treking mangrove, kawasan wisata Green Talao Park, Ulakan, Kab.Padangpariaman, Sumatera Barat, Minggu (8/3/2020). Kawasan ekowisata dan edukasi yang baru dibangun dengan biaya Rp1,3 miliar itu, mulai didatangi pengunjung meskipun belum diresmikan, karena menawarkan wisata lingkungan termasuk menikmati jalur treking mangrove sejauh 1,8 kilometer. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra

Medan, IDN Times – Kawasan hutan bakau atau mangrove harusnya menjadi penopang kawasan pantai-pantai yang ada. Bahkan kawasan bakau juga menjadi pelindung bagi penduduk di kawasan pesisir untuk mencegah erosi, abrasi pantai dan intrusi.

Bahkan hutan bakau juga berperan penting menghempang gelombang tinggi yang akan menyapu bibir pantai. Namun saat ini kondisinya terancam. Di wilayah garis pantai Aceh hingga Sumatera Utara, jumlah kawasan bakau terus berkurang.

Baca Juga: Cegah Perusakan Hutan, CI Bikin Program CSL-Pemberdayaan Petani Sawit

1. Banyak kawasan bakau yang hilang selama 30 tahun terakhir

IDN Times/Reza Iqbal

Memburuknya kondisi kawasan bakau di Sumut dan Aceh terugkap dari studi spasial yang dilakukan Onrizal. Peneliti sekaligus pengajar di Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara yang sering mengkritisi isu-isu lingkungan.

Dalam studi spasialnya, Onrizal membandingkan kondisi kawasan bakau mulai Aceh Timur sampai Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara 30 tahun lalu dengan yang sekarang. Kawasan hutan bakau terus terdegradasi. Bahkan tak sedikit yang berubah fungsi menjadi tambak ikan dan udang.

“Kita juga melihat ada yang sudah menjadi perkebunan sawit. Ada yang sudah menjadi semak belukar. Mangrove ditebang untuk dijadikan arang,” ungkap Onrizal, Minggu (26/4).

2. Kawasan bakau tinggal 40 persen, kondisinya juga belum tentu baik

[Ilustrasi Mangrove] ANTARA FOTO/Basri Marzuki

Kurun waktu 30 tahun, kawasan bakau yang hilang menurut studinya sebesar 60 persen. Tersebar di sepanjang Aceh Timur hingga Deli Serdang.

Sementara sisa 40 persen lagi dalam kondisi yang belum tentu baik. Penebangan liar dengan intensitas cukup tinggi masih terjadi di beberapa lokasi. Sebut saja kawasan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumut.

Menurut Onrizal, kawasan itu menjadi daerah di Sumut yang paling besar menyumbang hilangnya hutan bakau dalam kurun waktu 30 tahun terakhir.

"Sebagian besar menjadi semak belukar. Ini daerah memang masih banyak kilang-kilang dapur arang bakau. Penebangan sangat luar biasa. Mangrove di sana sangat kecil tersisa," ungkapnya.

3. Onrizal juga menemukan ada bakau yang hilang di kawasan konservasi

IDN Times/Daruwaskita

Hilangnya bakau juga terjadi di kawasan konservasi. Seperti yang terjadi di Suakamargasatwa Karang Gading, Langkat Timur, Sumut. Kawasan itu kehilangan 26 persen bakau selama tiga dekade.

Anehnya, di kawasan konservasi itu, mangrove malah digantikan dengan sawit yang tumbuh subur.

Kondisi kerusakan hutan bakau juga belum sebanding dengan upaya rehabilitasi wilayah. Sehingga kerusakannya justru semakin besar hari ke harinya.

Kerusakan hutan bakau juga berpengaruh penting pada berkurangnya keanekaragaman ikan di Pantai Timur Sumut. Nelayan kehilangan penghasilan,

Data dari Onrizal, kerusakan hutan bakau menyebabkan 66 persen jenis ikan jadi sulit tertangkap. Mirisnya, 28 persen jenis ikan tidak lagi pernah tertangkap. Hanya tersisa beberapa persen saja ikan yang dulu tertangkap dan sekarang juga masih terjaring.

"Akibatnya dari sisi pendapatan nelayan berkurang lebih dari 40 persen," katanya.

4. Lahan sawit sumbang kerusakan paling besar untuk bakau

ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut, Dana Prima Tarigan juga menyampaikan hal serupa. Kata Walhi Sumut, tutupan kawasan hutan di Pantai Timur Sumut berkurang drastis. Bahkan, saat disaksikan dengan citra satelit, perbandingannya cukup signifikan dari masa ke masa.

Hilangnya tutupan hutan ini disebabkan dengan berbagai aktifitas. Salah satu yang paling besar adalah pembukaan lahan sawit. “Perkebunan kelapa sawit berperan sebanyak 45 persen dalam penurunan status kawasan hutan bakau.  Lalu, tambak itu 35 persen, pertanian sebanyak 25 persen, dan hal-hal lain seperti abrasi, dapur arang, reklamasi tambang pasir itu 5 persen," sebut Dana.

Baca Juga: Terapkan Sawit Berkelanjutan, Hutan Terjaga Petani Sejahtera

Berita Terkini Lainnya