Terapkan Sawit Berkelanjutan, Hutan Terjaga Petani Sejahtera

Petani sawit Tapanuli Selatan diajarkan sadar lingkungan

Tapanuli Selatan, IDN Times - Hari sudah mulai terang, Julhadi Siregar bergegas menyeruput habis kopi di gelas. Lalu diambilnya helm plastik berwarna kuning dan mengenakan sepatu PDL.

Saat keluar rumah, terlihat Julhadi menggotong egrek sawit di pundaknya. Ia adalah satu dari 706 petani sawit di Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara yang telah mempraktikan cara bertani sawit berkelanjutan.

“Awalnya susah, karena kita belajar menanam sawit otodidak. Tapi setelah ikut pelatihan dari Conservation International Indonesia, jadi mengerti yang kita lakukan selama ini ternyata salah, gak baik untuk lingkungan, dan hasil panennya jadi gak maksimal. Setelah dua tahun terakhir mengikuti pelatihan, sudah terasa panen kami meningkat,” ujar Julhadi saat ditemui IDN Times di kebun sawitnya, awal Februari 2020.

1. Sawit Indonesia kena kampanye hitam dari Eropa

Terapkan Sawit Berkelanjutan, Hutan Terjaga Petani SejahteraJulhadi Siregar Ketua Gapoktan Sawit Maju Bersama Kecamatan Muara Batangtoru, Tapanuli Selatan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Saat ini Indonesia merupakan produsen sekaligus konsumen CPO (Crude Palm Oil) terbesar di dunia dengan jumlah produksi puncak hingga 34 juta ton pada tahun 2016. Sebanyak 70 persen dari hasil produksi tersebut dikonsumsi oleh pasar domestik.  Permintaan yang tinggi telah mendorong ekspansi perkebunan kelapa sawit.

Namun, sangat disayangkan bahwa terdapat ekspansi perkebunan kelapa sawit yang dilakukan di kawasan hutan yang bernilai ekologi tinggi, seperti lahan gambut, habitat kunci satwa liar, daerah tangkapan air, atau kawasan dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi.

Hal ini mengakibatkan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) tanah air tak diminati Eropa karena kampanye negatif tersebut.

Uni Eropa mensyaratkan tanaman yang digunakan untuk biodiesel harus berkelanjutan dan perkebunan kelapa sawit dinilai tidak bisa memenuhi ketentuan tersebut. Perkebunan kelapa sawit kerap dituding sebagai pemicu kebakaran hutan, deforestasi, dan mengancam kehidupan orangutan.

Sebagai upaya  untuk menerapkan sawit berkelanjutan, Pemerintah Tapanuli Selatan dan CI Indonesia melalui program Good Growth Partnership (GGP)-UNDP, mendampingi dan memberikan Sekolah Lapang pada petani sawit di empat kecamatan.

“Sekarang sudah 706 petani. Targetnya sampai akhir tahun ini ada 1.000 petani yang kita dampingi dan ditargetkan memperoleh sertifikasi sawit yang berkelanjutan (RSPO),” kata Isner Manalu, Volcafe Project Manager Conservation International (CI) Indonesia.

 Julhadi adalah salah seorang petani yang paling merasakan dampak dari pendampingan dan sekolah lapang ini.

Ia mengaku sudah menggantungkan hidup dari pohon sawit sejak belasan tahun lalu.

Warga Muara Manompas, Kecamatan Muara Batang Toru ini dulu menggunakan bibit sawit sembarangan. Menyemprot pupuk dan hama tidak sesuai aturan. Sehingga tak jarang saat panen, hanya muncul buah landak.

“Kejanggalan kami dulu banyak, seperti perawatan pakai pompa paten. Memang tanaman dan hama mati semua, tetapi ternyata merusak akar sawit dan tidak baik untuk lingkungan. Setelah datang CI, barulah kita tahu bagaimana bertani sawit yang juga memelihara lingkungan hidup. Dari mulai memilih bibit, aturan jumlah pelepah, cara memupuk, pengendalian gulma dan lain sebagainya. Sekarang buah sawit kami sudah mulai bagus dan sudah berisi, hasil panen meningkat 30 persen” ungkapnya.

Pengetahuan seperti ini, menurutnya akan membuat warga berhenti merambah hutan yang kebetulan berbatasan dengan Desa Muara Manompas. Petani diajarkan memaksimalkan lahan yang ada dan tidak lagi merusak hutan untuk membuka lahan baru.

“Kalau dulu panennya sedikit pasti warga berniat buka lahan baru lagi agar lebih luas. Sekarang masyarakat sudah sadar bahwa hutan harus dijaga dan dengan bertani sawit yang benar, maka hasil panen akan maksimal,” jelas Ketua Gapoktan Sawit Maju Bersama Kecamatan Muara Batangtoru ini.

Selain soal bertani sawit yang baik, para petani juga diajarkan tentang berorganisasi dan mengelola keuangan sendiri. Kini para petani diajak ikut dalam gabungan kelompok tani (Gapoktan) lalu mengikuti arisan.

“Fungsi arisan ini untuk membeli alat-alat produksi atau pupuk. Jadi siapa yang dapat arisan bulan ini misalnya, akan didampingi oleh CI Indonesia untuk membeli pupuk dan lain sebagainya. Jadi antarpetani saling bantu dan semua mendapatkan jumlah arisan yang sama, uangnya juga tidak boleh digunakan untuk kebutuhan lain,” ungkapnya.

Baca Juga: Cegah Kerusakan Hutan, Warga Binasari Dilatih soal Sawit Berkelanjutan

2. Petani sawit diajarkan menanam bibit pohon durian dan melindungi hutan

Terapkan Sawit Berkelanjutan, Hutan Terjaga Petani SejahteraPetani sawit menanam bibit durian di Desa Binasari Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Selain di Desa Muara Manompas,  CI Indonesia-UNDP juga bermitra dengan petani sawit di Desa Binasari Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan, provinsi Sumatera Utara untuk mempertahankan keberadaan Hutan Lindung Angkola Selatan dan Hutan Batang Gadis. 

“Desa ini tepat berbatasan dengan Hutan Lindung dan Taman Nasional Batang Gadis dan tingkat keterancaman hutan sekitar sangat

tinggi," ujar Sarmaidah Damanik, Forestree Coordinator CI Indonesia.

Sarmaidah Damanik menjelaskan selama setahun terakhir telah mengajak masyarakat untuk tidak melakukan perluasan kawasan hutan di hutan lindung, perburuan satwa di hutan lindung, mengambil hasil hutan bukan kayu tanpa izin, dan menjaga sempadan sungai, melakukan patroli bulanan dan aksi sosial di hutan lindung.

"Dari 160 KK, baru 48 KK yang bersedia menandatangani paket kesepakatan tersebut. Sisanya akan terus kita rangkul agar jumlahnya terus bertambah" jelas Sarmaidah.   

Selain itu ada beberapa benefit yang diberikan kepada masyarakat, antara lain CI melakukan pembinaan pembuatan bibit tanaman dan pembuatan kompos. Ada beberapa jenis bibit yang direncanakan, seperti aren, duku, durian, dan manggis. Tahap pertama pembuatan dimulai tahun 2018 sebanyak 14 ribu bibit durian.

Setelah ditanam, bibit tersebut diperkirakan akan dapat mulai dipanen setelah 4 tahun. Harapannya dengan program tersebut dapat meningkatkan perekonomian masyarakat desa tersebut tanpa merambah hutan lindung. Dari pembibitan masyarakat bisa menjual ke luar atau menanam di areal hutan untuk bisa diambil hasilnya atau agroforestry.

"Jadi ini akan jadi mata pencaharian baru bagi masyarakat. Sehingga mereka tidak lagi menanam sawit dan tidak merusak hutan," ungkapnya.

Dalam hal kebun sawit yang telat terlanjur ditanam, CI memberikan pelatihan kepada masyarakat agar mengelola sawit yang berkelanjutan. Dari mulai pemupukan, cara memanen, mencegah hama, dan lain sebagainya.

3. Masih banyak hewan langka di hutan Tapanuli Selatan yang harus dilindungi

Terapkan Sawit Berkelanjutan, Hutan Terjaga Petani SejahteraDokumentasi camera trap Satwa Langka yang ada di Hutan Tapanuli Selatan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Selain mengajarkan tentang bertani dan mengelola sawit berkelanjutan, CI Indonesia dan Pemkab Tapanuli Selatan bekerja sama merekrut warga sekitar hutan lindung untuk menjadi relawan polisi patroli hutan.

Kepala Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) X Sumatera Utara, Zulkarnaen Hasibuan mengatakan setiap kali patroli, relawan dan tim dari KPH X memakan waktu hingga 10-14 hari. Tujuannya adalah untuk menyusuri hutan dan menjegah perusakan dan pembalakan liar di hutan.

Sahrul, salah satu anggota relawan polisi patroli hutan, mengatakan, bertemu dengan beberapa warga yang sedang beraktivitas.

"Ada sekitar 200 KK, tidak tahu berapa luas lahan yang dibuka, tapi satu orang ada yang punya 10 hektare lahan," ungkap Sahrul.

Selain itu para relawan melakukan pemasangan kamera trap untuk mengetahui berbagai satwa yang ada di dalam hutan lindung.

"Yang merekrut dan mendanai relawan ini ada CI," ujar Zulkarnaen.

Hingga saat ini kamera trap sudah dipasang di 12 titik mencakup wilayah 4.800 hektare, meliputi wilayah Hutan Lindung Angkola dan sekitarnya. Setelah perekaman berlangsung selama 95 hari, dari bulan Maret hingga Juni 2019, berhasil merekam 450 foto, terdiri dari 420 foto satwa (15 jenis mamalia dan 3 jenis burung). Sisanya, 30 foto manusia termasuk anggota tim.

“Beberapa satwa yang berhasil ditangkap, antara lain, tapir, rusa sambar, babi celeng, kancil, kijang, kambing hutan, beruang madu, binturong, musang belang, musang leher kuning, trenggiling, beruk, landak raya, landak ekor panjang, alap-alap kawah, kuau raja, sempidan biru, dan anjing kampung,” jelas Sarmaidah Damanik.

4. Pabrik kelapa sawit tidak mau menerima buah dari petani yang merusak hutan

Terapkan Sawit Berkelanjutan, Hutan Terjaga Petani SejahteraPabrik kelapa sawit milik PTPN III Hapesong, Batang Toru, Tapanuli Selatan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Selain mengedukasi masyarakat untuk tidak merusak hutan lindung, pabrik kelapa sawit di Batangtoru, Tapanuli Selatan juga sudah memiliki kesadaran yang sama.

PKS milik PTPN III Hapesong misalnya. Mereka secara tegas akan menolak buah sawit dari petani sawit yang merambah hutan lindung. Untuk itu, sebelum bisa memasok kelapa sawit ke PKS PTPN III Hapesong, warga harus mendaftar dulu dan lahan sawitnya akan disurvei.

"Kita gak akan menyetujui permohonan kalau lahan sawitnya di hutan lindung atau sudah merusak hutan," kata Masinis Kepala PKS Hapesong, Monica Manurung.

Selain itu buah sawit yang diterima harus sempurna tua termasuk brondolan sawit dan ukuran yang sudah ditentukan. Ini mendorong masyarakat untuk benar-benar merawat sawit agar berkelanjutan dan tidak merusak hutan.

“Jadi kelapa sawit yang tiba, kita sortir, jika ada yang tidak sesuai akan dikembalikan kepada pemasok. Kita pastikan kelapa sawit yang masuk pabrik tidak ada masalah termasuk pengirimnya juga harus jelas,“ kata Monika Manurung.

5. Tapsel bisa menjadi model bagi perkebunan sawit berkelanjutan

Terapkan Sawit Berkelanjutan, Hutan Terjaga Petani SejahteraPetani sawit Batang Toru, Tapanuli Selatan mengikuti pelatihan Sawit Berkelanjutan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Program pemberdayaan petani sawit di Tapanuli Selatan telah dimulai sejak tahun 2018 hingga 2019 yang lalu melalui program Good Growth Partnership (GGP)-UNDP. Pada tahun ini, kegiatan pemberdayaan petani sawit akan kembali dilanjutkan oleh pemerintah Tapanuli Selatan dan CI Indonesia bersama dengan Unilever.

Hingga 3 tahun mendatang, Dinas Pertanian dan Perkebunan Tapanuli Selatan, CI Indonesia dan Unilever akan terus mendampingi petani sawit hingga 1.000 petani ditargetkan memperoleh sertifikasi sawit yang berkelanjutan.

Dinas Pertanian dan Perkebunan mengakui bahwa sekolah lapang atau pelatihan petani sawit untuk memperoleh sertifikasi RSPO merupakan yang pertama di Tapanuli Selatan.  

“Pelatihan petani menuju RSPO ini merupakan kesempatan pertama bagi Tapanuli Selatan. Ini merupakan salah satu syarat menuju RSPO. Kami berharap agar Tapsel bisa menjadi model bagi perkebunan sawit yang berkelanjutan”, ungkap Faisal Simamora, Kepala Bidang Penyuluhan Dinas Pertanian Daerah Tapanuli Selatan.

Melalui sekolah ini para petani diajarkan menciptakan kebun yang berkelanjutan dengan memanfaatkan apa yang ada di sekitarnya.

Adapun yang diajarkan dalam program tersebut ada sembilan modul, di antaranya good agricultural practices, modul konservasi, pentingnya hutan, pemanasan global, agro ekosistem, fungsi hutan untuk lingkungan, dan modul sertifikasi ISPO. Satu modul diajarkan dalam satu kali pertemuan, satu pertemuan dilaksanakan satu minggu sekali.

Terkait dengan proses mendapatkan RSPO, pengumpulan legalitas lahan masih menjadi kendala bagi sebagian besar petani. “Masih banyak petani yang ragu untuk mengumpulkan legalitas tanahnya karena takut jika disalahgunakan,” ujarnya.

Kedepannya pihak pemerintah akan membantu mendampingi petani untuk mengurus keperluan legalitas tanah tersebut.

“Kami akan bantu sosialisasi legalitas ini kepada bapak ibu. Dinas Satu Pintu juga akan membantu pengumpulan legalitas tanah untuk proses RSPO”, ungkap Padot selaku Kabid Penyelengaraan Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Tapanuli Selatan.

Hetty Tambunan, Communication dan Outreach CI Indonesia mengatakan proses mendapatkan sertifikat ISPO dan RSPO memerlukan proses panjang. Legalitas menjadi tahap yang paling sulit. Selain itu, petani juga harus tergabung dalam organisasi petani formal yang berbadan hukum.

"Ini (legalitas lahan) persoalan yang paling besar," ujar Hetty.

Banyak petani takut menyerahkan fotokopi sertifikat tanah miliknya karena disalahgunakan. Untuk mengatasi persoalan tersebut, CI Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah untuk ikut menyosialisasikan pentingnya program tersebut dan meyakinkan petani bahwa sertifikat akan aman.

Baca Juga: Cegah Perusakan Hutan, CI Bikin Program CSL-Pemberdayaan Petani Sawit

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya