TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hari PRT Internasional, Ancaman Intimidasi dan Kekerasan Menghantui

Desak DPR resmikan UU PRT

Peluncuran Film Mengejar Mbak Puan oleh JALA PRT di depan DPR RI (dok. IDN Times/Istimewa)

Medan, IDN Times - Tanggal 16 Juni diperingati sebagai hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) internasional atau International Domestic Workers Day (IDWD). Peringatan ini pertama kali dicetuskan pada 2011. Ditandai dengan pengesahan Konvensi ILO No 189 untuk pekerjaan yang layak untuk Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan menetapkan hukum perburuhan internasional untuk pekerja rumah tangga.

Sejak disahkannya, pekerja rumah tangga telah menggunakan tanggal 16 Juni untuk menghormati pekerjaan PRT seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia.

Di Indonesia, nasib PRT ibarat panggang jauh dari api di tengah upaya penghormatan internasional itu. Banyak kerja-kerja perawatan perempuan yang selama ini tak pernah dianggap sebagai kerja, salah satunya kerja sebagai PRT di rumah yang tak diakui sebagai kerja.

"Negara harusnya bertanggung jawab dalam permasalahan ini, sebab melalui kekuasannya, negara seringkali menjadikan perempuan sebagai alat politik, seperti PRT yang diminta sebagai care worker, tapi tak dianggap sebagai pekerja," kata Koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) Lita Anggraini, Minggu (16/6/2024). 

1. Care worker masih dihadapkan dengan upah murah

Peluncuran Film Mengejar Mbak Puan oleh JALA PRT di depan DPR RI (dok. IDN Times/Istimewa)

Kata Lita, care worker adalah kerja yang sangat memakan waktu, tapi tidak diapresiasi selayaknya. Ini bisa dilihat contohnya dari kerja-kerja PRT yang selama ini bekerja merawat rumah, merawat orang-orang di rumah, tetapi hanya ditempatkan pada jabatan rendah dan dibayar murah.

"Diskriminasi terhadap perempuan begitu nyata dalam kerja-kerja perawatan yang dilakukan PRT," katanya. 

2. Kasus kekerasan terhadap PRT masih terjadi

Peluncuran Film Mengejar Mbak Puan oleh JALA PRT di depan DPR RI (dok. IDN Times/Istimewa)

Pemetaan yang dikeluarkan JALA PRT di tahun 2024 ini menunjukkan, PRT di Indonesia masih mengalami 4 kekerasan dan intimidasi kerja, yaitu pertama, bekerja dalam situasi perbudakan, kedua, hidup dalam situasi pelecehan, ketiga, hidup dalam situasi kemiskinan karena dieksklusikan dalam perlindungan sosial, dan keempat, rentan menjadi korban trafficking.

"Selebrasi dan klaim sebagai negara yang memberikan perlindungan pada pekerja sangat jauh dari situasi sebenarnya. Hal ini bisa dilihat dari tidak disahkannya RUU Perlindungan PRT sampai akhir periode kerja DPR RI 2019-2024 yang akan berakhir pada Oktober 2024," kata Lita.

Dalam faktanya, situasi hidup dan kerja PRT sama sekali tidak mencerminkan bahwa PRT menjadi bagian dari pekerja dan diakui kerja-kerjanya sebagai care worker.

“Ini bisa dilihat dari banyaknya persoalan yang dialami PRT seperti upah tidak dibayar, sulit mendapatkan jaminan kesehatan dan tenaga kerja,” kata Lita Anggraini

Dalam hal upah, PRT masih jauh sekali dari perlindungan dengan upah dari berbagai wilayah kota besar: Medan, Lampung, DKI Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Makassar berkisar 20-30% dari UMR. Artinya mayoritas PRT hidup dalam garis kemiskinan dan bahkan tidak bisa mengakses perlindungan sosial dan mendapatkan hak dasar ketenagakerjaan.

Berita Terkini Lainnya