TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hari Anti Penyiksaan 2022, Tren di Sumut Makin Kelam

Kasus kerangkeng Bupati Langkat menyita perhatian publik

Ilustrasi penyiksaan (IDN Times/Prayugo Utomo)

Medan, IDN Times – Hari Anti Penyiksaan selalu diperingatipada 26 Juni setiap tahunnya. Peringatan ini harusnya menjadi evaluasi penting bagi pemangku kebijakan untuk terus melakukan upaya pencegahan.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatra Utara, terus menyoroti berbagai kasus  penyiksaan di daerah itu. Trennya, masih mengkahawatirkan.

“Pada prinsipnya, situasi penyiksaan di Sumatera Utara masih berada dalam kategori mengkhawatirkan. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, Sumatera Utara masih menjadi provinsi yang dominan menyumbangkan angka penyiksaan,” ujar Rahmat Muhammad, Staf Kajian dan Penelitian KontraS Sumut, Senin (27/6/2022).

Baca Juga: Kisah Adly, Mantan Pemakai Kini Jadi Konselor Rehabilitasi Narkoba

1. Penyiksaan terjadi karena aparat masih gunakan cara kuno

Teatrikal KontraS Sumut memperingati Hari Anti Penyiksaan Internasional yang jatuh pada Jumat (26/6). KontraS menyoroti, masih banyak penyiksaan yang diduga dilakukan aparat penegak hukum di Indonesia. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Data yang dihimpun KontraS, dalam setahun terakhir (Juli 2021-Juni 2022) ada 13 kasus penyiksaan yang terjadi di Sumut.

Khusus yang diduga dilakukan aparat, KontraS memberikan catatan penting. Menurut Rahmat, masih tingginya angka penyiksaan ini disebabkan aparat keamanan negara, khususnya kepolisian masih menggunakan cara-cara kuno dalam mencari alat bukti, mengejar pengakuan dalam proses penegakan hukum. Hal demikian dapat terlihat saat proses penangkapan, introgasi, hingga penghukuman yang kejam selama berada dalam tahanan.

“Negara merdeka sudah seharusnya meninggalkan praktik penyiksaan, penggunaan cara ini dalam proses hukum di indonesia menandakan bahwa penegakan hukum kita masih usang dan jauh dari keadaban,” ungkapnya.

2. Polisi belum mematuhi aturan dalam Perkap No 8 Tahun 2009

Aksi teatrikal KontraS Sumut memperingati Hari Anti Penyiksaan Internasional yang jatuh pada Jumat (26/6). KontraS menyoroti, masih banyak penyiksaan yang diduga dilakukan aparat penegak hukum di Indonesia. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Kata Rahmat, angka penyiksaan ini bisa terus diminimalisir jika polisi menerapkan instrumen yang ketat. Polisi sesungguhnya, sudah memiliki Perkap No. 8 tahun 2009 Tentang Implementasi HAM yang membatasi ruang gerak pelanggaran HAM dalam tindakan mereka.

“Tetapi tetap saja mengejar pengakuan dengan menyiksa masih menjadi cara untuk mengungkap kasus. Padahal indonesia sudah sejak 24 tahun lalu meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998. Tapi tetap saja penyiksaan, penangan dan pencegahan praktek penyiksaan masih jauh dari harapan,” tukasnya.

Penggunaan kekuatan dengan motif penegakan hukum, kata Rahmat, tidak dilakukan secara akuntabel. Ini justru berimplikasi pada ketidakjelasan tafsir tindakan tegas dan terukur. Menabrak prinsip legalitas, nesesitas dan proporsionalitas yang harusnya selalu dijunjung tinggi oleh kepolisian. Hal ini diperparah dengan lemahnya peran pengawasan eksternal melalui peran lembaga Negara lain seperti Komnasham dan Kompolnas.

“Dari banyak laporan kasus, peran Komnasham, LPSK, Kompolnas, hingga Ombudsman untuk mendorong pencarian keadilan kasus penyiksaan semakin hari justru kami rasakan semakin meredup,” tegasnya.

Baca Juga: Kisah Mistis Kursi Mr. Robert di Mess PTPN 4 Pabatu, Pindah Sendiri

Berita Terkini Lainnya