TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Food Estate Humbahas Disebut Bisa Jadi Percontohan, Fakta di Lapangan?

KontraS Sumut sebelumnya mengatakan rawan konflik

Gubernur Sumatra Utara, Edy Rahmayadi (Dok.IDN Times/istimewa)

Medan, IDN Times – Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi mengatakan, kawasan Food Estate di Kabupaten Humbanghasundutan bisa menjadi percontohan. Saat ini, Edy mengklaim, kentang menjadi komoditas yang dianggap sukses.

Setelah pada panen pertama bulan Maret memperoleh sekitar 15 ton per hektare, diperkirakan panen dari tanam kedua jauh lebih baik. Dari sampel yang diambil, terdapat 15-20 umbi pada satu batang tanaman kentang.

“Ini masih tanam kedua dan hasilnya sangat menggembirakan, prediksinya akan lebih baik dari tanam pertama. Saya yakin ini akan berjalan dan menjadi role model untuk kawasan lainnya,” kata Edy Rahmayadi usai rapat  secara virtual bersama Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dan sejumlah menteri lainnya, Kamis (8/7/2021).

Baca Juga: Medan PPKM Darurat, Salat Idul Adha di Masjid dan Lapangan Ditiadakan

1. Pengembangan kawasan masih terus dilakukan

Kawasan food estate, Desa Riaria, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbanghasundutan, Sumatra Utara. (Arsip KontraS Sumut)

Saat ini, pengembangan masih dilakukan pada lahan seluas 215 hektar dari target 1.000 hektar. Tim Operasional Food Estate terus mencari formula yang tepat untuk pengembangan kawasan ini, bukan hanya terkait bahan pangan yang ditanam, tetapi juga masalah infrastruktur.

“Ini sekalanya besar, jadi harus benar-benar matang, bukan hanya masalah tanamannya tetapi juga infrastruktur seperti jalan, listrik, irigasi dan juga bentuk kerja sama dengan investor, petani dan lainnya. Ini semua harus matang sehingga bisa menjadi contoh untuk kawasan berikutnya,” ujar Mantan Pangkostrad itu.

Rencananya menurut keterangan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan lahan Food Estate akan diperluas 785 Ha tahun ini untuk mencapai target tahun 2021 sekitar 1.000 Ha. Karena itu, dia minta kerja keras dari semua pihak untuk menyukseskan ini.

“Setelah melihat progres pada yang 215 Ha kita optimis. Berikutnya ke lahan yang lebih luas 785 Ha. Tentu ada tantangan di sini dan kita mencoba terus mengurai tantangan tersebut, mencari solusinya apa sehingga bisa cepat dituntaskan,” kata Luhut Binsar Pandjaitan.

Sementara itu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyampaikan, di tahun 2020 pihaknya sudah membangun intake dan jaringan air baku untuk irigasi seluas 50 Ha. Di tahun 2021 akan kembali membangun intake dan jaringan air baku untuk irigasi seluas 150 Ha dan 758 Ha. Selain itu, sebagian jalan di dalam kawasan Food Estate juga sudah masuk ke tahap pengaspalan. Tahun 2021 Kementerian PUPR menargetkan akses jalan di Food Esatate sepanjang lebih kurang 23 Km.

“Kita tahu infrastruktur ini akan mempercepat pengembangan Food Estate karena itu kita terus bekerja keras, berkoordinasi agar prosesnya lebih cepat,” terang Basuki.

2. KontraS sebut food estate harus dikaji lebih dalamoleh pemerintah

Soerang petani tengah memotong batang bawang yang dipanen dari lahannya di kawasan food estate, Desa Riaria, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbanghasundutan, Sumatra Utara. (Arsip KontraS Sumut)

Sebelumnya KontraS Sumut yang melakukan kajian di food estate Humbahas banyak menemukan polemik di kawasan itu. Pemerintah pun didesak melakukan kajian mendalam. Jangan sampai, Proyek Strategis Nasional ini justru potensial menghadirkan konflik berkepanjangan.

Koordinator KontraS Sumut Amin Multazam mengatakan, persoalan mendasar adalah soal penerimaan masyarakat dalam memandang pembangunan Food Estate. Di Desa Riaria misalnya, sekalipun masyarakat dengan senang hati menyambut kebijakan tersebut, namun tetap saja potensi lahirnya persoalan baru sangat besar. Beberapa persoalan yang sudah ditabulasi antara lain, soal penentuan tapal batas lahan yang disertifikatkan, aturan pengelolaan yang sepenuhnya bergantung pada instruksi Pemerintah, hingga berubahnya pola pertanian masyarakat dari kemenyan, andaliman menjadi kentang, bawang merah dan bawang Putih.

“Selama ini masyarakat hidup dari tanaman kemenyan dan andaliman dengan metode pengambilan hasil dua minggu sekali. Berubahnya jenis tanaman memaksa masyarakat harus setiap hari turun ke lahan. Perbedaan pola bertani secara mendadak tentu berpengaruh pada kinerja dan hasil yang diharapkan,” kata Amin.

Masyarakat pun  seakan tidak berdaulat di tanahnya sendiri. Meskipun masyarakat merupakan pemilik lahan, namun mereka tidak bisa mengambil kebijakan sendiri. Pengambilan keputusan dan proses pengelolaan tanaman harus menyesuaikan dengan skema Food Estate. Mulai dari jenis tanaman, sumber bibit, pupuk, hingga peyaluran hasil panen telah ditentukan dari Kementerian Pertanian ataupun Pemerintah Kabupaten.

Penelusuran KontraS Sumut pada Masyarakat Hukum Adat Pandumaan-Sipituhuta menunjukkan, rencana pembangunan Food Estate dalam skala besar justru ditenggarai sebagai salah satu penyebab berkurangnya luasan hutan adat mereka. Terbitnya SK.8172/MENLHK-PSKL/PKTHA/PSL.1/12/2020 Tentang Penetapan Hutan Adat Tombak Hamijon Seluas 2.393,83 menimbulkan tanda tanya besar. Luas hutan adat yang mereka terima jauh menyusut dari usulan awal yang mencapai 6.000 Hektar.

“Munculnya berbagai polemik itu disebabkan pemerintah tidak sepenuhnya melibatkan masyarakat dalam mengambil kebijakan pembangunan Food Estate. Proses penentuan lahan, sosialisasi dan persipan penanaman pun dilakukan tidak lebih dari 5 bulan,” ungkapnya.

Baca Juga: Bacaan Doa dan Tata Cara Penyembelihan Hewan Kurban saat Idul Adha 

Berita Terkini Lainnya