Banjir Bandang Samosir dan Humbahas, WALHI: Hutan Bentang Tele Rusak
Mendesak pemerintah ambil langkah taktis
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumatra Utara menilai, banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Samosir dan Humbanghasundutan diakibatkan oleh kerusakan hutan. Lebih jauh lagi, kerusakan itu dipicu oleh perubahan fungsi hutan.
Banjir bandang melanda sejumlah desa di Kabupaten Samosir pada 13 November lalu. Desa yang terdampak antara lain; Desa Siparmahan, Sihotang, Dolok Raja, Sampur Toba, dan Turpuk Limbong. Warga harus mengungsi karena rumahnya rusak. Beberapa fasilitas umum seperti sekolah, gereja, jembatan dilaporkan rusak. Ada sekitar 620 jiwa yang mengungsi dan satu korban meninggal dunia.
Selain itu, banjir bandang juga menerjang Desa Marbun Toruan, Marbun Tonga Dolok, dan desa lainnya di Kabupaten Humbang Hasundutan. Banjir ini mengakibatkan terendamnya rumah dan lahan pertanian setinggi 50-70 cm.
Baca Juga: PT KAI Sediakan 141 Ribu Tiket di Sumut untuk Libur Nataru
1. Kerusakan bentang alam Tele diduga jadi penyebab
WALHI Sumut membuat analisis peta tutupan hutan dan alur sungai. Dari analisis mereka menunjukkan, kawasan yang diterjang banjir merupakan kawasan bentang alam Tele.
“Bentang Tele memiliki fungsi ekologis yang sangat penting untuk kawasan Danau Toba. Bentang ini adalah kawasan hutan terakhir yang masih mungkin untuk diselamatkan, untuk memastikan keberlanjutan stabilisasi iklim dan kontrol debit air Danau toba, danau vulkanik terluas di dunia,” kata Direktur WALHI Sumut Rianda Purba.
Bentang Tele, kata Rianda, mendapat tekanan yang cukup tinggi. Baik karena izin konsesi dari salah satu perusahaan pulp denghan luas 68 ribu hektare hingga kegiatan ilegal lainnya.
“Bentang hutan Tele juga punya fungsi penting untuk memastikan keselamatan puluhan desa di pinggiran danau Toba,” kata Rianda.
Baca Juga: Upah di Sumut Naik hanya 3,67 Persen, Jauh dari Tuntutan Buruh