Pemilih Millennial Tak Lagi Cerita Soal Etnis, Tapi Prestasi Capres
Perdebatan soal presiden Jawa versus non-Jawa masih dibahas
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times- Perdebatan soal calon presiden Jawa versus Non-Jawa menjadi isu yang terus ada di setiap gelaran Pemilihan Presiden (Pilpres) digelar. Hal itu dibahas pada talkshow series bertajuk "Presiden Ke-8: Haruskah Kembali Perdebatan Jawa vs Non-Jawa" acara tersebut digelar di Aula Gedung Rektor UMSU, Rabu (30/11/2022).
Sejauh ini 7 presiden yang sudah memimpin Indonesia hampir seluruhnya dari suku Jawa. "Sudah 76 tahun kita merdeka, sudah tujuh presiden, namun baru satu presiden kita yang bukan orang kita Jawa, itu pun masih ada keturunan Jawanya, Bapak BJ Habibie. Namun, kita bukan bermaksud untuk membicarakan secara SARA ya, kita hanya bercerita soal faktanya," ujar Wakil Rektor I UMSU Prof Dr Muhammad Arifin.
Dia juga menyebut presiden pernah disebutkan harus orang Indonesia asli. Namun asli yang dimaksud juga masih belum bisa disimpulkan.
"Semasa kita berada di bawah konstitusi sebelum amandemen, seingat saya itu memang ada satu frase mengatakan, presiden adalah orang Indonesia asli. Kategori asli ini yang menjadi pertanyaan juga, asli yang bagaimana ceritanya,” tambah Arifin.
Baca Juga: Survei: Ganjar-Prabowo Banyak Dipilih di 2024, Pemilu Bisa 1 Putaran
1. Jejak politik Pemerintah Hindia Belanda
Jejak politik Pemerintah Hindia Belanda menurut Arifin turut memengaruhi hal itu. Saat itu penduduk Indonesia dibagi menjadi tiga golongan.golongan Eropa, golongan Timur Asing atau Tionghoa, dan Bumi Putra.
“Nah, saya pikir penduduk aslinya ini diambil dari bumi putranya itu. Kita tidak ingin bangsa kita ini dipimpin oleh orang yang tidak memahami Indonesia," paparnya.
Namun, cerita itu tak berlaku pada konstitusi setelah amandemen."Berdasarkan apa yang disampaikan Francis Fukuyama, bahwa nasionalisme dan agama akan tetap dibutuhkan untuk menjadi basis identitas. Jadi nasionalisme, kalau kita kembali ke pasal 6 itulah nasionalisme, Indonesia asli tadi, jadi ada benang merah antara pernyataannya dengan apa yang tertuang di dalam konstitusi kita dulu. Kenapa kita melupakan sejarah tersebut, aneh sebenarnya. Jadi, dari diskusi kali inilah akan kita bahas. Para narasumber nantinya diharap bisa memberi pencerahan, pencerdasan terutama kepada generasi muda ini," katanya.
Baca Juga: Survei: Lemahnya Identitas Partai Jadi Sumber Polarisasi Pemilu 2024