TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Nasib Kelam Ponimin dan Endang Tinggal di Gubuk Reot tanpa Listrik

"Kalau hujan bocor semua ini"

IDN Times/Gideon Aritonang

Simalungun, IDN Times - Sudah sejak tahun 2013 silam, pasangan suami istri Ponimin dan Endang Suryani beserta 2 anak dan mertuanya tinggal di gubuk reot yang berada di pertengahan sawah, di Nagori Karang Bangun, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

Ponimin yang kini sudah berusia 54 tahun itu juga harus tertatih-tatih menopang kehidupan keluarganya dan mertua yang mengalami kebutaan.

Bahkan, gubuk tempat tinggal Ponimin dan keluarga merupakan hibah dari tetangga sekitar.

"Dulu ngontrak, tapi setelah rumah kontrakannya dijual, kami pindah ke sini. Ini punya si Purba, gratis," kata Ponimin saat ditemui IDN Times di kediamannya, Selasa (21/5).

Baca Juga: Bupati Simalungun Minta Warganya Tidak Ikut People Power

1. Kondisi tempat tinggal Ponimin tidak layak huni dan belum dialiri listrik

IDN Times/Gideon Aritonang

Kondisi tempat tinggal Ponimin terbilang tidak layak huni. Bagaimana tidak, ruang dapur, ruang tamu dan tempat tidur digabung menjadi satu bagian.

Begitupun dengan kamar mandi juga tidak ada. Tempat tinggal yang beralas semen seadanya bertembok papan dan beratap seng bocor itu rawan ambruk jika angin kencang menerpa.

Jika ingin mandi, Ponimin beserta keluarga memanfaatkan saluran irigasi sawah yang di dekat rumahnya. Begitupun jika ingin buang air, saluran irigasi sawah warga itu menjadi tujuan utama.

"Kalau hujan, bocor semua ini. Sampai sana,"ucapnya.

Setiap malam tiba, Ponimin telah menyediakan lampu teplok atau senter untuk menyinari tempat tinggal mereka itu. Terkadang, dengan kondisi seperti itu, anak Ponimin mengeluh dan meminta agar mereka pindah ke rumah yang lebih layak.

"Pake lampu senter. Lampu teplok. Anak sering bilang 'pindah lah kita pak', tapi mau gimana lagi," ujarnya.

Bahkan jika hujan tiba, Ponimin memilih tetap berjaga agar memastikan anggota keluarganya tidak celaka jika suatu watktu tempat tinggal mereka ambruk. Rutinitas itu ia jalani selama 6 tahun sejak tinggal di gubuk itu.

"Kalau malam hujan, saya gak tidur lah. Nengok-nengok orang ini tidur. Jaga-jaga gitu," tuturnya.

2. Menumpu hidup dengan menjual barang bekas

IDN Times/Gideon Aritonang

Ponimin menceritakan, kesehariannya hanya sebagai pengumpul barang bekas, yang nantinya akan dijual kembali ke pengepul.

Setiap menjual barang bekas itu, Poniman mendapatkan uang pas-pasan.

"Biasanya itu Rp20 ribu. Itu pun kadang gak menentu," ungkapnya.

Dengan pendapatan itu, Poniman harus mampu memilah-milah biaya pengeluaran kebutuhan hidup sehari-hari. Belum lagi menyekolahkan anak bungsunya yang masih duduk di bangku kelas IV Sekolah Dasar.

Sementara itu, seorang anaknya sudah berhasil ia sekolahkan dan seorang lagi sudah mandiri di Kota Medan, meskipun masih bersekolah.

Baca Juga: Pemkab Simalungun akan Renovasi Gedung Juang '45 Peninggalan Belanda 

Berita Terkini Lainnya