Heboh Aisha Wedding, IJF EVAC Menentang Segala Promosi Perkawinan Anak
Perkawinan anak umumnya berdampak pada putus sekolah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Gerakan Bersama untuk penghapusan kekerasan pada anak di Indonesia (Indonesia Joining Forces to End Violence Against Children atau IJF EVAC) menyayangkan dan menentang segala tindakan organisasi atau lembaga yang mempromosikan perkawinan anak.
Hal ini berkaitan dengan viralnya website wedding organizer bernama Aisha Weddings yang mempromosikan agar menikah pada usia 12-21 tahun.
“Perkawinan anak adalah bentuk kekerasan terhadap anak. Kami ingin menekankan lagi kepada pelaku usaha, orangtua dan seluruh elemen masyarakat bahwa isu ini bukan hanya soal perkawinan, tetapi perampasan hak – hak anak akan kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan partisipasi,” Tegas Selina Patta Sumbung / CEO Save the Children Indonesia sekaligus Ketua IJF EVAC dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Minggu (14/2/2021).
Baca Juga: Aisha Weddings Iklankan Pernikahan Anak, Ansipol: Ini Trafficking!
1. Sebanyak 94 persen anak perempuan dan 91 persen anak laki-laki yang dikawinkan mengalami putus sekolah
Promosi perkawinan anak yang dilakukan oleh Aisha Weddings merefleksikan fenomena “gunung es” perkawinan anak di Indonesia. Data Hasil SUSENAS tentang Perkawinan Anak tahun 2018 memperkirakan terdapat 1.220.900 anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun, menempatkan Indonesia di peringkat ke delapan di dunia dengan angka absolut perkawinan anak tertinggi di dunia (MA RI, IJRS, AIPJ2, 2020).
Data SUSENAS juga menjelaskan bahwa 94 persen anak perempuan dan 91 persen anak laki-laki yang dikawinkan putus sekolah. Diperkuat oleh data WHO yang diterbitkan tahun 2016, menjabarkan bahwa Anak yang dikawinkan kemungkinan besar akan hamil dan melahirkan anak, yang berisiko besar bagi kesehatan mereka.
Komplikasi saat kehamilan dan persalinan adalah penyebab utama kematian bagi anak perempuan berusia 15-19 tahun di seluruh dunia.
“Biasanya salah satu alasan keluarga menikahkan anaknya karena ekonomi. Padahal menikahkan anak bukan jalan untuk memperbaiki ekonomi. Justru menjerumuskan anak dalam kemiskinan,” Jelas Sindy yang baru berusia 16 tahun dan merupakan salah satu anggota Children & Youth Advisory Network (CYAN) Save the Children Indonesia.
Baca Juga: Muhammadiyah Nilai Ajakan Aisha Wedding Tidak Baik dan Melanggar UU